As-Shahihah Daftar Isi >
SHALAT SEBELUM MATAHARI TERBENAM (200)
PreviousNext

SHALAT SEBELUM

MATAHARI TERBENAM

 

 

 

٢٠٠ - äóåóì Úóäö ÇáÕøóáÇóÉö ÈóÚúÏó ÇáúÚóÕúÑö ÅöáÇøó æóÇáÔøóãúÓõ ãõÑúÊóÝöÚóÉñ

          “Nabi r melarang shalat setelah Ashar kecuali matahari masih tinggi.”

 

Hadits ini tclah dinwayatkan oleh Abu Dawud (1/200). An-Nasa'i (1/97) dan dan An-Nasa"i, Ibnu Hazem meriwayatkannya dalam Al-Mahah (3/31), juga Abu Ya'la dalam Musnad (1/119), Ibnu Hibban dalam Shahih-nya (627, 622), Ibnul Jarud dalam Al-Muntaqi' (281), Al-Baihaqi (2/458), Ath-Thayalisi (1/75 dan ) Tardb-nya), Ahmad (1/129, 141), Al-Mahamili dalam Al-Amali (3/95/1) dan Adh-Dhiya' dalam Al-Amaii (3/95/1) dan Adh-Dhiya' dalam Al-Ahadits Al-Mukhtarah (1/258, 259) dari Al-Hilal bin Yusaf dari Wahab bin Al-Ajda' dari Ali t dengan riwayat marfu".

 

Ibnu Hazem dalam hal itu berkata: "Wahab bin Al-Ajda' adalah tabi'i, tsiqah dan masyhur. Semua perawi mengenalnya. Dia merupakan tambahan yang adil yang tidak boleh ditinggalkan."

 

Di tempat lain Ibnu Hazem menjelaskan (2/271) mengenai keshahihan hadits ini dari Ali t tidak diragukan lagi. Oleh karenanya Al-Hafizh Al-Iraqi dalam Tharhut-Tatsrib (2/187) dan diikuti oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Al-Fath (2/50), mengatakan: "Hadits ini sanadnya shahih."

 

Sedangkan Al-Baihaqi membuat catatan tersendiri. yaitu: "Wahab bin Al-Ajda' bukanlah dari perawi-perawi yang dipakai oleh Bukhari-Muslim."

 

Saya bertanya-tanya, apakah untuk syarat shahihnya hadits itu harus dengan perawi-perawi Bukhari-Muslim'' Apakah keduanya tidak pernah menilai shahih terhadap hadits-hadits yang ada di luar kitabnya yang tidak menggunakan perawi-perawi mereka?

 

Al-Baihaqi selanjutnya juga mengatakan: "Hadits ini cuma satu Sedang di luar itu banyak hadits yang melarang melakukan shalat sampai menjelang terbenamnya matahan. Oleh karena itu sebaiknya hadits ini dipelihara."

 

Saya juga demikian, keduanya harus dipelihara. Meskipun hadits-hadits yang banyak diriwayatkan orang lebih kuat. Akan tetapi bukanlah prinsip orang ahli ilmu jika menolak hadits kuat hanya karena berbeda dengan hadits yang lebih kuat yang sebenarnya bisa disatukan. Demikian pula dalam hal ini. Sesungguhnya hadits ini menguatkan hadits-hadits lain yang diisyaratkan oleh Al-Baihaqi. Seperti sabda Nabi r:

 

æóáÇó ÕóáÇóÉó ÈóÚúÏó ÇáúÚóÕúÑö ÍóÊøٰì ÊóÛúÑõÈó ÇáÔøóãúÓõ

          “Tidak ada shalat setelah Ashar hingga terbenam matahari.”

 

Hadits ini mutlaq. Diperkuat oleh hadits Ali t. Inilah yang diisyaratkan oleh Ibnu Hazem dengan perkataannya terdahulu yakni: "Ini tambahan yang adil, tidak boleh ditinggalkan." Kemudian Al-Baihaqi juga mengatakan: "Sungguh dari Ali t juga telah diriwayatkan hadits yang berbeda dengan ini disamping juga yang senada."

 

Kemudian Adh-Dhiya" menyebutkannya dalam Al-Mukhiarah (l/175) dari jalur Sufyan yang menuturkan: "Telah mengabarkan kepadaku Abu Ishaq dari Ashim bin Dhamrah dari Ali t yang menceritakan;

 

"Rasulullah r senantiasa shalat dua raka 'at sehabis shalat wajib, kecuali fajar dan Ashar."

Saya berpendapat: Ini sama sekali tidak bertentangan dengan hadits yang pertama. Karena hanya menjelaskan bahwa Nabi r tidak melakukan shalat dua rakaat setelah shalat Ashar. Sedangkan hadits yang pertama tidak menetapkan hal itu, namun bukan berarti bertentangan. Hadits yang pertama itu hanya menunjukkan boleh shalat setelah Ashar selama matahari belum menguning (hampir terbenam). Di samping itu seperti telah dimaklumi, tidak setiap perilaku Nabi ditetapkan kebolehannya dengan dalil syara’,

Memang ada dari Ummu Salamah dan Aisyah t bahwa Nabi r shalat sunnat ba'diyyah Zhuhur dua raka’at justru setelah shalat Ashar. Aisyah menceritakan: "Sesungguhnya Nabi r membiasakannya sejak itu." Ini tentunya bertentangaan dengan hadits Ali yang kedua. Namun untuk mengompromikannya mudah. Masing-masing biarkan saja bercerita sesuai dengan yang diketahui. Dan orang yang tahu akan membantah kepada orang yang tidak tahu. Akan tampak jelas bahwa Ali t tahu apa yang terjadi setelah peristiwa yang dilihatnya dari sebagian sahabat, sesuatu yang dinafikannya dalam hadits ini. Padahal sesungguhnya Nabi r memang melakukan shalat setelah Ashar. Dalam hal ini Al-Baihaqi mengatakan:

 

"Adapun yang tepat adalah apa yang telah saya kabarkan...." Kemudian dia menyebutkannya dan jalur Syu'bah dari Abi Ishaq dari Ashim bin Dhamrah, yang menceritakan:

 

"Kami bersama Ali t dalam suatu perjalanan. Dia shalat Ashar bersama kami dua rakaat. Kemudian dia masutk ke kemahnya dan aku melihatnya lalu dia shalat dua rakaat-"

Hadits ini mencentakan bahwa Ali t melakukan sesuatu yang diper-bolehkan dalam hadits pertama.

 

Ibnu Hazem (3/4) juga meriwayatkan dari Bilal, muadzin Rasulullah r yang menceritakan:

 

"(Beliau) tidak melarang shalat kecuali ketika terbenam matahari. "

Saya menilai: Hadits ini sanadnya shahih. Hadits ini merupakan syahid (pendukung) yang kuat bagi hadits Ali t.

 

Adapun dua rakaat setelah Ashar. Ibnu Hazem telah menyebutkan suatu pendapat dari segolongan sahabat tentang dianjurkannya shalat dua rakaat. Siapa yang berminat silakan menelitinya.

 

Adapun mengenai apa yang telah ditunjukkan oleh hadits yakni boleh shalat, meskipun sunnat, setelah Ashar dan sebelum matahari menguning, sepatutnya dipegangi. Dalam masalah ini memang banyak pendapat. Dan mengenai kebolehan shalat setelah shalat Ashar tersebut adalah pendapat yang dipilih oleh Ibnu Hazem mengikuti Ibnu Umar t, sebagaimana disebutkan oleh Al-Hafizh Al-Iraqi dan lainnya. Jadi janganlah kita keliru dalam soal ini. seperti kebanyakan orang, di mana mengatakan bahwa hal ini menyalahi sunnah.

 

Kemudian saya juga menemukan jalur lain bagi hadits ini. Yakni dari Ali t dengan lafazh:

"Janganlah kamu bershalat setelah Ashar, kecuah jika matahari masih tinggi."

 

Hadits ini ditakhrij oleh Imam Ahmad (1/130): "Telah bercerita kepadaku Ishaq bin Yusuf: "Telah memberi kabar kepadaku Sufyan dari Abu Ishaq dan Ashim dari Ali t dan Nabi r yang bersabda; (kemudian menyebutkan hadits ini)."

 

Saya berpendapat: Hadits ini sanadnya jayyid. Semua perawinya tsiqah, yakni para perawi Bukhari-Muslim. Kecuali Ashim, dia adalah Ibnu Dhamrah As-Saluli, namun la terpercaya, seperti keterangan dalam At-Taqrib.

Saya berpendapat: Jalur ini bagi hadits tersebut cukup kuat. Apalagi berasal dan jalur Ashim yang meriwayatkan dari Ali pula. bahwa Nabi r tidak melakukan shalat setelah Ashar. Kemudian dan sisi riwayat ini Al-Baihaqi menilai hadits tersebut dan ternyata kami menemukan satu hadits serupa yang juga berasal dan ]alur Ashim. Alhamdulillah. Kemudian saya menemukan lagi satu syahid (hadits pendukung) yang bagus dari hadits Anas. Bisa diperiksa pada nomor: 308.

 

***

 

 

 


As-Shahihah Online melalui www.alquran-sunnah.com