Iblis berkhutbah…??, benar…ia berkhutbah…bahkan khutbah yang paling menyentuh hati…tidak ada khutbah yang menyentuh hati sebagaimana khutbah Iblis ini.
Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata :
إِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ ، قَامَ إِبْلِيْسُ خَطِيْبًا عَلَى مِنْبَرٍ مِنْ نَارٍ ، فَقَالَ: إِنَّ اللهَ وَعَدَكُمْ وَعْدَ الْحَقِّ وَوَعَدْتُكُمْ فَأَخْلَفْتُكُمْ
"Tatkala hari kiamat Iblis berdiri di atas sebuah mimbar dari api lalu berkhutbah seraya berkata, "Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu janji yang benar, dan akupun telah menjanjikan kepadamu tetapi aku menyalahinya…" (Tafsiir At-Thobari 16/563)
Al-Haafizh Ibnu Katsiir rahimahullah berkata :
يُخْبِرُ تَعَالَى عَمَّا خَطَبَ بِهِ إِبْلِيْسُ أَتْبَاعَهُ، بَعْدَمَا قَضَى اللهُ بَيْنَ عِبَادَهُ، فَأدخل المؤمنين الجنات، وأسكن الكافرين الدركات، فقام فيهم إبليس -لعنه الله -حينئذ خطيبا ليزيدهم حزنا إلى حزنهم (4) وغَبنا إلى غبْنهم، وحسرة إلى حسرتهم
"Allah mengabarkan tentang khutbah yang disampaikan oleh Iblis kepada para pengikutnya, yaitu setelah Allah memutuskan/menghisab para hambaNya, lalu Allah memasukan kaum mukminin ke surga, dan Allah menempatkan orang-orang kafir ke dalam neraka jahannam. Maka Iblispun tatkala itu berdiri dan berkhutbah kepada para pengikutnya agar semakin menambah kesedihan di atas kesedihan mereka, kerugian di atas kerugian, serta penyesalan di atas penyesalan…." (Tafsiir Al-Qur'an Al-'Adziim 4/489).
Imam Ibnul Qayyim menyebutkan bahwa guru beliau, Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah, berkata, “Sesungguhnya di dunia terdapat surga yang seperti (merupakan representasi) surga akhirat. Barangsiapa yang memasuki surga dunia itu maka ia kelak akan memasuki surga akhirat, dan barangsiapa yang tidak memasuki surga dunia tersebut niscaya ia tidak akan memasuki surga akhirat.” [Ad-Dā` wad Dawā`, hal. 186; dan Madārij as-Sālikīn vol. I, hal. 454]
Yang dimaksud dengan surga dunia dalam ucapan di atas adalah ketentraman, kebahagiaan dan kesejukan hati tiada terkira dengan mengingat, mencintai dan merindui Allah.
Dan demikianlah yang terjadi pada diri Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah. Dalam dada beliau terdapat surga yang membuat beliau tentram dan bahagia di mana pun berada. Ibnul Qayyim menuturkan bahwa gurunya, Ibn Taimiyyah, pernah berkata kepadanya—dengan ucapan yang patut ditulis dengan tinta emas,
مَا يَصْنَعُ أَعْدَائِيْ بِيْ؟ أَنَا جَنَّتِيْ وَبُسْتَانِيْ فِيْ صَدْرِيْ إِنْ رُحْتُ فَهِيَ مَعِيْ لاَ تُفَارِقُنِيْ، إِنَّ حَبْسِيْ خَلْوَةٌ وَقَتْلِيْ شَهَادَةٌ وَإِخْرَاجِيْ مِنْ بَلَدِيْ سِيَاحَةٌ
“Apa yang dapat dilakukan musuh-musuhku terhadapku? Kebun surgaku berada dalam dadaku, yang jika aku pergi ia senantiasa bersamaku dan tidak berpisah dariku; penahananku adalah khalwah(menyepi untuk bermunajat kepada Allah Ta’āla); pembunuhan terhadapku adalah syahid; dan pengusiranku dari negeriku adalah wisata.”
Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menciptakan insan dengan setiap pernak-pernik dan problema. Termasuk ketentuan Allah Subhanahu wa Ta’ala pada hamba adalah menjadikan setiap insan mengalami rasa risau dan galau. Ya, galau. Suatu kata yang sangat populer di telinga kita.
Allah Subahanahu wa Ta’ala berfirman :
لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي كَبَدٍ
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia berada dalam kesusahan.” (QS. Al Balad: 4)
Kata “al-insan (الْإِنْسَانَ)” di sini maksudnya umum. Yakni mencakup semua manusia tanpa kecuali. Ini dikarenakan adanya alif lam istighra lil jinsi, maknanya mencakup semua jenis umat manusia tanpa pengecualian. Dalam ayat ini juga dikuatkan dengan menggunakan “fii dorfiyyah“ yang menunjukkan makna “senatiasa”, yakni senantiasa tenggelam dalam kegalauan dan kesusahan.
Maka, untukmu yang sedang galau…
Jangan merasa seola-olah hanya engkaulah satu-satunya orang yang merasakan galau. Semua manusia pasti mengalami apa yang engkau alami.
Nilai-Nilai Kegalauan
Setelah kita tahu bahwa setiap manusia mengalami yang namanya galau, kita juga harus tahu bahwa galau itu beragam. Secara garis besar, nilai dari sebuah kegalauan itu ada dua, yaitu :
1. Galau yang mulia (humumun ‘aliyah)
Ini adalah galaunya orang-orang pilihan. Galaunya para nabi, para rasul, orang-orang shalih, ahlul ilmi dan ahlu ibadah. Para nabi dan rasul juga galau, tapi galaunya karena melihat fenomena dakwahnya. Mereka merasa sedih dan galau ketika ada yang menolak dakwah. Orang shalih dan ulama galau melihat kondisi dakwah dan umat. Ahli ibadah galau karena takut ibadahnya kurang, belum ikhlas, atau yang semisalnya. Kita bisa mengambil kisah kegalauan mereka dari kisah asal-usul adzan.
Maka lihatlah bagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam merasa galau dengan urusan mengumpulkan kaum muslimin ketika shalat. Dan kegalauan ikut dirasa manakala semua usulan tentang panggilan itu tak berkenan di hati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala obati kegalauan ini dengan syariat adzan. Lihatlah bagaimana Rasul junjungan kita galau, cemas, dan resah. Akan tetapi keresahannya adalah keresahan dan kegalauan dalam dakwah.