As-Shahihah Daftar Isi >
ETIKA TIDUR DAN BEPERGIAN 60 - 63)
PreviousNext

ETIKA TIDUR DAN BEPERGIAN

 

 

 

٦۰  -   äóåìٰ Úóäö ÇáúæóÍúÏóÉö : Çóäú íóÈöíúÊó ÇáÑøóÌõáõ æóÍúÏóåõ ¡ ÇóæúíõÓóÇÝöÑó æóÍúÏóåõ

“Rasulullah r melarang sendirian, artinya tidur seorang diri dan pergi seorang diri.”

 

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad (2/9), dari Ashim bin Muhammad, dari ayahnya dari Ibnu Umar secara marfu’.

 

Saya berpendapat sanad ini shahih, sesuai dengan criteria Bukhari. Sedangkan perawi-perawinya juga tsiqah dan dipakai oleh Bukhari-Muslim, kecuali Abu Ubaidah Al-Haddad, yang nama aslinya Abdul Wahid bin Washil. Perawi yang disebutkan terakhir ini hanya dipakai oleh Imam Bukhari. Ia seorang perawi tsiqah. Sedang Ashim bin Muhammad adalah putera Zaid bin Umar bin Khattab Al-Umari. Ia meriwayatkan dari Ubadalah (sahabat yang nama aslinya Abdullah, tetapi berbeda nama orang tuanya) yang empat, di antaranya Abdullah bin Umar.

 

Hadits ini juga disebutkan di dalam Al-Mujma’ (8/104) dan diberi komentar: “Hadits itu diriwayatkan oleh Imam Ahmad, sedang perawi-perawinya shahih.”

 

Beberapa ulama juga meriwayatkan hadits tersebut dari Ashim dengan redaksi yang berbeda.

 

 ٦١ -   áóæúíóÚúáóãõ ÇáäøóÇÓõ Ýöì ÇáúæóÍúÏóÉö ãóÇ ÇóÚúáóãõ ãóÇÓóÇÑóÑóÇßöÈñ Èöáóíúáò æóÍúÏóåõ – ÇóÈóÏð - .

 

“Seandainya manusia mengetahui bahaya yang aku ketahui, maka tak akan ada orang yang berjalan sendirian di waktu malam.”

 

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari (2/247), At-Tirmdizi (1/314), Ad-Darimi (2/289), Ibnu Majah (3768), Ibnu Hibban di dalam kitab shaihnya (Mawarid, 1970), Imam Hakim (2/101), Imam Ahmad (2/23,24,86,120), Al-Baihaqi (5/257), dan Ibnu Asakir (8/89/2) melalui jalur Ashim bin Muhammad bin Zaid bin Abdullah bin Umar dari ayahnya, dari Ibnu Umar secara marfu’.

 

Al Hakim berkomentar: “Hadits ini shahih sanadnya.” Sedangkan Adz-Dzahabi juga sependapat dengan peniliaian ini. Sementara Imam Tirmidzi mengatakan: “Hadits ini hasan shahih (tidak jelas antara hasan atau shahih), dan hanya saya ketahu dari Ashim.”

 

Saya berpendapat hadits ini sebenarnya diperkuat oleh saudaranya, Umar bin Muhammad. Imam Ahmad juga mengatakan (2/111-112): Telah meriwayatkan kepada kami Mu’ammal, ia berkata: Telah meriwayatkan kepada kami Umar bin Muhammad. Di tempat lain ia berkata: “Telah meriwayatkan kepada kamu Mu’ammal tanpa menyebut dari Ibnu Umar.”

 

Hadits ini memiliki syahid yang diriwayatkan oleh Jabir dengan tambahan: “Dan tidak akan ada seseorang yang tidur di rumah seorang diri.”

 

Al-haitsami di dalam Al-Mujma’ (8/104) berkata: “Hadits ini diriwayatkan oleh Ath-Thabrani di dalam Al-Ausath. Di dalamnya terdapat Muhammad bin Al-Qasim Al-Asadi yang dinilai tsiqah oleh Ibnu Ma’in dan dianggap dha’if oleh Imam Ahmad dan Imam yang lain. Sedangkan perawi-perawi lainnya tsiqah.

 

Saya melihat, bahwa mengenai Al-Asadi ini, Al-hafizh Ibnu Hajar di dalam At-Taqrib menjelaskan: “Mereka menilainya kadzib (pembohong). Oleh karena itu tidak bisa dipergunakan untuk memperkuat hadits itu.”

 

Tambahan ini berlaku pada beberapa hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar, yaitu hadits sebelumnya. Dan hadits itulah yang dipegangi.

 

 ٦٢  -  ÇóáÑøÇßöÈõ ÔóíúØóÇäñ ÇóáÑøóÇßöÈóÇäö ÔóíúØóÇäóÇäö æóÇáËøóáÇó ËóÉõ ÑóßúÈñ .

 

“Satu orang yang berjalan adalah durhaka. Dua orang yang berjalan adalah durhaka. Tiga orang yang berjalan satu kafilah.”

 

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Malik (2/978/35), Abu Dawud darinya (2807), demikian pula At-Tirmidzi (2/186, 214), Al-Hakim (2/102), Al-Baihaqi (5/267) dan Imam Ahmad (2/186,214) melalui jalur Amer bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya secara marfu’.

 

Sebab wurud hadits itu sebagaimana disebutkan di dalam Al-Mustadrak dan disebutkan pula oleh Al-Baihaqi:

 

Ada seseorang datang dari perjalanan. Lalu Rasulullah r bertanya: “Dengan siapa engaku pergi?”

 

Dia menajawab: “Tak ada seorangpun yang menemaniku.”

 

Rasulullah r bersabda: (Kemudian perawi menyebutkan sabda Nabi SAW di atas).

 

Imam Hakim berkomentar: “Hadits ini shahih sanadnya.” Adz-Dzahabi sependapat dengan penilaian ini. Sedangkan At-Tirmidzi menilai: “Hadits ini hasan.:

 

Saya berpendapat sanadnya hasan, sebab masih ada perawi yang diperselisihkan statusnya, yaitu Amer bin Syu’aib yang mendapatkan hadits dari ayahnya yang mengutip dari kakeknya. Dengan demikian diakui bahwa hadits ini adalah hasan. Penjelasannya bisa dilihat di dalam Shahih Abu Dawud (hadits no. 124).

 

Hadits ini mengandung pengharaman berjalan sendirian. Demikian pula jika ada seorang teman. Sabda Nabi r: Syaithan berarti ashin (orang yang berdurhaka), sebagaimana firman Allah: “manusia dan jin yang durhaka”, seperti dikatakan oleh Al-Mundziri. Imam Ath-Thabrani dalam hal ini berkata:

 

“Hal ini semata-mata hanya tuntunan etis, karena orang yang berjalan sendiri kadang-kadang merasa gelisah. Jadi tidak menunjukkan diharamkannya perbuatan itu. Orang yang berjalan seorang diri di gurun atau padang pasir dan orang yang berada di rumah seorang diri tidak bisa terlepas dari rasa gelisah. Lebih-lebih jika ia memiliki pikiran-pikiran buruk atau mental yang lemah. Dalam hal ini antara orang yang satu dengan lainnya memang tidak sama, sehingga secara umum menyendiri itu dimakruhkan. Sedangkan orang yang berdua makruhnya lebih ringan dari yang sendirian. Hal ini dijelaskan oleh Al-Manawi di dalam Al-Faidh.

 

Saya berpendapat, kemungkinan yang dimaksudkan oleh Al-Hadits adalah berjalan seorang diri (atau berdua) di tengah belantara atau di tengah gurun yang jarang dijumpai adanya manusia. Dengan demikian perjalanan seseorang pada zaman sekarang ini yang penuh dengan keramaian tidak masuk di dalam hadits tersebut. Apalagi sarana transportasi sudah tidak sedikit lagi.

 

Hadits ini juga mengandung penolakan terhadap sikap kaum sufistik yang suka keluar di padang pasir atau di tempat lain yang sunyi seorang diri, dengan maksud menyelami arti kehidupan dan untuk membersihkan jiwa. Mereka rela mati dalam keadaan lapar dan diduga bahkan dalam keadaan payah seperti itu, mereka masih saja menolak uluran tangan orang lain, seperti bisa dilihat dalam biografi mereka. Ketahuilah bahwa sebaik-baik petunjuk adalah yang dibawa oleh Nabi r.

 

٦٣  -    ÊóÈóÇ íóÚõæúäöìú Úóáóì ÇáÓøóãúÚö æóÇáØøóÇÚóÉö Ýöì ÇáäøöÔóÇØö æóÇáúßóÓóáö æóÇáäøóÝóÞóÉö Ýöì ÇáúÚõÓúÑö æóÇáúíõÓúÑö ¡ æóÚóáóì úáÇóãúÑö ÈöÇáúãóÚúÑõæúÝö æóÇáäøóåúìö Úóäö ÇáúãõäúßóÑö ¡ æóÇóäú ÊóßõæúáõæúÇ Ýöì Çﷲö ¡ áÇóÊóÎóÇÝõæúäó Ýö ÇﷲöáóæúãóÉó áÇóÁöãò ¡ æóÚóáìٰ Çóäú ÊóäúÓõÑõæúäöìú ¡ ÝóÊóãúäóÚõæúäöìú ÇöÐó ÞóÏöãúÊõ Úóáóíúßõãú ãöãøóÇ ÊóãúäóÚõæúäó ãöäúåõ ÇóäúÝõÓõßõãú æóÇóÒúæóÇÌõßõãú æóÇóÈúäóÇÁõßõãú æóáóßõãõ ÇáúÌóäøóÉõ

 

“Berbaiatlah kepadaku untuk selalu mendengar (tunduk) dan taat, baik ketika sedang bersemangat atau lesu; dan selalu memberikan najhah baik ketika dalam kesulitan maupun dalam keadaan lapang, memerintahkan yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar, tidak takut terhadap bagaimana tanggapan orang lain ketika berbakti kepada Allah; dan senantiasalah membantuku, janganlah yang menolak ketika aku datang dengan suatu kepentingan untuk kalian sendiri, isteri kalian dan anak kalian enggan menerimanya padahal; untuk kalian adalah surga (jika menerimanya).”

 

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad (3/322, 323-339) dari beberapa jalur, dari Abdullah bin Utsman bin Khaitsam dari Abuz-Zubair Muhammad bin Muslim, bahwa ia meriwayatkannya dari Jabir, ia berkata:

 

“Rasulullah r berada di Makkah selama sepuluh tahun. Beliau melakukan pendekatan kepada masyarakat dengan mendatangi rumah-rumah mereka, di pasar, maupun di tempat-tempat lain. Beliau berkata: “Siapa yang akan mengikutiku? Siapa yang mau membantuku sehingga aku dapat menyampaikan risalah dengan baik? Sungguh ia akan mendapatkan surga.” Kemudian berduyun-duyun orang dari Yaman dan Madhar. Mereka berkata: “Hati-hatilah dengan pemuda dari Quraisy ini, jangan sampai engaku terperdaya olehnya.” Nabi r tetap berjalan di antara rumah mereka. Mereka menunjuki Nabi r dengan jari mereka. Kemudian kami diperintahkan oleh Allah untuk memulai dakwah dari Yatsrib. Beberapa saat kemudian kami kesana dan mulanya ada seseorang yang menyatakan dirinya masuk Islam. Nabi r membacakan Al-Qur’an kepadanya. Kemudian anggota keluarganya pun banyak yang masuk Islam karenanya, dan hal ini terus berkembang hingga Islam menjadi agama yang tidak asing lagi. Singkat cerita tatkala kami meninggalkan Rasulullah r seorang diri di pegunungan Makkan, beliau merasa khawatir. Lalu kami, sekitar tujuh puluh ribu orang, menghadap beliau pada suatu musim. Kami sepakat untuk berkumpul di lereng Aqabah. Satu persatu kami menghadap beliau. Lalu kami berkata: “Wahai Rasul, kami ingin berbai’at kepadamu.” Beliau menjawab: (perawi menyebutkan sabdanya di atas).

 

Jabir melanjutkan penuturannya: “Kemudian kami berdiri di hadapan beliau untuk berbai’at bersama. Nabi r memegang tangan Ibnu Zurarah, seorang yang paling muda di antara kami. Lalu Zurarah berseru: “Tunggu wahai penduduk Yatsrib, saya tidak berbohong, sungguh beliau ini adalah Rasul Allah, dan beliau keluar (kemari) adalah karena ingin memisahkan diri dari seluruh penduduk Makkah, berperang melawan pembesar-pembesar mereka dan senantiasa memanggul senjata. Adakalanya kalian akan bersabar melakukan semua itu dan Allah-lah yang akan memberikan balasannya kepada kalian; ada kalanya kalian akan merasa takut melakukannya, yang merupakan alasan bagi Allah I untuk tidak memberikan pahala kepada kalian.” Mereka berkata: “Maafkan kami wahai Sa’d, kami tidak akan meninggalkan bai’at ini dan tidak akan melepaskannya sampai kapan pun.” Setelah kami berbai’at, Nabi r menjanjikan surga sebagai balasan dari Allah I.”

 

Saya berpendapat, sanad hadits ini sesuai dengan syarat (kriteria) yang ditentukan oleh Muslim. Akan tetapi Ibnu Zubair mempertanyakan sebagian sanad hadits itu. Sedang Ibnu Katsir dalam tarikhnya Al-Bidayah wan-Nihayah (3/159-160) menjelaskan:

 

“Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dan Ahmad. Sanadnya bagus sesuai dengan kriteria Muslim. Tetapi para ulama tidak mentakhrijnya.”

 

Di dalam Mustadrak (2/624-625) saya melihat penilaian yang senada: “Hadits ini shahih sanadnya dan mencakup secara tuntas tentang bai’at Al-‘Aqabah.” Adz-Dzahabi juga sependapat dengan peniliain ini. Ia meriwayatkan bagian akhir hadits dari jalur lain bersumber dari Jabir dan berkata: “Hadits ini shahih sesuai dengan kriteria Imam Muslim.”

 

 

****

 

 

 

 

 

 


As-Shahihah Online melalui www.alquran-sunnah.com