Hukum-hukum Seputar Puasa Muharram

Informasi Artikel ini:
Penulis: Abu Muawiah
Dipublikasikan: 09 Desember 2010
Dibaca: 6134

moon_copyAlhamdulillah pada saat ini kita telah berada di bulan Muharram, salah satu bulan dari empat bulan yang memiliki kehormatan di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagaimana yang dikhabarkan oleh Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam dalam sabda beliau: “Sesungguhnya zaman telah berputar kembali seperti bentuknya ketika Allah menciptakan langit-langit dan bumi, satu tahun itu 12 bulan dan di antaranya ada 4 bulan haram (yang memiliki kehormatan), 3 bulan (di antaranya) berturut-turut : Dzul Qo’dah, Dzul Hijjah, Muharram dan bulan Rajabnya Mudhor yang berada antara Jumadil (akhir) dan Sya’ban”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Dan bulan ini juga merupakan salah satu dari beberapa bulan yang Allah Ta’ala telah menurunkan syariat puasa khusus di dalamnya yaitu puasa yang kita kenal bersama dengan nama puasa asyura. Karena itu pada pembahasan kali ini, kami akan mengangkat beberapa hukum seputar puasa Asyuro, semoga kaum muslimin sekalian bisa mendapatkan ilmu dan pelajaran tentangnya sebelum terjun melaksanakannya.

1. Dalil-Dalil Tentang Disyari’atkannya.

  1. Hadits Aisyah radhiallahu ‘anha beliau berkata, “Dulu pada hari Asyuro, orang-orang Quraisy berpuasa padanya di masa jahiliyah dan adalah Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wasallam dulu juga berpuasa padanya. Tatkala beliau berhijrah ke Madinah, beliau berpuasa padanya dan memerintahkan (manusia) untuk berpuasa padanya. Dan tatkala (puasa) ramadhan diwajibkan beliaupun meninggalkan (puasa) hari Asyuro. Maka (semenjak itu) siapa saja yang ingin (berpuasa padanya) maka dia berpuasa dan siapa saja yang ingin (untuk tidak berpuasa) maka dia meninggalkannya”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
  2. Dari ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma beliau berkata, “Nabi datang (hijrah) ke Madinah dan beliau mendapati orang-orang Yahudi berpuasa pada hari ‘Asyuro`, maka beliau bertanya: “Apa ini?”, mereka (orang-orang Yahudi) menjawab: “Ini adalah hari baik, ini adalah hari Allah menyelamatkan Bani Isra`il dari musuh mereka maka Musa berpuasa padanya”, beliau bersabda : “Kalau begitu saya lebih berhak dengan Musa daripada kalian” maka beliaupun berpuasa dan memerintahkan (manusia) untuk berpuasa”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
  3. Hadits Jabir bin Samurah radhiallahu ‘anhuma, beliau berkata, “Adalah Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kami untuk berpuasa pada hari ‘Asyuro`, memotivasi dan mengambil perjanjian dari kami di sisi beliau, tatkala telah diwajibkan (puasa) Ramadhan, beliau tidak memerintahkan kami, tidakpula melarang kami dan tidak mengambil perjanjian dari kami di sisi beliau”. (HR. Muslim)

Dalil-dalil ini menunjukkan bahwa puasa asyura awal kali disyariatkan ketika beliau tiba pertama kali di kota Madinah. Adapun sebab asal pensyari’atannya yaitu karena pada hari itu Allah Ta’ala menyelamatkan Nabi Musa ‘alaihissalam dari musuhnya sebagaimana dalam hadits ‘Abdullah bin ‘Abbas di atas, jadi bukan karena mengikuti agamanya orang-orang Yahudi. Lihat Nailul Author (4/288)

2. Hukumnya.

Nampak jelas dari hadits-hadits di atas dan juga dari hadits-hadits yang lain yang semakna dengannya bahwa dulunya hukum puasa hari ‘Asyuro` adalah wajib karena Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wasallam memerintahkannya sebagaimana dalam hadits Ibnu ‘Abbas di atas. Akan tetapi setelah turunnya kewajiban berpuasa di bulan Ramadhan maka hukum wajib ini dimansukh (terhapus) menjadi sunnah sebagaimana yang ditunjukkan oleh hadits Aisyah radhiallahu ‘anha.

Imam An-Nawawi rahimahullah berkata dalam Syarh Muslim (8/6), “Para ulama telah bersepakat bahwa puasa pada hari ‘Asyuro` hukumnya sekarang (yaitu ketika telah diwajibkannya puasa Ramadhan) adalah sunnah dan bukan wajib”. Dan ijma’ akan hal ini juga telah dinukil oleh Ibnu ‘Abdil Barr rahimahullah sebagaimana dalam Fathul Bary (2/246)

Selengkapnya: Hukum-hukum Seputar Puasa Muharram

Audio Kajian: Manhaj Para Nabi dalam Tazkiyatun Nufus

Informasi Artikel ini:
Penulis: admin-alquransunnah
Dipublikasikan: 07 Desember 2010
Dibaca: 7954
-----------------------------------------------------

Ringkasan Transkrip Audio:
Minhajul Anbiya fi Tazkiyaun Nufus
Oleh: Ustadz Mubarak Bamualim, Lc.
---------------------------------------------------

Pendahuluan

Ayat-ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan tazkiyatun nafsi atau tazkiyatun nufus. Ketahuilah bahwasanya tazkiyatun nafsi atau tazkiyatun nufus memberisihkan jiwa, hati dan batin seseorang, ini merupakan hal yang amat penting, merupakan hal yang menjadi misi para nabi dan misi para rasul ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus mereka ke muka bumi ini. Diantara misi mereka adalah untuk mengajak manusia membersihkan jiwa-jiwa mereka, hati-hati mereka, dari kesyirikan kepada tauhid, dari kemunafikan kepada keikhlasan. Dari kekufuran kepada iman, dari bid’ah kepada sunnah dan seterusnya. Maka dari itu banyak ayat-ayat al-Qur’an yang menerangkan tentang tazkiyatun nufus, bahwa misi para rasul alaihimus shalatu was salam, adalah untuk mensucikan jiwa manusia. Diantara ayat-ayat Al-Qur’an yang juga akan dibahas secara panjang lebar pada bab-bab, pada pembicaraan yang akan datang, adalah surah Al-Jumu’ah ayat 2.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الأمِّيِّينَ رَسُولا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلالٍ مُبِينٍ


“Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, menyucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah (As Sunah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata,” (QS Al-Jumu’ah [62] : 2)

Nah, ayat ini adalah serbagai bukti terkabulnya doa nabiyullah Ibrahim as tatkala dia memohon kepada Allah azza wa jala dengan doanya

رَبَّنَا وَابْعَثْ فِيهِمْ رَسُولا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيهِمْ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ


“Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Qur'an) dan Al-Hikmah (As-Sunah) serta menyucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS Al-Baqarah [2] : 129)

Kemudian ayat berikutnya yang disebutkan dalam Al-Qur’anul Karim tentang mensucikan jiwa yaitu firman Allah dalam surat Al-Imran ayat yang ke 164, dimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

لَقَدْ مَنَّ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولا مِنْ أَنْفُسِهِمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ

وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلالٍ مُبِينٍ


“Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (QS Al-Imran [3] : 164)

Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullahu ta’ala, tatkala menerangkan firman Allah وَيُزَكِّيهِمْ – mensucikan jiwa-jiwa mereka – beliau mengatakan: “Rasul itu memerintahkan mereka kepada yang ma’ruf dan mencegah mereka dari kemungkaran, agar menjadi suci jiwa-jiwa mereka, dan agar menjadi bersih dari noda-noda kotoran yang dahulunya mereka tercemar dengan kotoran-kotoran dan noda-noda itu, tatkala mereka dalam keadaan kesyirikan dan kejahilan mereka.”

Selengkapnya: Audio Kajian: Manhaj Para Nabi dalam Tazkiyatun Nufus

Hikmah di Balik Musibah

Informasi Artikel ini:
Penulis: Ustadz Fariq Qaasim Anuz
Dipublikasikan: 06 Desember 2010
Dibaca: 24104

merapiMusibah. Pada dasarnya merupakan sesuatu yang begitu akrab dengan kehidupan kita. Adakah orang yang tidak pernah mendapatkan musibah? Tentu tak ada. Musibah adalah salah satu bentuk ujian yang diberikan Allah kepada manusia. la adalah sunnatullah yang berlaku atas para hamba-Nya. la bukan berlaku pada orang-orang yang lalai dan jauh dari nilai-nilai agama saja. Namun ia juga menimpa orang-orang mukmin dan orang-orang yang bertakwa. Bahkan, semakin tinggi kedudukan seorang hamba di sisi Allah, maka semakin berat ujian dan cobaan yang diberikan Allah Subhaanahu wata'aala kepadanya. Karena Dia akan menguji keimanan dan ketabahan hamba yang dicintai-Nya.

Sebagai contoh, bangsa kita tercinta sekarang ini sedang dirundung dan didera dengan berbagai musibah, mulai dari gelombang tsunami, lumpur lapindo, gunung meletus, flu burung, busung lapar, gizi buruk, harga melonjak ditambah seabreg permasalahan nasional yang tak kunjung teratasi, akan tetapi sayangnya sedikit yang bisa mengambil hikmah dari musibah yang sedang kita derita. Ujian yang semestinya mendongkrak kualitas keimanan dan mengantar pada keberkahan temyata sering membawa kepada murka Allah. Tak lain karena orang yang terkena musibah tak mampu bersikap benar saat menghadapinya.

Selengkapnya: Hikmah di Balik Musibah

  • Mengenal Sejarah dan Pemahaman Ahlussunnah wal Jamaah
  • Mengenal Ilmu Hadits
  • Metode Memahami Islam dengan benar
  • Al Ibanah : Kupas Tuntas Penyimpangan Aqidah Al Asy'ariyah
  • Ulama Pewaris Para Nabi
  • Kesalahan Pakaian untuk Sholat
  • Kekeliruan dalam Menyambut Awal Tahun Baru Hijriyah
  • Audio Kajian: Kumpulan Ibroh dalam Menggapai Hidayah

Halaman 155 dari 211

  • 150
  • 151
  • 152
  • 153
  • 154
  • 155
  • 156
  • 157
  • 158
  • 159