As-Shahihah Daftar Isi >
KEUTAMAAN MEMBERI MAKAN MUSAFIR YANG BERPUASA ( 85)
PreviousNext

KEUTAMAAN MEMBERI MAKAN

MUSAFIR YANG BERPUASA

 

 

٨٥  -  ÇóÑúÍöáõæúÇáöÕóÇ ÍöÈóíúßõãú æóÇÚúáóãõæúÇáöÕóÇÍöÈóíúßõãú ÇõÏúäõæú ÇÝóßõáÇó .

Pasanglah pelana untuk kedua sahabatmu itu. Berbuatlah untuk menolong mereka. Mendekatlah kalian dan makanlah.”

 

Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Bakar bin Abu Syaibah di dalam Al-Mushanaf  (juz 2/194/2), Al-Faryabi di dalam Ash-Shiyam (6/54/1) dari Abu Bakar bin Abu Syaibah dari saudaranya, Utsman bin Abu Syaibah, keduanya menuturkan: “Umar bin Sa’ad Abu Dawud memberi hadits kepada kami, dari Sufyan dari Al-Auza’i dari Yahya bin Abu Katsir yang mengutip hadits dari Abu Salamah dari Abu Hurairah. Abu Hurairah berkata:

 

“Suatu saat Rasulullah disuguhi makan. Ketika itu beliau berada di Marridz Dzahran (dekat Makkah) lalu bersabda: “Pasanglah pelana untuk kedua sahabat kalian itu.”        

Hadits ini ditakhrij oleh Imam Nasa’i (1/351) dan Ibnu Dahim di dalam Al-Amali (1/2) melalui beberapa jalur dari Umar bin Sa’ad. Kemudian An-Nasa’i mentakhrijnya dari jalur Muhammad bin Syu’aib yang berkata: “Al-Auza’i telah meriwayatkan suatu hadits kepada saya secara mursal tanpa menyebut Abu Hurairah di dalam sanadnya. Ia juga mentakhrijnya dari jalur Ali – yaitu Ibnul Mubarak – dari Yahya. Nampaknya sanad yang disambung itu lebih kuat, sebab orang menyambungnya, yaitu Sufyan dari Al-Auza’i adalah tsiqah. Tambahan tsiqah bisa diterima selama tidak bertentangan dengan yang lebih tsiqah.

 

Saya berpendapat: Sanadnya shahih sesuai dengan syarat Muslim. Sementara itu Ibnu Kuzaimah juga meriwayatkannya di dalam kitab shahihnya: “Hadits itu menunjukkan bahwa seorang musafir di dalam perjalanan boleh membatalkan puasanya setelah lewat setengah hari.” Hal ini diseburtkan pula di dalam Fathul Bari (juz IV, hal. 158).

 

Imam Hakim juga mentakhrijnya (1/433) dan berkata: “Hadits ini shahih sesuai dengan syarat Bukhari dan Muslim.” Penilaian ini disepakati oleh Adz-Dzahabi. Tapi sebenarnya hadits itu (sanadnya) hanya sesuai dengan criteria Muslim, sebab Imam Bukhari tidak pernah mentakhrij hadits dari Umar bin Sa’ad.

 

Yang dimaksud sabda Nabi: “Pasanglah pelana untuk kedua sahabat kalian ini” adalah suatu keutamaan beliau (terhadap keutamaan puasa dalam perjalanan) dan merupakan penjelasan bahwa berbuka (membatalkan puasa) lebih utama, sehingga tidak membutuhkan pertolongan orang lain. Hal ini ditandaskan oleh apa yang diriwayatkan Al-Faryabi (juz I, hal. 67) dari Ibnu Umar t yang berkata, “Janganlah kamu berpuasa di dalam perjalanan, sebab jika mereka makan mereka akan berkata: “Hormatilah yang berpuasa,” dan jika bekerja mereka akan berkata, “Bebaskanlah orang yang berpuasa.” Sehingga dengan begitu mereka membawa pergi pahalamu! Perawi-perawi hadits ini tsiqah.

 

Saya berpendapat: Hadits ini mengandung pelajaran yang amat berharga guna membina budi mulia, yaitu berdikari tanpa menggantungkan diri kepada orang lain atau meminta pelayanan dari mereka, meskipun karena alas an syar’i misalnya puasa. Dengan demikian, hadits ini juga menolak sikap orang-orang yang menyibukkan diri dengan ilmunya hingga meminta orang lain melayaninya, meskipun hanya untuk mengambil sandal.”

 

Jika ada di antara mereka yang beralasan,  Para sahabat Nabi r benar-benar memberikan pelayanan yang baik kepada beliau, bahkan diantara mereka ada yang bertugas membawakan sandal beliau. Yaitu Ibnu Mas’ud.”

 

Menanggapi pernyataan itu kita bisa menjawab: “Memang benar, tetapi dengan keadaan itu bukan berarti mereka juga menghendaki pelayanan, dan pengakuan bahwa mereka adalah pewaris para Nabi dalam hal keilmuan, juga bukan berarti mereka bisa disamakan dengan Nabi. Demi Allah, seandainya ada nash yang menyatakan bahwa mereka adalah pewaris para Nabi, tetapi tidak dibenarkan membuat persamaan seperti itu. Mereka itu adalah sahabat Nabi yang telah diakui kebaikannya bahkan lebih dari sepuluh sahabat, telah diberi kabar gembira dengan masuk surga. Walaupun derajat mereka seperti itu mereka tetap melayani diri sendiri, tanpa pernah meminta seorang pun untuk melayani mereka, baik dari para pengikut ataupun dari para murid mereka.” Oleh karena itu saya berpenadapat bahwa penyamaan seperti itu jelas salah.

 

Semoga Allah memberikan petunjuk kepada kita untuk senantiasa merendahkan diri dan senantiasa mengikuti petunjuk-Nya.

 

 

***

 

 


As-Shahihah Online melalui www.alquran-sunnah.com