Hukum Takbir Jama'i

Informasi Artikel ini:
Penulis: admin-alquransunnah
Dipublikasikan: 06 November 2010
Dibaca: 6295

Oleh : Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz

Saya telah menelaah apa yang disebarkan oleh Fadhilah Al-Akh Syaikh Ahmad bin Muhammad Jamal –semoga Allah menujukannya kepada yang diridhai-Nya. Yaitu yang dimuat di sebagian Koran lokal, tentang penilaiannya yang menganggap aneh pelarangan takbir jama’i di masjid-masjid sebelum shalat Ied, dengan anggapan bahwa amalan ini merupakan bid’ah yang wajib dilarang. Syaikh Ahmad dalam makalahnya tersebut berusaha untuk memberikan dalil, bahwa takbir jama’i bukan bid’ah dan tidak boleh dilarang. Dan pandangannya ini di dukung oleh sebagian penulis lain.

allohuakbarKarena khawatir persoalan ini menjadi kabur bagi orang yang tidak mengetahui hakikat masalahnya, maka saya ingin menjelaskannya. Bahwasanya hukum asal takbir pada malam Ied, sebelum shalat Iedul Fithri, sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah, dan pada hari-hari tasyriq merupakan amalan yang di syariatkan pada waktu-waktu yang utama ini. Pada amalan tersebut terdapat keutamaan yang banyak, karena firman Allah Subhanahu wa Ta’ala tentang takbir Iedul Fithri.

“Artinya : Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangan dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjukNya yang diberikan kepadamu dan agar kamu bersyukur” [Al-Baqarah : 185]

Dan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala tentang sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah dan pada hari-hari tasyriq.

“Artinya : Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka, dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari-hari yang dimaklumkan (ditentukan) atas rizki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak” [Al-Hajj : 28]

Selengkapnya: Hukum Takbir Jama'i

Khutbah Jum'at: Peringatan dari Bahaya Godaan Harta

Informasi Artikel ini:
Penulis: Al-Ustadz Saifudin Zuhri, Lc
Dipublikasikan: 04 November 2010
Dibaca: 15213

Khutbah pertama:

الْحَمْدُ لِلهِ الَّذِي أَنْعَمَ عَلَيْنَا بِالْأَمْوَالِ، وَأَبَاحَ لَنَا التَّكَسُّبَ بِهَا عَنْ طَرِيْقِ حَلاَلٍ، وَشَرَعَ لَنَا تَصْرِيْفَهَا فِيْمَا يُرْضِيْ الْكَبِيْرَ الْمُتَعَالَ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ ذُو الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَكْرَمُ النَّاسِ فِيْ بَذْلِ الدُّنْيَا عَلَى الْإِسْلاَمِ صَلَّى اللهُ عَلَيْه وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا، أَمَّا بَعْدُ: أَيُّهَا النَّاسُ، اتَّقُوْا اللهَ تَعَالىَ وَأَدُّوْا مَا أَوْجَبَ اللهُ عَلَيْكُمْ فِيْ أَمْوَلِكُمْ

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah, Segala puji dan syukur kita panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala atas berbagai limpahan nikmat dan karunia-Nya kepada hamba-hamba-Nya. Dialah Allah Subhanahu wa Ta’ala satu-satu-Nya yang memberikan rezeki kepada hamba-hamba-Nya. Saya bersaksi bahwasanya tidak ada sesembahan yang benar kecuali hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala semata, dan saya bersaksi bahwasanya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah hamba dan utusan-Nya. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada beliau, keluarga, para sahabatnya, serta orang-orang yang mengikuti jalannya.

Hadirin rahimakumullah,

Marilah kita senantiasa bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan senantiasa memohon rahmat serta pertolongan-Nya. Tanpa rahmat dan pertolongan-Nya, manusia tentu tidak akan mampu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Karena manusia pada asalnya adalah makhluk yang lemah. Saat dilahirkan, dia dalam keadaan tidak mengetahui apa-apa serta tidak bisa memberikan manfaat bagi dirinya. Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan kepada hamba-hamba-Nya berbagai kenikmatan dan kemudahan untuk mendapatkan rezeki yang banyak dan beraneka ragam. Oleh karena itu, kewajiban kita adalah mensyukuri pemberian-pemberian tersebut dengan menjalankan kewajiban-kewajiban yang diperintahkan-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya.

Selengkapnya: Khutbah Jum'at: Peringatan dari Bahaya Godaan Harta

Penyembelihan dalam Syari'at Islam

Informasi Artikel ini:
Penulis: Abu Al-Jauzaa'
Dipublikasikan: 03 November 2010
Dibaca: 7778
SYARAT PENYEMBELIHAN

 

  1. Hewan yang disembelih harus dalam keadaan hidup.

    pisauHewan yang telah mati sebelum disembelih, maka ia termasuk bangkai yang haram untuk dimakan. Allah berfirman :

    إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ......

    “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai…” [QS. Al-Baqarah : 173].

    Catatan :

    Haram hukumnya mengambil dan memakan daging yang diambil dari bagian tubuh hewan yang masih hidup. Daging yang terambil tersebut termasuk katagori bangkai, berdasarkan sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam :

    مَا قُطِعَ مِنَ الْبَهِيمَةِ وَهِيَ حَيَّةٌ فَمَا قُطِعَ مِنْهَا فَهُوَ مَيْتَةٌ

    “Apa saja yang dipotong dari bagian tubuh hewan yang masih hidup, maka ia termasuk bangkai” [HR. Abu Dawud no. 2858 dan Ibnu Majah no. 3216; dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud 2/203].

  2. Memotong kedua urat leher dan tenggorokan, sehingga darahnya mengalir.

    Syarat ini berlaku pada hewan yang dapat dikendalikan, sedangkan hewan buruan atau hewan yang kabur dan tidak dapat disembelih dengan cara biasa, maka boleh dimakan setelah membidiknya dengan senjata di bagian manapun dari badannya. Diperbolehkan pula untuk memakan hewan buruan yang diburu dengan menggunakan anjing yang terlatih untuk berburu.

    عَنْ رَافِعِ بْنِ خَدِيجٍ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا لَاقُو الْعَدُوِّ غَدًا وَلَيْسَتْ مَعَنَا مُدًى قَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَعْجِلْ أَوْ أَرْنِي مَا أَنْهَرَ الدَّمَ وَذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ فَكُلْ لَيْسَ السِّنَّ وَالظُّفُرَ وَسَأُحَدِّثُكَ أَمَّا السِّنُّ فَعَظْمٌ وَأَمَّا الظُّفُرُ فَمُدَى الْحَبَشَةِ قَالَ وَأَصَبْنَا نَهْبَ إِبِلٍ وَغَنَمٍ فَنَدَّ مِنْهَا بَعِيرٌ فَرَمَاهُ رَجُلٌ بِسَهْمٍ فَحَبَسَهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ لِهَذِهِ الْإِبِلِ أَوَابِدَ كَأَوَابِدِ الْوَحْشِ فَإِذَا غَلَبَكُمْ مِنْهَا شَيْءٌ فَاصْنَعُوا بِهِ هَكَذَا

    Dari Raafi’ bin Khadiij ia berkata : “Ya Rasulullah, besok kita akan menghadapi musuh, sedangkan kita tidak mempunyai pisau untuk menyembelih (hewan yang akan kita makan) ?”. Beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam menjawab : “Segera cari apa saja yang bisa mengalirkan darah untuk menyembelih, sebutlah nama Allah, kemudian makanlah; asalkan bukan gigi dan kuku. Aku akan jelaskan padamu bahwasannya gigi itu pada hakekatnya tulang, sedangkan kuku itu adalah alat penyembelihan masyarakat Habasyah" [1]. Kemudian Raafi’ bin Khadiij berkata : “Kami banyak memperoleh harta rampasan perang berupa onta dan kambing. Ada seekor onta yang lepas, kemudian dibidik oleh seseorang dengan anak panah sehingga tertangkap. Lalu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Sesungguhnya onta-onta ini mempunyai sifat liar seperti yang dimiliki oleh binatang liar. Jika ada yang tidak dapat kamu kendalikan, maka perlakukanlah (penyembelihan) sebagaimana tadi (yaitu membidiknya dengan anak panah)” [HR. Al-Bukhari no. 2488, 2507, 5509 dan Muslim no. 1968].

    Selengkapnya: Penyembelihan dalam Syari'at Islam

  • Fiqh Kurban
  • Bacaan Sujud Tilawah dan Sujud Sahwi
  • Menggerakan Jari Telunjuk Saat Tasyahud
  • Pembahasan Lengkap tentang Jenggot
  • Bekal untuk Jamaah Haji
  • Fadhilah Membaca Surat Al-Mulk
  • Ada apa di balik ISBAL ?! (pakaian yg panjang sampai di bawah mata kaki)
  • Hukum dan Keutamaan Shalat Witir

Halaman 165 dari 211

  • 160
  • 161
  • 162
  • 163
  • 164
  • 165
  • 166
  • 167
  • 168
  • 169