As-Shahihah Daftar Isi >
KEBESARAN ‘ARSYI DAN KURSI (109)
PreviousNext

KEBESARAN ‘ARSYI  DAN KURSI

 

 

١٠۹ – ãóÇÇáÓøóãٰæóÇÊõ ÇáÓøóÈúÚõ Ýöì ÇáúßõÑúÓöíøö ÇöáÇøó ßóÍóáúÞóÊò ãõáúÞóÇÉò ÈöÇóÑúÖö ÝóáÇóÉò ¡ æóÝóÖúáõ ÇáúÚóÑúÔö Úóáóì ÇáúßõÑúÓöíøö ßóÝóÖúáö Êöáúßó ÇáúÝóáÇóÉö Úóáٰì Êöáúßó ÇáúÍóáúÞóÉö .

      “Sesungguhnya langit tujuh pada Kursi adalah seperti sebutir lingakran yang terlempar di tanah yang luas. Dengan ketinggian ‘Arsyi atas Kursi adalah seperti adalah seperti ketinggian padang luas atas sebutir lingakran tersebut.”

 

          Hadits ini diriwayatkan oleh Muhammad bin Abi Syaibah dalam KitabulArsy (114/1). Telah bercerita kepadaku Al-Hasan bin Abi Laila: Telah menceeritakan kepadaku Ahmad bin Ali Al-Asadi dari Al-Mukhtar bin Ghisan Al-Abdi dari Ismail bin Salam dari Abi Idris Al-Khaulani dari Abi Dzar Al-Ghifari yang menuturkan:

 

          “Aku masuk Masjidil Haram, dan melihat Rasulullah r sedang sendirian, maka aku duduk menghampirinya dan berkata, “Wahai Rasulullah, manakah ayat yang telah diturunkan kepadamu yang paling utama?” Beliau menjawab, “Ayat Kursi, yaitu segala sesuatu yang ada di langit tujuh” (Al-Hadits).

 

          Saya berpendapat: Hadits ini sanadnya lemah. Saya tidak mengenal Ismail bin Salam. Kebanyakan orang menduga bahwa ia adalah Ismail bin Muslim, dimana mereka menyebutnya sebagai guru Al-Mukhtar bin Ubaid. Ia seorang Makkah Bashrah, dan kredibilitasnya lemah (dha’if).

 

          Ada tiga orang yang meriwayatkan dari Al-Mukhtar. Namun tidak seorang pun di antaranya yang menganggapnya tsiqah. Tapi di dalam At-Taqrib dia dinilai maqbul (bisa diterima).

 

          Saya berpendapat: Ismail bin Muslim tidak menyendiri (dalam meriwayatkan hadits) tetapi ia diikuti oleh Yahya bin Yahya Al-Ghisani. Hadits ini juga diriwayatkan oleh temannya Ibrahim bin Hisham bin Yahya bin Yahya Al-Ghisani, yang mengatakan, “Telah bercerita kepadaku bapakku, dari kakekku, dari Abi Idris Al-Khaulani.”

 

          Hadits ini juga dikeluarkan oleh Al-Baihaqi dalam Al-Asma’ wash-Shifat  (hal. 290).

 

          Saya menilai sanad ini lemah sekali. Ibrahim disini adalah matruk (diabaikan haditsnya), seperti yang dikatakan Adz-Dzahabi. Sementara itu Abu Hatim menilainya dusta.

 

          Ia didukung oleh Al-Qasim bin Muhammad Ats-Tsaqafi, namun Qasim bin Muhammad tersebut majhul, seperti disebutkan dalam At-Taqrib.

 

          Hadits yang diriwayatkan dari Al-Qasim tersebut dikeluarkan oleh Ibnu Mardawaih, sepereti disebutkan dalam tafsir Ibnu Katsir (2/13- cet. Al-Manar) dari jalur Muhammad bin Abi As-Sirri (asalnya Al-Yusri) Al-Asqalani: “telah mengabarkan kepadaku Muhammad bin Abdullah At-Tamimi dari Al-Qasim.”

 

          Al-Asqalani dan At-Tamimi, keduanya adalah lemah.

 

          Hadits ini juga mempunyai dua jalur yang lain yang berasal dari Abu Dzar.

 

          Pertama: Dari Yahya bin As-Sa’di Al-Bashri, dia memberitahukan: “telah bercerita kepadaku Abdul Mulum Ibnu Juraij dari Atha’ dari Ubaid bin Umar Al-Laitsi dari Abu Dzar.”

 

          Hadits itu dikeluarkan oleh Al-Baihaqi, dan dia memberikan catatan:

 

          Yahya bin Sa’id As-Sa’di menyendiri dalam meriwayatkan hadits ini, namun ia memiliki syahid  (hadits pendukung) dengan sanad yang lebih shahih.”

 

          Saya berpendapat: Kemudian dia menyebutkan hadits itu dari jalur Al-Ghisani, dan saya tidak melihat ia lebih shahih, bahkan cenderung lebih lemah, karena ia terkena suatu tuduhan yang cukup melemahkan. Sedangkan dalam hadits yang didukungnya itu tidak ada orang yang terkena tuduhan apapun serta para perawinya adalah tsiqah, kecuali As-Sa’di. Dalam hal ini yAl-Aqili menambahkan: “Tidak ada yang mengikuti haditsnya” yakni hadits ini. Sedangkan Ibnu Hibban berkomentar: “Yang meriwayatkan adalah orang-orang yang ada cela, yang tentunya tidak dapat dijadikan pegangan manakala menyendiri.”

 

          Kedua: Dari Ibnu Zaid, dia memberitahukan, “Bapakku telah bercerita kepadaku, dia berkata, “Telah berkata Abu Dzar kepadaku,” kemudian dia menyebutkan hadits itu.

 

          Hadits itu dikeluarkan oleh Ibnu Jarir di dalam kitanya tafsirnya (5/399): “Telah bercerita kepadaku Yunus, dia berkata, “Telah mengatakan kepadaku Ibnu Wahab, dan dia berkata, “Telah menurutkan Zaid” (tentang hadits tersebut).

 

          Saya berpendapat: Hadits ini semua perawinya adalah tsiqah. Tetapi saya kira hadits ini munqahti (ada yang terputus). Karena Ibnu Zaid adalah Umar bin Muhammad bin Zaid bin Abdullah bin Umar bin Khaththab, dia adalah tsiqah dan termasuk perawi-perawi Bukhari-Muslim, dimana Ibnu Wahab dan lainnya banyak meriwayatkan hadits darinya. Adapun Abu Muhammad bin Zaid juga tsiqah. Ia meriwayatkan dari empat Abdullah, yakni kakeknya Abdullah Ibnu Amr, Ibnu Abbas, Ibnu Zubair dan Sa’id bin Zaid bin Amr. Akan tetapi mereka itu telah meninggal setelah tahun lima puluhan, sedangkan Abu Dzar meninggal pada tahun tiga puluh dua, sehingga saya kira belum tentu dia mendengar dari Abu Dzar.

 

          Dengan jalur-jalur tersebut, maka hadits itu dapat dinilai shahih. Dan bagaimana pun sebaik-baik jalur dalam hal ini adalah jalur yang terakhir. Wallahu a’lam.

 

          Hadits itu keluar sejalan dengan tafsir firman Allah I :

 

æóÓöÚó ßõÑúÓöíøõåõ ÇáÓøóãٰæóÇÊö . ( ÇáÈÞÑÉ : ٢٥٥ )

          “Kursi Allah meliputi langit dan bumi.” (QS. Al-Baqarah : 255)

 

          Ayat tersebut menjelaskan bahwa keadaan Kursi lebih besar dari pada mahluk-mahluk lain setelah ‘Arsy. Dan ia merupakan benda tersendiri serta tidak mengandung sesuatu yang bersifat makwani. Hal ini menolak terahadap orang yang menakwilkannya dengan ‘kerajaan’ dan ‘luasnya kekuasaan’, seperti yang ada dalam sebagian tafsir.

 

          Apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas tersebut, adalah merupakan ilmu. Karena itu tidak sah menyandarkan sanadnya kepadanya sebab riwayat itu berasal dari Ja’far bin Abi Al-Mughirah yang diperoleh dari Sa’id bin Jabir yang katanya dari Ibnu Abbas. Demikian Ibnu Jabir menjelaskan. Sedang Ibnu Mundah berkata: Riwayat yang dibawa oleh Ibnu Abi Al-Mughirah itu kelemahannya terletak pada Ibnu Jabir.”

 

          Perlu diketahui bahwasanya tidak benar sifat ‘kursi’ selain yang ada pada hadits ini. Seperti yang ada pada beberapa riwayat lain, misalnya bahwa kursi itu diletakkan pada dua telapak, mengeluarkan suara gemuruh, dan disanggah oleh empat malaikat, setiap malaikat mempunyai empat muka, dimana telapak kaki mereka ada di dasar bumi ke tujuh… dan seterusnya. Semua itu tidak mungkin diangkat dari Nabi r, disamping itu sebagiannya lebih lemah dari sebagian yang lain (tidak membentuk satu kesatuan pikiran yang saling menguatkan). Dan sebagian riwayat itu saya ambil dari apa yang terdapat dalam kitab Ma DallaAlaihi Al-Qur’an Mamma Ya’dhaaha Al-Hai’ah Al-Jadilah Al-Qawimah Al-Burhan terbitan Al-Maktab Al-Islami.

 

 

****

 

 

         


As-Shahihah Online melalui www.alquran-sunnah.com