KEWAJIBAN MERENUNGKAN
CIPTAAN ALLAH I
٦۸ – áóÞóÏú äóÒóáóÊú
Úóáìøó ÇááøóíúáóÉó ÇóíóÇÊõ æóíúáò áöãóäú ÞóÑóÇóåóÇ æóáóãú íóÊóÝóßøóÑúÝöíúåóÇ :
Çöäøó Ýöìú ÎóáúÞö ÇáÓøóãٰæóÇÊö æóÇúáÇóÑúÖö ÇóáÇúíóÉó .
“Tadi malam ada beberapa ayat yang turun.
Sungguh celaka mereka yang membacanya tetapi tidak
merenungkan. Yaitu: “Sesungguhnya di dalam penciptaan langit dan bumi…”
Hadits
ini diriwayatkan oleh Abusy-Syaikh Ibnu Hibban di dalam kitabnya Ahlaqun Nabi r (200 – 2001) dan Ibnu Hibban di dalam kitab shahihnya (“Mawarid”, 523) dari Yahya bin
Zakaria bin Ibrahim bin Suwaid An-Nakha’I
yang menuturkan: “Abdulmalik bin Abu Sulaiman meriwayatkannya kepadaku dari Atha’
yang menceritakan:
“Saya dan Ubaid
bin Umair menghadap Aisyah t. Ubaid
berkata: “Berilah kami cerita (hadits) yang paling berkenan di hatimu. Aisyah
menangis tersedu, lalu berkata: “Pada suatu malam
Rasulullah r bangun, beliau berkata kepadaku: “Wahai Aisyah, tinggalkanlah
aku untuk beribadah kepada Tuhanku.” Aisyah berkata: “Saya berkata, “Sesungguhnya saya ingin selalu
di sampingmu, Rasul dan senang
dengan apa yang membuatmu bahagia.” Aisyah melanjutkan: “Kemudian Nabi bangkit
untuk bersuci dan melakukan shalat.
Beliau tidak henti-hentinya menangis sehingga panguannya basah oleh air matanya. Kemudian datanglah Bilal memberitahukan bahwa waktu shalat telah
tiba. Tatkala melihat beliau
menangis, Bilal bertanya, “Wahai Rasul, mengapa Engaku menangis, bukankah Allah telah mengampuni dosa-dosamu yang telah lalu atau yang akan datang?” Beliau menjawab, “Apakah saya tidak senang
menjadi seorang hamba yang banyak bersyukur? Baru saja ada beberapa
ayat yang turun… (sampai akhir
hadits di atas).”
Saya berpendapat:
Sanad hadits ini bagus. Perawi-perawinya
tsiqah kecuali Yahya bin Zakaria. Mengenai statusnya, Ibnu Abi Hatim
(juz IV hal 2.145) mengatakan:
“Saya bertanya kepada ayah tentang dia. Ayah menjawab: “Laisa
bihi ba’s” (tidak membahayakan). Ia seorang shahihul hadits (orang yang bagus haditsnya).”
Hadits itu oleh Al-Mundziri
di dalam At-Taghrib (2-220) disandarkan kepada Ibnu Hibban
di dalam kitab shahihnya. Disamping
itu hadits ini juga memiliki
sanad lain dari Atha’.
Sanad itu ditakhrij oleh Abusy-Syaikh (190 -191), perawi-perawinya
juga tsiqah, kecuali Abu Jinab Al-Kalabi, namanya Yahya bin Hayyah, dimana Al-Hafizh di dalam At-Taqrib mengatakan: “
Saya berpendapat:
Disini telah dijelaskan adanya tahdis (periwayatan yang jelas), sehingga hilanglah keraguan pentadlisannya.
Kandungan Hadits:
Hadits itu menjelaskan keutamaan Nabi r dan rasa takutnya
yang besar kepada Allah I serta tindakannya memperbanyak ibadah kepada Allah I meskipun
Allah telah mengampuni segala dosanya, baik yang telah lampau maupun yang akan datang.
Beliaulah insan yang mencapai tingkat kesempurnaan tertinggi. Hal ini
wajar sekali, karena beliau lah
yang menjadi pemimpin seluruh makhluk.
Namun hadits itu tidak
menunjukkan bahwa beliau beribadah sepanjang malam. Sebab tidak ada penjelasan
bahwa beliau beribadah pada suatu malam… Yang
jelas artinya beliau bangun dari
tidurnya, yakni beliau tidur terlebih
dahulu, kemudian baru beribadah. Dengan arti ini
maka hadits itu senada dengan
hadits lain, yaitu:
ßóÇäó íóäóÇ ãõ Çóæøóáó
Çááøóíúáö æóíõÍúìö ÇٰÎöÑóåõ
“Rasulullah
r tidur di
awal waktu malam, dan menghidupkan
akhirnya.”
Hadits tersebut ditakhrij oleh Imam Muslim (1/167). Apabila semua
itu telah kita pahami, maka
dalil itu tidak bisa dipakai
sebagai dalil diajarkan untuk menghidupkan malam dengan beribadah seluruhnya, seperti yang dikemukakan oleh Syaikh Abdul Hayi Al-Laknawi di dalam
Iqamatul Hujjah
Ala Annal Iktsara Minat-Ta’abbdudi Laisa Bid’atan. Di dalamnya (hal 13) Syaikh Abdul Hayi menyebutkan:
“Hal ini menunjukkan bahwa penafian Aisyah terhadap ibadah Nabi sepanjang
malam dipahami sebagai pernyataan kebiasaannya (sebagian besar waktunya).”
Dengan kata ‘penafian Asiyah’ Al-Laknawi mengisyaratkan pada hadits Aisyah
lainnya, yaitu:
“Dan Rasulullah
r tidak beribadah
di waktu malam sampai pagi,
serta tidak membaca Al-Qur’an di waktu itu
sedikitpun.”
Hadits ini ditakhrij oleh
Imam Muslim (2/169-170) dan Abu Dawud
(1342) sebagai pemilik redaksinya.
Saya berpendapat:
Ini adalah penafian yang tidak menerima takwil sedikitpun. Dan pemahaman
mengenai sebagian besar waktu beliau
itu, hanya bisa diakui jika
hadits itu jelas menunjukkan bahwa Nabi r beribadah
sepanjang malam secara penuh. Padahal kenyataannya tidak demikian. Oleh karena
itu pemahaman atas sebagian besar
waktu beliau jelas tidak tepat.
Dengan demikian penafian itu mutlak berlaku
tanpa batas (penyempitan). Akitabnya beribadah sepanjang malam sama
sekali tidak disyari’atkan. Hal ini
tentu berbeda dengan pendapat Asy-Syaikh Al-Laknawi di atas. Kekeliruan pemahaman seperti ini banyak sekali
yang tidak perlu disebutkan disini. Saya hanya menandakan bahwa biasanya Al-Laknawi terlalu longgar (kurang teliti) dalam memahami
suatu hadits, apalagi bila hadits
itu mendukung apa yang dilontarkannya, baik berupa hadits
marfu’ maupun mauquf. Dia pernah menyebutkan hadits:
ÇóÕúÍóÇ Èöì
ßóÇáäøõÌõæúãö ÈöÇóíúäöåöãõ ÇÞúÊóÏóíúÊõãõ ÇåúÊóÏóíúÊõãú
“Sahabat-sahabatku ibarat bintang-bintang.
Siapapun di antara mereka yang kalian ikuti, maka kalian akan mendapatkan petunjuk.”
Dia memberikan klaim seperti di atas
hanya mengikuti apa yang dikemukakan
oleh sebagian ulama muta’akhirin tanpa melihat alasan-alasannya
sesuai atau tidak dengan kenyataan ataupun kaidah keislaman. Untuk lebih jelas, lihat dalam buku
“Al-Hadits”.
****
As-Shahihah Online melalui www.alquran-sunnah.com |