ADAB DI KAMAR KECIL
۱۹٧ - ÅöÐóÇ ÑóÃóíúÊõäöíú Úóáٰì ãöËúáö åٰÐöåö ÇáúÍóÇáóÉö
ÝóáÇó ÊõÓóáøóãõ Úóáóíøó ÝóÅöäøóßó ÅöÐóÇ ÝóÚóáúÊó Ðٰáößó áóãú ÃóÑõÏøõ Úóáóíúßó
“Jika kamu melihatku dalam keadaan seperti
ini, maka janganlah kamu memberi salam
kepadaku. Jika kamu tetap melakukannya maka aku tidak akan
menjawabmu.”
Hadits ini diriwayatkan
oleh Ibnu Majah (1/145/146) dan Ibnu Abi Hatim
dalam Al-‘Ilal
(1/34) dari Isa bin Yunus dari Hasyim
bin Al-Barid dari Abdullah
bin Muhammad bin Aqil dari Jabir bin Abdullah: “Bahwa seseorang melewati Nabi ryang sedang membuang air kecil, lalu dia memberi salam
kepadanya. Maka Rasulullah bersabda…. Al-Hadits.” Ibnu
Abi Hatim menuturkan perkataan ayahnya: “Aku tidak
mengetahui seorang pun yang
meriwayatkan hadits ini kecuali Hasyim
bin Al-Barid.”
Saya berpendapat: Dia adalah tsiqah.
Adanya tuduhan syiah kepadanya
tidak lah berbahaya. Oleh karenanya Al-Bushairi dalam Az-Zawaid (Q. 2/72) menyebutkan: “Hadits ini sanadnya hasan.”
Saya berpendapat: Melihat zahirnya hadits, seolah-olah Nabi r mengatakan hal itu sewaktu buang
air. Sehingga ini merupakan dasar boleh bicara
dalam kamar kecil. Adapun hadits yang mengatakan
bahwa Allah I
membenci hal itu sanadnya tidak
shahih dan tidak jelas. Bunyinya adalah:
“Janganlah
dua orang berbisik-bisik di atas kotoran keduanya. Masing-masing dari keduanya memandang aurat temannya. Sesungguhnya Allah membenci yang demikian
itu.”
Nash ini menunjukkan
haram berbicara dan memandang aurat.
Bukan hanya berbicara saja. Namun tidak ada dalil yang dengan jelas menegaskan haram berbicara dalam kondisi demikian.
Lain halnya dengan
soal memandang aurat, banyak hadits
yang mengharamkannya.
Kemudian saya melihat ada
syahid (hadits pendukung) untuk hadits ini yakni
dari hadtis Ibnu Umar dengan
lafazh serupa itu.
Hadits itu dikeluarkan oleh Ibnul Jarud
dalam Al-Muntaqa (27-28) yang sanadnya
juga hasan.
Kemudian saya melihatnya
pula dalam Fawaid Abdul Raqi
bin Qani (160/1-2). Dia mentakhrijnya
dari dua jalur yang berasal dari Nafi’ dari
Ibnu Umar. Semua perawi mereka tsiqah
dah terkenal. Kecuali gurunya untuk hadits pertama
yaitu Muhammad bin Utsman
bin Abi Syaibah dimana mengenai orang ini ada
sedikit pembicaraan. Sedangkan gurunya di jalur lain yaitu
Muhammad bin ‘Anbasah bin Laqth
Adh-Dhabbi telah disebutkan oleh Al-Khathib (3/39) dan dia juga menyebutkan
haditsnya ini dari jalur Ibnu
Qani’ dari Muhammad bin ‘Anbasah. Dia tidak menyebutkan
adanya cacat di dalamnya. Akan tetapi menutur
****
As-Shahihah Online melalui www.alquran-sunnah.com |