Di zaman sekarang ini, banyak wanita, kaum Muslimah, yang kehilangan suri tauladan. Betapa banyak diantara kita yang menjadikan orang-orang fasik sebagai contoh dalam kehidupan, atau paling tidak yang paling sering kita baca dan dengar kisahnya, menyebut mereka sebagai bintang. Padahal dari kisah-kisah Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah, ada banyak tokoh wanita yang patut dijadikan suri tauladan. Merekalah bintang yang sesungguhnya.
Dimana posisi kita dibandingkan dengan Masyitha, wanita tukang sisir puteri Fir’aun, yang tetap teguh menyaksikan anak-anaknya satu persatu dimasak ke dalam minyak panas untuk membuat dirinya berpaling dari tauhid kepada Allah, hingga akhirnya dia dan bayinya beserta seluruh anaknya mati dalam siksaan Fir’aun itu? Pada saat ini, kita hanya sekedar mendengarkan cemoohan orang-orang bodoh dan benci terhadap ajaran Islam, yang mengatakan bahwa mengenakan Jilbab adalah tanda keterbelakangan, kita menjadi malu dan rela menaggalkan hijab dan membuka aurat, padahal kita juga menginginkan surga!
Dimana posisi kita dibandingkan dengan Asiah, sang Ratu isteri Fir’aun, yang rela meninggalkan kedudukannya sebagai wanita utama di dunia, di kerjaan seseorang yang paling berkuasa saat itu, dengan tabah menjalani siksaan yang begitu pedih untuk memeprtahankan aqidahnya, hanya berharap kepada Allah untuk menjadikannya pemilik rumah di Surga. Sedangkan kita pada saat ini, hanya sekedar menampakkan agama dan menjalankan sunnah Nabi shallallahu alaihi wasallam pun kita malu, dan bahkan mencemooh orang-orang yang teguh di atas sunnah Nabi shallallahu alaihi wasallam. Padahal kita juga mengharapkan Surga!
(Apakah) perumpamaan (penghuni) jannah yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa yang di dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tiada berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari air susu yang tidak berubah rasanya, sungai-sungai dari khamar yang lezat rasanya bagi peminumnya dan sungai-sungai dari madu yang disaring... (Muhammad:15)
Judul asli: Al Jannah
Penulis : Syaikh Muhammad Isham bin Mar'I rahimahullah
Fisik : Buku sedang, softcover, 100 halaman
Jannah Alloh 'azzawajalla, istilah yang tidak asing lagi dalam benak kita, di dalamnya terdapat seluruh kenikmatan, kebaikan dan kebahagiaan. Tiada kesedihan, kekecewaan dan keburukan, hingga mencapai kenikmatan tertinggi di dalamnya yaitu melihat Alloh 'azzawajalla, Rabb semesta alam tanpa hijab.
Dalam ayal kita, Jannah adalah tempat meraup segala macam kenikmatan, hingga ada yang menyebutnya 'Dunia Kenikmatan Abadi'. Pada beberapa konteks dijelaskan bahwa Jannah adalah kenikmatan yang belum pernah dilihat oleh kasat mata, terdengar oleh telinga dan terbersit dalam benak manusia. Namun sesederhana itukah?
KHUTBAH PERTAMA
إِنَّ الْحَمْدَ لِلهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَه وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمَّدٍ
وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، أَمَّا بَعْدُ:
Ma’asyiral muslimin yang mudah-mudahan senantiasa dirahmati Allah Subhanahu wa Ta’ala,
Segala puji kita panjatkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, Rabb yang mencipta, menguasai dan mengatur alam semesta. Kita senantiasa memuji Allah Subhanahu wa Ta’ala karena keagungan dan kesempurnaan-Nya, serta karena keadilan hukum-hukum-Nya dan hikmah yang ada di balik ketentuan-ketentuan-Nya.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Marilah kita sentiasa menjaga diri kita dari adzab api neraka. Yaitu dengan menjalankan perintah-perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Terlebih perintah yang paling besar yaitu tauhid, dan larangan yang paling besar yaitu berbuat syirik. Karena pentingnya hal ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan tauhid sebagi perintah yang pertama di dalam Al-Qur`an. Yaitu di dalam firman-Nya:
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Wahai manusia, beribadahlah kepada Rabbmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa.” (Al-Baqarah: 21)
Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala mengiringkan perintah tauhid ini dengan larangan yang pertama di dalam Al-Qur`an, yaitu perbuatan syirik. Hal ini sebagaimana dalam firman-Nya:
فَلاَ تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Maka, janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah padahal kamu mengetahui.” (Al-Baqarah: 22)
Hadirin jamaah jum’ah rahimakumullah,
Sungguh merupakan pemandangan yang sangat memprihatinkan, ketika kita dapati ternyata banyak di antara kaum muslimin yang masih melakukan perbuatan syirik ini. Di antara perbuatan syirik yang dilakukan oleh sebagian kaum muslimin adalah menjadikan orang-orang yang sudah meninggal dunia sebagai perantara dalam meminta kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, sehingga iapun meminta dan berdoa kepadanya. Sebagian mereka menganggap bahwa perbuatan yang mereka lakukan bukanlah syirik. Karena mereka menyangka bahwa syirik adalah beribadah kepada patung. Sementara mereka berdoa kepada orang yang dianggap shalih yang telah meninggal dunia, dan itupun hanya sebatas menjadikan mereka sebagai perantara. Tidak meyakini bahwa orang shalih yang telah meninggal tersebut bisa menghilangkan kesulitan atau mengabulkan apa yang mereka butuhkan. Bahkan mereka meyakini bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala sajalah satu-satunya pencipta, penguasa dan pengatur alam semesta.
Selengkapnya: Khutbah Jum'at: Makna dan Kandungan La Ilaha Illallah
Halaman 153 dari 211