As-Shahihah Daftar Isi >
QADAR DAN HADITS TENTANG DUA GENGGAMAN (46 - 50)
PreviousNext

QADAR DAN HADITS TENTANG DUA GENGGAMAN

ADALAH BENAR

 

 

 

٤٦ -  åٰÄõáÇóÁö áöåٰÐöå æóåٰÄõáÇóÁö áöåٰÐöå

 

“Mereka ini ke surga, dan mereka itu ke neraka.”

 

Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Mukhlish di dalam Al-Fawa’id Al-Muntaqat (juz 1/34/2) dan Ath-Thabrani di dalam Al-Mu’jam Ash-Shaghir (hal. 73) dari hadits Ibnu Umar secara marfu’, dengan tambahan:

 

ÝÊÝÄÞ ÇáäÇÓ æåã áÇ íÎÊáÝæä Ýì ÞÏÑ

 

(Lalu manusia saling berpencar. Mereka tidak berbeda dalam menerima qadar). Sanad hadits ini shahih.

 

٤٧ -   Çöäøó ÇﷲóÚóÒøó æóÌóáøó ÞóÈóÖó ÞóÈúÖóÉð ÝóÞóÇáó : Ýöì ÇáÌøäøóÉö ÈöÑóÍúãóÉö ¡ æóÞóÈóÖó ÞóÈúÖóÉð ÝóÞóÇáó Ýöì ÇáäøóÇÑö æóáÇó ÇõÈóÇáöìú .

 

“Sesungguhnya Allah Azza Wa Jalla menggenggam segenggam (tanah) lalu berfirman: “Di surga karena rahmat-Ku”, dan menggenggam genggaman (lain) lalu berfirman: “Di neraka, dan Aku tidak akan menghiraukannya.”

 

Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Ya’la di dalam Musnadnya (171/2), Al-‘Uqaili di dalam Adh-Dhu’afa (hal. 93), Ibnu Addi di dalam Al-Kamil (66/2), dan Ad-Daulabi di dalam Al-Asma Wal-Kuna (2.48) dari hadits Al-Hakam bin Sinan, dari Tsabit dari Anas secara marfu’. Ibnu Addi menuturkan: “Sebagian riwayat Al-Hakam bin Sinan tidak bisa dikuatkan.” Sementara Al-‘Uqaili juga memberikan penilaian yang senada.

 

Saya berpendapat: Hadits ini benar-benar bisa dikuatkan hingga menjadi shahih. Al-‘Uqaili juga mengisyaratkan hal itu dengan perkataannya: “Tidak sedikit hadits tentang adanya dua genggaman ini diriwayatkan dengan sanad yang baik.”

 

Berikut ini akan saya sebutkan hadits-hadits itu:

 

٤٨ -  Çöäøó Çﷲó ÚóÒøó æóÌóáøó ÎóáóÞó ÇٰÏóãó Ëõãøó ÇóÎóÐó ÇáÎóáúÞó ãöäú ÙóåúÑöåö æóÞóÇáó : åٰÄõáÇóÁö Çöáóì ÇáúÌóäøóÉö æóáÇó ÇõÈóÇáöì ¡ æó åٰÄõáÇóÁö Çöáóì ÇáäøóÇÑö æóáÇóÇõÈóÇáöì ¡ ÝóÞóÇáó ÞóÁöáñ : íóÇ ÑóÓõæúáõ ÇﷲöÝóÚóáìٰ ãóÇ ÐóÇ äóÚúãóáõ ¿ ÞóÇáó : Úóáìٰ ãóæóÞöÚö ÇáúÞóÏúÑö .

 

“Allah I menciptakan Adam. Kemudian menciptakan mahluk dari punggung Adam lalu berfirman: “Mereka ini ke surga dan Aku tidak akan memperdulikannya, dan mereka itu ke neraka sedang Aku tidak akan memperdulikannya pula. Kemudian ada seorang yang menginterupsi: “Wahai Rasul, kalau begitu atas dasar perwujudan qadar.”

 

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad (4/186), Ibnu Sa’ad di dalam Ath-Thabaqat (1/30, 7/417), Ibnu Hibban di dalam kitab Sahabih-nya, Al-Hakim (1/31) dan Al-Hafizh Abdul Ghani Al-Maqdisi di dalam hadits ke sembilan puluh tiga dalam kitab Tarikh-nya (4/12) melalui jalur Imam Ahmad dari Abdurrahman bin Qatadah As-Sulami, seorang sahabat Rasulullah e secara marfu’. Dalam hal ini Al-Hakim mengatakan: “Hadits ini shahih.” Hal ini sesuai pula dengan penilaian Adz-Dzahabi.

 

٤٩  -   ÎóáóÞó Çﷲõ ÇٰÏóãó Íöíúäó ÎóáóÞóåõ ÝóÖóÑóÈó ßóÊöÝóåõ Çáúíõãúäٰì ÝóÇóÎúÑóÌó ÐõÑøö íøóÉð ÈóíúÖóÇÁóßóÇóäøóåõãõ  ÇÐóÑøõ ¡ æóÖÖÇÑóÈó ßóÊöÝóÉõ ÇáíõÓúÑٰì ÝóÇóÎúÑóÌó ÐõÑøö íøóÉð ÓóæúÏóÇÁóßóÇóäøóåõãõ ÇáúÍõãóãõ ¡ ÝóÞóÇáó áöáøóÐöìú Ýöìú íóãöíúäöå : Çöáóì ÇáúÌóäøóÉö æóáÇóÇõÈóÇáöìú ¡ æóÞóÇáó áöáøóÐöìú Ýöìú ßóÊöÝöåö ÇáúíõÓúÑóì : Çöáóì ÇáäøóÇÑö æóáÇóÇõÈóÇáöìú .

 

“Allah I menciptakan Adam. Ketika itu Dia lalu menepuk bahu kanannya. Kemudian Dia mengeluarkan keturunan yang putih bagai debu yang berterbangan. Setelah itu menepuk bahu kirinya, lalu Dia mengeluarkan keturunan yang hitam pekat seperti arang. Dia berfirman kepada yang ada di sebelah kanannya: “Ke surga, dan Aku tidak perduli.” Dan berfirman kepada yang ada di sebelah kirinya: “Ke neraka dan Aku tidak perduli.”

 

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan puteranya di dalam Zawa’idul Musnad (6/441) dan Ibnu Asakir di dalam Tarikh Dimasqi  (juz 15/136/1).

 

Saya berpendapat: Sanad hadits ini Shahih.

 

٥۰ -   Çöäøó Çﷲó ÊóÈóÇÑóßó æóÊóÚóÇáìٰ ÞóÈóÖó ÞóÈúÖóÉð Èöíóãöíúäöåö ÝóÞóÇáó åٰÐöå áöåٰÐöå æóáÇóÇõÈóÇáöìú ¡ æóÞóÈóÖó ÞóÈúÖóÉð ÇõÎúÑٰì íóÚúäöìú ÈöíóÏöåö ÇúáÇõÎúÑٰì ¡ ÝóÞóÇáó : åٰÐöå áöåٰÐöå æóáÇóÇõÈóÇáöìú

 

“Allah I menggenggam satu genggaman dengan ‘tangan kanan’-Nya lalu berfirman: “Ini untuk ini Aku tidak perduli”. Lalu menggenggam satu genggaman dengan ‘tangan’-Nya yang lain, yakni ‘tangan kiri’-Nya dan berfirman: “Ini untuk ini dan Aku tidak perduli.”

 

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad (55/68) dari Abu Nadhar yang menuturkan:

 

Ada seorang sahabat Rasul yang sakit, sehingga sahabat-sahabatnya yang lain menjenguknya. Lalu orang itu menangis tersedu. Ia ditanya: “Apa yang membuatmu menangis, wahai Abdullah? Bukankah Nabi e telah bersabda kepadamu: “Ambillah orang yang memberi minum kepadamu, lalu tetapkanlah dia, sehingga engkau bertemu denganku.” Ia menjawab: “Benar, tetapi aku mendengar Beliau bersabda: (kemudian ia menuturkan apa yang disabdakan Nabi e sepert di atas, dan akhirnya ia berkata:) Saya tidak tahu termasuk genggaman mana saya ini.”

 

Sanad hadits ini shahih.

 

Hadits yang senada diriwayatkan oleh Abu Musa terdapat di dalam Haditsu Luwain (1/26). Di dalamnya terdapat Rub bin Al-Musayyab. Ia seorang yang shawailih (agak baik), seperti yang dikemukakan oleh Ibnu Ma’in.

 

Perlu diketahui, bahwa motivasi pentakhrijan dan penuturan beberapa sanad hadits ini adalah:

 

Pertama: Seorang tokoh bernama Asy-Syaikh Muhammad Thahir Al-Fathani Al-Hindi menyebutkan hadits itu di dalam kitabnya Tadzkiratul Maudhu’at (hal. 12), dengan menilainya: “Hadits ini mudhtharib sanadnya (simpang siur sanadnya dan tidak jelas mana yang benar). Saya sendiri tidak tahu, apa alasannya dalam menilai seperti itu. Sebab seperti telah saya sebutkan semua sanad hadits itu shahih, tak ada kerancuan sedikit pun, baik di dalam sanad maupun matannya. Kemungkinan itu terjadi karena dia salah paham karena adanya hadits lain yang mengandung kerancuan dan bukan hadits itu, atau terlihat hadits senada lainnya yang mudhtharib tetapi tidak melakukan penelitian lebih lanjut terhadap hadits yang sama, yang nilainya shahih.

 

Kedua: Tidak sedikit orang yang mengira bahwa hadits-hadits ini - dan hadits-hadits lain yang senada - memberikan pengertian bahwa manusia itu majbur (dipaksa) di dalam melakukan semua aktivitasnya sejak zaman azali dan sebelum diciptakannya surga dan neraka. Ada pula yang mengira bahwa masalah ini diserahkan sepenuhnya kepada Allah I. Orang yang kebetulan diciptakan dari genggaman kiri, maka ia akan menjadi penghuni neraka.

 

Menghadapi permasalahan tersebut, terlebih dahulu harus mengetahui bahwa Allah I tidak menyerupai sesuatu pun, baik zat maupun sifat-Nya. Jika Dia membuat mahluk dari genggaman, maka hal itu dilaksanakan-Nya dengan ilmu, keadilan dan kebijaksanaan-Nya. Dia menciptakan mahluk dari genggaman ‘Tangan Kanan-Nya’ bagi orang yang telah diketahui-Nya akan menaati-Nya. Sedangkan dari genggaman ‘Tangan Kiri-Nya’ Dia menciptakan mahluk yang Dia ketahui akan mendurhakai-Nya. Tidak mungkin Dia menciptakan mahluk yang diketahui-Nya akan menaati-Nya dari genggaman ‘Tangan Kiri-Nya’. Begitu juga sebaliknya. Bukankah Allah telah berfirman:

 

ãóÇ áóßõãú ßóíúÝó ÊóÍúßõãõæäó . Ãóãú áóßõãú ßöÊóÇÈñ Ýöíåö ÊóÏúÑõÓõæäó

 Maka apakah patut Kami menjadikan orang-orang Islam itu sama dengan orang-orang yang berdosa (orang kafir)? Mengapa kamu (berbuat demikian): bagaimanakah kamu mengambil keputusan?” (QS Al-Qalam : 35-36)

 

Perlu diketahu pula, bahwa masing-masing genggaman itu tidak menyiratkan paksaan bagi manusia untuk menjadi penghuni surga atau neraka. Tetapi hal itu merupakan ketetapan dari Allah akan adanya keimanan yang muncul dari mereka sebagai penyebab masuknya mereka ke surga, dan munculnya kekafiran dari mereka (yang kiri) sebagai penyebab masuknya mereka ke neraka. Keimanan dan kekafiran merupakan dua hal yang ikhtiari (bebas memilihnya). Allah I T tidak pernah memaksa kepasa seorang pun untuk memilih salah satunya sebagaimana firman-Nya:

 

æóÞõáö ÇáúÍóÞõø ãöäú ÑóÈöøßõãú Ýóãóäú ÔóÇÁó ÝóáúíõÄúãöäú æóãóäú ÔóÇÁó ÝóáúíóßúÝõÑú ÅöäóøÇ ÃóÚúÊóÏúäóÇ áöáÙóøÇáöãöíäó äóÇÑðÇ ÃóÍóÇØó Èöåöãú ÓõÑóÇÏöÞõåóÇ æóÅöäú íóÓúÊóÛöíËõæÇ íõÛóÇËõæÇ ÈöãóÇÁò ßóÇáúãõåúáö íóÔúæöí ÇáúæõÌõæåó ÈöÆúÓó ÇáÔóøÑóÇÈõ æóÓóÇÁóÊú ãõÑúÊóÝóÞðÇ ( ÇáßåÝ : ٢٩ )

Dan katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barang siapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir". Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang-orang lalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.” (QS Al-Kahfi : 29)

 

Inilah pendukung yang telah kita ketahui dengan jelas. Sebab seandainya tidak demikian, maka adanya pahala dan siksa tentu merupakan permainan yang tiada guna. Sungguh Allah Maha Suci dari semua itu.

 

Yang paling disayangkan, adalah munculnya fatwa dari para tokoh, bahwa manusia sama sekali tidak mempunyai kehendak maupun kemampuan untuk menwujudkan kehendaknya itu. Manusia hanya hidup dalam keadaan dipaksa penuh. Bahkan mereka juga meyakini bahwa Allah sesuka-Nya berbuat dzalim kepada hamba-Nya. Padahal Allah I jelas telah memerikan penegasan bahwa Dia tidak akan berbuat aniaya sedikitpun, seperti dijelaskan di dalam hadits Qudsi, yaitu:

 

Çöäøö ÍóÑøóãúÊõ ÇáØøõáúãó Úóáìٰ äóÝúÓöìú

“Sesungguhnya Aku mengharamkan diri-Ku sendiri untuk berbuat aniaya.”

 

Jika mereka merasa terdesak oleh dalil ini, biasanya mereka segera berargumen dengan firman Allah I:

 

áÇó íõÓúÃóáõ ÚóãóøÇ íóÝúÚóáõ æóåõãú íõÓúÃóáõæäó ( ÇáÇäÈíÇÁ :٢٣)

“Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya, dan merekalah yang akan ditanyai.” (QS Al-Anbiyaa : 23)

 

Dengan dalil itu mereka meyakini bahwa Allah I bisa saja berbuat aniaya, tetapi tidak akan dimintai pertanggungjawaban! Maha Suci Allah dari apa yang mereka tuduhkan itu. Mereka tidak menyadari bahwa jika ayat itu mereka pahami dengan kerangka pemahaman seperti itu, maka justru akan menjerumuskan mereka sendiri. Sebab arti yang sebenarnya dari ayat itu, sebagaimana dikemukakan oleh Ibnul Qayyim dan yang lain, adalah bahwa Allah I bertindak atas dasar kebijaksanaan dan keadilan-Nya. Oleh karena itu, semua keptusan-Nya jelas tidak perlu dipertanyakan. Asy-Syaikh Yusuf Ad-Dajawi mempunyai sebuah risalah berharga tentang penafsiran ayat ini. Barangkali materinya juga diambil dari Ibnul Qayyim. Silahkan anda periksa.

 

Memang kesan yang timbul dari hadits di atas kadang-kadang justru merubah arti yang sebenarnya. Karena itu para pembaca sebaiknya saya silahkan saja untuk kembali melihat kitab-kitab lain yang lebih banyak mengulas tentang persoalan yang membahayakan tersebut. Di antaranya seperti kitab Ibnul Qayyim atau kitab-kitab lain yang ditulis oleh gurunya Syaikh Ibnu Taimiyah yang memuat bagian-bagian penting tentang persoalan di atas.

 

****


As-Shahihah Online melalui www.alquran-sunnah.com