MENYAYANGI BINATANG
۲۰ - ÇóÝóáÇóÊóÊøóÞö Çﷲó Ýöì åٰÐöåö
ÇúáÊóíúÊóÊö ÇáøóÊöíú ãóáøóßóßó Çﷲõ ÇöíøóÇåóÇ ÝóÇößóäóäøóåõ ÔóßóÇ
øõÇöáóìøó Çóäøóßó ÊõÍöíúÚõåõ æóÊõÏúÁöÈõåõ .
“Apakah engkau tidak takut kepada
Allah mengenai binatang ini, yang telah diberikan kepadamu oleh Allah? Dia telah melapor kepadaku bahwa engkau telah membiarkannya lapar
dan membebaninya dengan pekerjaan-pekerjaan yang berat.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam
Abu Dawud (1/400), Imam Hakim (2/99-100), Imam Ahmad (1/204-205), Abu Ya’la di
dalam Musnad-nya (1/318), Al-Baihaqi di dalam Dala’ilan-Nubuwwah
(juz 2, bab “Menyebutkan Tiga Mu’jizat Rasul”), Ibnu Asakir di dalam Tarikh-nya
(juz 9/28/1), dan Adh-Dhiya’ di dalam Al-Hadits Al-Mukhtarah (124-125)
dari jalur Muhammad bin Abdullah bin Abi Ya’qub dari Al-Hasan bin Sa’ad,
seorang budak yang dimerdekakan oleh Al-Hasan bin Ali, dari Abdullah bin Ja’far
yang meriwayatkan:
“Suatu hari Nabi e memboncengkan saya. Kemudian beliau
bercerita kepada saya cerita rahasia, dan saya tidak boleh menceritakannya
kepada seorang pun, yaitu bahwa yang biasa dipergunakan oleh Nabi untuk
berlindung ketika melaksanakan hajatnya adalah perbukitan atau pepohonan kurma
yang terbentang. (Suatu saat) Nabi e
memasuki sebuah kebun milik salah seorang sahabat Anshar. Tiba-tiba beliau melihat seekor onta. (Ketika
beliau melihatnya, maka beliau mendatanginya dan mengelus bagian pusat sampai
punuknya serta kedua tulang belakang telinganya. Kemudian
onta itu tenang kembali). Beliau berseru: “Siapa pemilik onta ini?! Milik siapa ini?!” Kemudian datanglah seorang pemuda dari
golongan Anshar, lalu berkata: “Wahai Rasul, onta itu milik saya.” Lalu beliau
bersabda: (Lalu perawi menyebutkan hadits di atas).”
Sedangkan Imam Abu Dawud
berkomentar: “Hadits itu shahih sanadnya.” Pendapat ini
disetujui oleh Adz-Dzahabi, bahkan mereka berdua menilainya shahih
sesuai dengan syarat yang ditetapkan Muslim. Sedang Imam Muslim sendiri
juga menyampaikannya di dalam kitab shahihnya (1/184-185) dengan sanad yang sama namun tanpa menyebutkan kisah onta itu. Adapun dalam Riyadush-shalihin (hal. 378), Imam Nawawi
mengatakan bahwa Al-Burqani meriwayatkan sesuai dengan sanad Imam Muslim secara
sempurna. Mungkin karena hal inilah, Ibnu Asakir mengatakan: “Hadits ini
diriwayatkan oleh Imam Muslim. Maksudnya adalah matan
asalnya, bukan matan lengkapnya.”
Adapun tambahan yang ada pada hadits
di atas (yang ada di dalam kurung) adalah dari Ibnu Asakir dan Adh-Dhiya’:
٢١ -
ÇöÑúßóÈõæúÇåٰÐöåö
ÇáÏøóæóÇÈøó ÓóÇáöãóÉð , æóÇóíÊóÏúÚõæúåóÇ ÓóÇáöãóÉð , æóÑóÊóÊøóÎöÐõæú
åóÇßóÑóÓöìó .
“Naikilah
binatang-binatang tunggangan ini dalam keadaan selamat, dan lepaskanlah mereka
dalam keadaan selamat pula. Janganlah kalian jadikan mereka sebagai
kursi.”
Hadits ini disampaikan oleh Imam
Hakim (1/444, 2/100), Al-Baihaqi (5/225), Imam Ahmad (3/446, 4/234), dan Imam
Ibnu Asakir (3/91/1), dai Laits bin Said dari Yazid
bin Hubaib dari Sahal bin Mu’adz bin Anas dari ayahnya secara marfu’.
Dalam hal ini Imam Hakim mengatakan: “Hadits ini shahih sanadnya.”
Pendapat ini disetujui oleh
Adz-Dzahabi, dan apa yang dikatakan oleh mereka ini
memang benar, sebab semua perawinya adalah tsiqah. Sahal bin Mu’adz
adalah orang yang diberi penilaian laba’sa bihi (tidak perlu
dikhawatirkan) kecuali yang diriwayatkan oleh Zaban darinya. Sedangkan
hadits ini tidak termasuk dalam hadits yang diriwayatkan oleh Zaban.
Sementara itu Imam
Ahmad (3/439, 340) meriwayatkannya dari jalur Ibnu Luhi’ah dari Zaban dari
Sahal, secara marfu’. Imamä Ahmad memberi tambahan:
ÝóÑõÈøó ãóÑúßõæúÈóÉòò
ÎóíúÑñ ãöäú ÑóÇßöÈóåóÇ ¸ æóÇóßúËóÑõ ÐößúÑõ Çﷲö ãöäúåõ .
“Banyak
binatang tunggangan lebih baik dari pemiliknya dan lebih banyak dzikirnya.”
Tambahan ini dha’if,
sebab seperti anda lihat riwayat itu berasal dari Zaban dari Sahal. Apalagi di
dalamnya ada Ibnu Luha’ah yang juga dha’if. Anda
jangan terkecoh dengan perkataan Al-Haitsami (8/107) dalam menyebutkan hadits
tersebut dengan tambahan seperti di atas.
å
Hadits ini
diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Imam Ath-Thabrani serta salah seorang dari
sanad Imam Ahmad.
Perawi-perawi nya tsiqah, kecuali Sahal bin Mu’adz bin Anas, yang
dianggap tsiqah oleh Ibnu Hibban, padahal ia mempunyai
sifat dha’if.
Sanad yang sesuai
dengan pembahasan ini adalah riwayat pertama yang tidak mempunyai tambahan. Hal ini perlu
adanya pemahaman mendalam.
٢٢ - ÇöíøóÇßõãú Çóäú ÊóÊøóÎöÐõæúÇ
ÙõåõæúÑóÏóæóÇÈøößõãú ãóäóÇÈöÑó , ÝóÇöäøó Çﷲó ÊóÍóÇáìٰ ÇöäøóãóÇ
ÓóÎøóÑó åóÇáóßõãú áöÊõÈóáøöÛõßõãú Çöáìٰ ÈóáóÏò áóãú ÊóßõæúäõæúÇÈóÇ
áöÛöíúåö ÇöáÇøó ÈöÔöÞøö ÇúáÇó äúÝõÓö , æóÌóÚóáó áóßõãõ ÇúáÇóÑúÖó ÝÚóáóíúåóÇ ÝóÇÞúÖõæúÇ
ÍóÇÌóÇÊößõãú
“Hindarilah
menjadikan punggung-punggung binatang piaraanmu sebagai mimbar. Sebab Allah SWT
menaklukkannya bagi kalian adalah agar kalian dapat mencapai daerah yang sulit
dicapai kecuali dengan memayahkan diri. Dan Dia telah menciptakan bumi
untuk kalian, maka penuhilah kebutuhan kalian di atasnya.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam
Abu Dawud (nomor: 2561), Al-Baihaqi dari Abu Dawud (5/255), dan Abul Qasim di
dalam majlis ke seratus dua puluh delapan dari kitab Al-amali,
serta Ibnu Asakir (19/85/1) dari dua jalur, yakni Yahya bin Abi Amer
As-Syaibani (dengan memakai syin).
Mengenai Abu Maryam Al-‘Ijly dalam
kitabnya At-Tsiqat (Tartibus-Subuki, hal. 94) berkata: “Abu Maryam
adalah seorang budak yang dimerdekakan oleh Abu Hurairah. Dia
adalah seorang tabi’ yang berkebangsaan Syam. Ia
(Abu Maryam) adalah seorang tsiqah. Sementara itu Ibnul Qathan di dalam Faidhul
Qadir memberikan penilaian tersendiri dengan mengatakan:
“Hadits semcam ini
tidak shahih karena di dalamnya terdapat Abu Maryam, seorang budak yang
dimerdekakan oleh Abu Hurairah. Ia tidak diketauhi statusnya.
Akan tetapi pendapat
Ibnul Qathan di atas ternyata kurang bisa diterima, sebab Al-‘Ijli dengan tegas
menilainya (Abu Maryam) tsiqah. Di samping itu banyak perawi yang menghambil hadits
darinya, sebagaimana yang dijelaskan dalam At-Tahdzib. Imam Ahmad juga
berkata: “Saya melihat bahwa para ahli hadits dari Himsha (
Catatan: Di dalam teks Sunan Abi-Dawud
yang ditashih (dikoreksi) oleh Syaikh Muhyiddin Abdulhamid, terdapat
tulisan Ibnu Abu Maryam, yang benar adalah Abu Maryam.
٢۳ -,, ÇöÊøóÞõ Çﷲó åٰÐöåö ÇúáÈóåóÇ Áòã
ÇúáãõÚúÌóãóÉö ¡ ÝóÇÑúßóÈõæúåóÇ ÕóÇáöÍóÉð ¡ æóßõáõæú åóÃ ÕóÇáöÍóÉõ ¡¡
”Takutlah
kepada Allah dalam (memelihara) binatang-binatang yang tak dapat bicara ini,
Tunggangilah mereka dengan baik dan berilah makanan dengan baik pula.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam
Abu Dawud (nomor : 2448) dari jalur Muhammad bin
Muhajir dari Rabi’ah bin Zaid dari Abu Kabsyah As-Saluli dari Sahal bin
Handzalah yang meriwayatkan:
“Rasulullah e melewati seeokor onta yang
punggungnya telah bertemu dengan perutnya (sangat kurus), lalu beliau bersabda:
(Perawi menyebutkan kalimat seperti hadits di atas). Hadits ini sanadnya
shahih, sebagaimana dikatakan Imam Nawawi dalam Ar-Riyadh dan dalam hal ini
dipakai pula oleh Al-Manawi.”
Sanad itu diperkuat pula oleh
Abdurrahman bin Yazid bin Jabir dengan pernyataannya: “Saya diberi hadits oleh
Rabi’ah bin Yazid, yang isinya sama dengan hadits di
atas namun redaksinya lebih sempurna, yaitu:
“Rasulullah e keluar untuk memenuhi suatu
keperluan.
Kemudian melihat seekor onta yang diderumkan di depan
pintu masjid sejak siang hari. Namun sore harinya beliau melihatnya masih dalam
keadaan yang sama. Melihat keadaan ini, beliau
bertanya: “Dimanakah pemiliki onta ini? Cari dia!”
Ternyata tidak ada, lalu beliau bersabda: “Bertaqwalah kepada Allah dalam
(memelihara) binatang ini. Tunggangilah dalam keadaan baik
dan dalam keadaan gemuk.” Saat itu beliau seperti baru
saja marah.”
Hadits ini
diriwayatkan oleh Ibnu Hibban (844), Imam Ahmad (4/180-181), dengan sanad yang
shahih sesuai dengan syarat Bukhari.
Catatan: lafal ßõáõæúåóÇ diberi harakat
dhammah,ó dari kata dasar Al-aklu (ÇúáÇóßúáõ)
dan inilah kata yang dipakai oleh Al-Manawi. Jika memang
benar riwayat dari Nabi e sperti itu, maka tidak ada masalah. Jika tidak, maka kalimat yang lebih sesuai dengan rangkaian sebelumnya
adalah ßóáõæúåóÇ (kiluuha)
dengan membaca kashrah kafnya, dari kata dasar æóßóáó yang bentuk mudhari’-nya adalah íóßöáõ (yakilu) dan bentuk amar-nya
(bentuk perintahnya) adalah (kil) ßöáú artinya (tinggalkanlah binatang itu). Hal
ini diperkuat oleh hadits sebelumnya (lihat nomor 22).
Kata ÇúáãõÚóÌúãóÉõ (al-mu’ajimah) berarti binatang yang tidak bisa
berbicara, sehingga tidak bisa melaporkan rasa lapar dan dahaganya kepada
pemiliknya. Asal kata al-a’jam berarti orang yang tidak fasih berbicara
dalam bahasa Arab, atau setidaknya kurang baik kefasihannya, baik orang Arab
sendiri atau orang non Arab. Orang itu disebut
demikian karena kegagapan lidahnya untuk melafalkan kata-kata Arab.
٢٤ - ÇóÝóáÇó ÞóÈöáó åÐóÇ ¿ ÇóÊõÑöíúÏõ Çóäú
ÊõãöíúÊóåóÇ ãóæúÊóÊóíúäö ¿
“Mengapa tidak engkau
lakukan sebelumnya? Apakah engaku ingin membunuhnya
dua kali?”
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam
Ath-Thabrani di dalam Al-Kabir (3/40/1), Al-Ausath (1/31/1), dan
Al-Baihaqi (9/280), dari Yusuf bin Addi dari Abdurrahamn bin Sulaiman Ar-Razi
dari ‘Ashim Al-Ahwal, dari Ikrimah dari Ibnu Abbas yang menuturkan:
”Rasulullah e mendapati seorang laki-laki yang
meletakkan kakinya di atas pantat seekor kambing sambil mengasah alat
sembelihannya. Kambing itu meliriknya. Lalu Nabi bersabda: (beliau
bersabda seperti hadits di atas).”
Dalam hal ini Imam Ath-Thabrani
berkata: “Yang menyambung hadits ini sampai kepada Nabi e dengan sanad ini hanya Abdurrahman
bin Sulaiman. Sedangkan Yusuf meriwayatkannya dengan cara
mumfarrid (menyendiri).
Sementara bila saya amati, keduanya adalah perawri yang tsiqah dan
temasuk perawi yang dipakai oleh Imam Bukhari (Rijalul Bukhari). Begitu pula dengan perawi lainnya. Dengan
demikian hadits ini statusnya shaihul isnad (shahih dipandang dari segi
sanad). Sedang Al-Haitsami (5/33) juga menyatakan: “Hadits ini
diriwayatkan oleh Imam Ath-Thabrani di dalam kitabnya Al-Kabir dan Al-Ausath.
Perawi-perawinya adalah shahih.”
Di dalam penegatifan (penghilangan)
terhadap perwai-perawi hadits tersebut jelas memerlukan penilaian tersendiri,
sebab Imam Hakim (4/231-233) dari jalur (jalur di sini maksudnya rangkaian
perawi-perawi hadits) Abdurrahman bin Mubarak dari Hammad bin Zaid, dari ‘Ashim
dengan redaksi:
“Apakah engkau
telah membunuhnya beberapa kali? Hendaknya engkau sudah menajamkan
alat sembelihanmu sebelum engkau menidurkannya.”
Hakim menjelaskan: “Hadits ini shahih
sesuai dengan syarat Imam Bukhari.” Sementara Adz-Dzahabi
juga sependapat dengannya. Di tempat lain ia
mengatakan: “Hadits ini shahih sesuai dengan syarat Imam Bukhari dan
Imam Muslim.”
٢٥
- ãöäú ÝóÌøóÚó åٰÐöåö ÈöæóáóÏöåóÇ ¿
ÑõÏøõæúÇ æóáóÏóåóÇÇöáóíúåóÇ .
“Siapa yang mengejutkan burung ini dengan
mengambil anaknya? Kembalikanlah anaknya kepadanya.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam
Bukhari di dalam Al-Adabul Mufarrad (Hadits nomor 382), Abu Dawud
(hadits nomor: 2675), dan Al-Hakim (4/239), dari Abdurrahman bin Abdillah dari
ayahnya, yang menceritakan:
“Kami menyertai
Rasulullah e dalam suatu perlawatannya. Kemudian beliau
pergi untuk memenuhi suatu kebutuhannaya. Lalu kami
melihat seekor burung berwarna merah dengan dua ekor anaknya. Kami lalu mengambil kedua anaknya itu. Tatkala
induknya dating dia mengepak-ngepakkan sayapnya dan terbang menurun ke dataran
menyiratkan kegelisahan dan kekecewaan. Ketika Nabi e dating, beliau bersabda: (kemudian
perawi menyebutkan sabdanya seperti tersebut di atas).”
Redaksi hadits di
atas adalah milik Abu Dawud. Ia menambahkan kalimat:
“Beliau juga
melihat perkampungan semut yang telah kami baker. Beliau bersabda: “Siapa yang telah
membakar tempat ini?” Kami menjawab: “Kamilah yang telah membakarnya.” Lalu
beliau bersabda: “Sesungguhnaya tidak ada yang pantas menyiksa dengan api kecuali Tuhan yang memiliki api.”
Sanad hadits ini
adalah shahih. Sementara Imam Al-Hakim berkomentar: “Hadits ini sanadnya shahih.”
Demikian pula yang dikemukakan oleh Adz-Dzahabi.
Selanjutnya nanti akan kami sertakan beberapa hadits
penguatnya (481-482).
٢٦ - æóÇáÔøóÇÉõ Çöäú ÑóÍöãúÊóåóÇ ÑóÍöãóßó
Çﷲõ .
“(Walau hanya)
seekor kambing, (tetapi) jika kamu menyayanginya maka Allah akan menyayangimu.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam
Bukhari di dalam Al-Adab Al-Mufarrad (hadits nomor: 373), Ath-Thabrani
dalam Al-Mu’jam Ash-Shaghir (hal. 60) dan Al-Ausath(Juz 1/121/1) dari tambahan yang
diberikannya. Ibnu Addi di dalam Al-Kamil (nomor: 259/2), Abu Na’im di dalam Al-Hilyah
(2/302, 6/343), Ibnu ‘Asakir (6/257/1) dari beberapa jalur yang berasal dari Mu’awiyah
bin Qurrab dari ayahnya yang meriwayatkan:
“Seseorang berkata: “Wahai Rasul,
kami telah menyembelih seekor kambing, tetapi kami melakukannya dengan penuh
kasih sayang. Lalu beliau bersabda: (rawi menyebutkan sabdanya di atas).”
Dalam matan tersebut
Imam Bukhari menambahkan ãóÑøóÊóíúäö dua kali.
Sanad hadits ini
shahih.
Al-Haitsami di dalam Al-Mujma’(4/33) berkata: “Hadits ini diriwayatkan oleh Imam
Al-Bazzar dan Ath-Thabrani di dalam Al-Kabir dan Ash-Shaghir. Ia
mempunyai beberapa redaksi, sementara perawi-perawinya berstatus tsiqah.”
٢٧ -
ãóäú
ÑóÍöãó æóáóæú ÐóÈöíúÍóÉó ÚõÕúÝõæúÑò ÑóÍöãóåõ Çﷲõõ íóæúãó ÇúáÞöíóÇãóÉö .
“Orang yang mau menyayangi binatang sembelihannya,
walau hanya seekor burung, maka Allah akan memberikan rahmat kepadanya kelak di
hari kiamat.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam
Bukhari di dalam Al-Adab Al-Mufarrad (nomor: 371) dan Tamam di dalam Al-Fawa’id
(nomor: 139/1) dari Al-Qasim bin Abdurrahman dari Abu Umamah secara marfu’
Saya berpendapat
sanad hadits ini hasan. Al-Haitsami (4/33) berkata: “Hadits ini diriwayatkan oleh
Ath-Thabrani dalam Al-Kabir
, dan perawi-perawinya tsiqah. Adh-Dhiya
Al-Maqdisi meriwayatkannya di dalam Al-Mukhtarah seperti yang
diriwayatkan oleh As-Suyuthi di dalam Al-Jami’ush-Shaghir.
٢٨ - ÚõÐöÈóÊö ÇãúÑóÇóÉñ Ýöì åöÑøóÉò ÓóÌóäóúÊúåóóÇ
ÍóÊøٰì ãóÇ ÊóÊú ¡ ÝóÏóÎóáóÊú ÝóíúåóÇÇáäøóÇÑó ¡ áÇóåöìó ÇóØúÚóãóÊúåóÇ
ÇöÐúÍóÈöÓóÊúåóÇ æóáÇóåöìó ÊóÑóßóÊúåóÇ ÊóÃúßõáõ ãöäú ÎóÔóÇÔö ÇúáÇóÑúÖö .
“
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari
di dalam kitab Shahih-nya (2/78 cet. Eropa) dan di dalam Al-Adabul
Al-Mufarrad (hadits nomor: 379), Imam Muslim (7/43), dari hadits Nafi’ dari
Abdullah Ibnu Umar secara marfu’. Di samping itu juga diriwayatkan oleh
Muslim dan Ahmad (2/507) dari beberapa jalur, semuanya berasal dari Abu
Hurairah secara marfu’ pula.
٢٩ - Èóíúäóäó ÑóÌõáñ íóãúÔöìú ÈöØóÑöíúÞò ¡
ÇöÐöÇÔúÊóÏøóÊú Úóáóíúåö ÇáúÚóØúÔõ ÝóæóÌóÏø ÈöÁúÑðÇÝóäóÒóáó ÝöíúåóÇ ÝóÔóÑöÈó ¡
æðÎóÑóÌó ¡ ÝóÇöÐð ßóáúÈñ íóáúåóËõ íóÃúßõáõ ÇáËøóÑٰÇ ãöäó ÇáúÚóØúÔö ¡
ÝóÞóÇáó ÇáÑøóÌõáõ : áóÞóÏú ÈóáóÛó åٰÐóÇáúßóáúÈõ ãöäó ÇáúÚóØúÔö ãöËúáó
ÇáøóÐöìú ÈóáóÛó ãööäøöì ¡ ÝóäóÒóáó ÇáúÈöٴúÑó ÝóãóáÇóٴóÎõÝøóåõ Ëõãøó
ÇóãúÓóßóåõ ÈööÝöíúåö ÍóÊøٰì ÑóÞóìó ÝóÓóÞóì ÇáúßóáúúÈó ¡ ÝóÔóßóÑó
Çﷲó áóåõ ¡ ÝóÛóÝóÑóáóåõ ¡ ÝóÞóÇáõæúÇ :,, íóÇ ÑóÓõæúáó Çﷲö æóÇöäøó
áóäóÇ Ýöì ÇáúÈóåóÇ Áöãö óáÇóÌúÑðÇ ¿ ,, ÝóÞóÇáó : ,, Ýöìú ßõáøö ÐóÇÊö ßóÈöÏò
ÑõØúÈóÉò ÇóÌúÑñ ,,
“Konon ada
seorang laki-laki yang melintasi jalan. Tiba-tiba ia
merasa sangat haus, lalu menemukan sebuah sumur. Ia
menuruninya untuk (mengambil air) minum. Selesai minum, ia
keluar. Tatkala ia telah keluar ia menjumpai seekor
anjing yang menjulur-julurkan lidahnya sambil mencium tanah karena kehausan.
Orang itu bergumam dalam hati: “Kasihan, anjing ini benar-benar kehausan,
seperti yang baru saja menimpadiriku.” Kemudian ia
kembali menuruni sumur itu dan mengisi penuh sepatunya dengan air. Ia gigit sepatu itu hingga sampai lagi di tempat anjing
berada. Lalu ia meminumkannya kepada anjing itu. Allah SWT mengucapkan terima kasih kepadanya dan mengampuni
dosa-dosanya.
Hadits ini
diriwayatkan oleh Imam Malik di dalam Al-Muwaththa’ (hal 929-930). Imam Bukhari juga meirwayatkan
hadits itu darinya di dalam kitab Shahih-nya (2/77-78,103, 4/117 cet.
Eropa) dan di dalam Al-Adab Al-Mufarrad (hadits nomor: 378), Muslim
(7/44), Abu Dawud (hadits nomor: 2550), dan Imam Ahmad (2/375-517). Semuanya dari Imam Malik dari Suma, seorang budak yang dimerdekakan
oleh Abubakar, dari Abu Shaleh As-Siman dari Abu Hurairah secara marfu’.
Sementara itu Imam Ahmad (2/521)
juga meriwataykannya dari jalur yang lain, yaitu dari Abu Shaleh dengan redaksi
yang sama, namun disertai
beberapa pengurangan.
٣۰ - ÈóíúäóãóÇßóáúÈñ
íóØöíúÝõ ÈöÑóßöíøóÉò ÞóÏúßóÇÏó íóÞúÊõáõåõ ÇáúÚóØúÔõ ÇöÐú ÑóÇóÊúåõ ÈóÛöíøñ ãöäú
ÈóÛóÇíóÇ Èóäöìú ÇöÓúÑóÇÁöíúáó ÝóäóÒóÛ ÚóÊú ãõæúÞóåóÇ ¡ ÝóÇÓúÊóÞóÊú áóåõ Èöå
ÝóÓóÞóÊúåõ ÇöíøóÇåõ ¡ ÝóÛóÝóÑó áóåóÇ Èöåö .
“Konon ada seekor anjing yang
berputar-putar di sekeliling sebuah sumur yang hamper
mati karena kehausan, tiba-tiba seorang wanita tuna susila dari Bani
Hadits ini
diriwayatkan oleh Imam Bukhari (2/376 cet. Eropa), Muslim (7/45) dan Ahmad
(2/507), dari hadits Muhammad bin Sirin dari Abu Hurairah secara marfu’.
Sementara itu Imam Anas bin Sirin
juga meriwayatkan hadits yang senada dari Abu Hurairah.
Imam Ahmad (2/501)
juga meriwayatkannya dengan sanad yang shahih.
Kata ar-rakiyyah
berarti sebuah sumur yang belum atau sudah diberi bebatuan.
Riwayat Beberapa Sahabat tentang Kasih Sayang terhadap
Binatang
1. Dari Al-Musayyab bin Dar, menceritakan:
“Saya melihat Umar bin Khattab
memukul seorang tukang onta sambil berkata: “Mengapa engaku membebani ontamu
dengan beban yang tidak sanggup dipikulnya?”
Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu
Sa’ad di dalam Ath-Thabaqat (8/127), dengan sanad yang shahih hingga
sampai Al-Musayyab bin Dar. Tetapi saya tidak mengenal
Al-Musayyab ini.
Jelas pula bagi saya
bahwa nama ayahnya yang sebenarnya adalah ‘Darim’,
sebagaimana sanad yang dipakai oleh Abi Al-Hasan Al-Akhmimi di dalam kitab
haditsnya (nomor: 62/2). Sanad seperti ini pula yang dipakai
oleh Ibnu Abi Hatim di dalam Al-Jarh Wat-Ta’dil (4/1/294). Abu
Hatim menuturkan: “Ia meninggal pada tahun 68 H.” Dan Abi
Hatim tidak menyebutkan jarh atau ta’dil untuknya sedikipun.
Sedangkan Ibnu Hibban menyebutkannya di dalam kitabnya At-Tsiqqat
(1/227) dan menyebutnya dengan nama panggilan (kuniah)
Abu Shaleh.
2.
Dari Ashim bin Ubaidillah bin Ashim bin Umar bin Khatab yang menuturkan sebuah
riwayat hadits:
“Bahwasanya ada seorang laki-laki yang mengasah alat
sembelihannya dan memegang seekor kambing yang akan dipotongnya.
Kemudian Umar memukulnya dengan gagang pedangnya yang mengkilap, sambil
berkata: “Apakah engkau akan menyiksa mahluk yang bernyawa? Mengapa
engkau tidak mengasahnya sebelum memegang binatang ini?”
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Baihaqi (9/280-281).
3. Dari Muhammad bin Sirin:
Çöäøó ÚõãóÑóÑóÖöìó Çﷲõ Úóäúåõ
ÑóÇٰì ÑóÌõáñ íóÌõÑøõ ÔóÇÉð áöíóÐúÈóÍóåóÇ ÝóÖóÑóÈóåõ ÈöÇÏøõÑøóÉö æóÞóÇáó :
ÓõÞúåóÇ – áÇóÇõãøó áóßó – Çöáóì ÇúáãóæúÊö ÓóæúÞðÇ ÌóãöíúáÇð .
“Bahwasanya Umar bin Khattab ra. melihat seorang laki-laki menyeret seekor kambing yang akan
disembelihnya. Kemudian beliau memukulnya dengan gagang pedangnya, kemudian
berkata: “Giringlah, -celaka engaku- untuk menyongsong kematiannya dengan cara yang baik.”
Hadits ini juga
diriwayatkan oleh Al-Baihaqi.
4. Dari Wahab bin Kisan, ia
menyebutkan:
Çöäøó ÇÈúäó ÚõãóÑóÑóÇٰì ÑóÇÚöìú Ûóäóãò
Ýöìú ãóßóÇäò ÞóÈöíúÍò ¡ æóÞóÏúÑóÇٰì ÇÈúäõ ÚõãóÑó ãóßóÇäðÇ ÇóãúËóáóãöäúåõ
¡ ÝóÞóÇáó ÇÈúäõ ÚõãóÑó : æóíúÍóßó íóÇ ÑóÇÚöì ÍóæøöáúåóÇ ¡ ÝóÇöäøöì ÓóãöÚúÊõ
ÇáäøóÈöìøó Õóáøóì Çﷲõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó íóÞõæúáõ : ßõáøõ ÑóÇÚò
ãóÓúÁõæúáñ Úóäú ÑóÚöíøóÊöå
“Bahwasanya
Ibnu Umar melihat seorang penggembala kambing di tempat yang menjijikkan. Padahal beliau
melihat tempat yang lebih layaäk. Oleh
karena itu beliau marah: “Celaka kamu, wahai penggembala kambing. Pindahkan
kambingmu itu, sebab saya pernah mendengar Rasulullah e bersabda: “Setiap penggembala
(pemimpin) akan dimintai pertanggung-jawabannya.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam
Ahmad (hadits nomor: 5869) dengan sanad hasan.
1.
Dari Mu’awiyah bin Qurrab, ia berkata:
ßóÇäó áÇöóÈöì ÇáÏøóÑúÏóÇÁö Ìóãóáñ íõÞóÇáõ
áóåõ (Ïóãõæúäñ) ¡ ÝóßóÇäó ÇöÐóÇ ÇöÓúÊóÚóÇÑõæúåõ ãöäúåõ ÞóÇáó : áÇóÊõÍóãøöáõæúÇ
Úóáóíúåö ÇöáÇøó ßóÐóÇ æóßóÐóÇ ¡ ÝóÇöäøóåõ áÇóíóØöíúÞõ ÇóßúËóÑóãöäú
ÐٰÇáößó ¡ Ýóáóãøó ÍóÖóÑóÊúåõ ÇúáæóÝóÇÞóáó : íóÇÏóãõæúäõ áÇó ÊõÎóÇÓöãúäöì
ÛóÏðÇ ÚöäúÏóÑóÈøöì ¡ ÝóÇöäøö áóãú Çóßõäú ÇÍóãøöáõ Úóáóíúßó ÇöáÇøó ãóÇ ÊõØöíúÞõ
.
“Abu Darda’
mempunyai seekor onta yang bernama Damun. Apabila ada orang yang menyewanya,
maka ia berpesan: “Janganlah engkau muati binatang ini
kecuali sekian. Sebab dia tidak kuat mengangkat yang lebih
berat dari itu.” Tatkala binatang itu mati, ia
berkata: “Wahai Damun, janganlah engkau menggugat saya kelak di hadapan Tuhan
saya, sebab saya tidak pernah membebani kamu, kecuali apa yang engkau mampu.”
Hadits ini
diriwayatkan oleh Abu Al-Hasan Al-Akhmimi di dalam kitab haditsnya (63/1).
6. Dari Abu Utsman Tsaqafi, ia
menuturkan:
ßóÇäó áöÚõãóÑó Èúäö ÚóÈúÏõ ÇáúÚóÒöíúÒö ÑóÖöìó
Çﷲõ Úóäúåõ ÛõáÇóãñ íóÚúãóáõ Úóáìٰ ÈóÛúáò áóåõ íøÃúÊöíúåö
ÈöÏöÑúåóãò ßõáøó íóæúãò ¡ ÝóÌóÇÁó íóæúãðÇ ÈöÏöÑúåóãò æóäöÕúÝò ÝóÞóÇáó : Çóãó
ÈöÐٰÇáößó ¿ ÞóÇáó : äóÝóÞúÊõ ÇáÓøóæúÞó ¡ ÞóÇáó : áÇó æóáٰßöäøóßó
ÇóÊúÚóÈúÊó ÇáúÈóÛúáó ! ÇóÌóãøóåõ ËóáÇóËóÉó ÇóíøóÇãò .
“Umar bin Abdulaziz mempunyai
seorang pelayan yang mengurusi bigìhalnya
(sejenis keledai). Ia memberinya upah satu dirmah
setiap harinya. Suatu hari ia memberinya satu setengah
dirham. Kemudian ia berkata: “Tidakkah jelas bagimu
(maksud saya ini)?” Pelayan itu menjawab: “(Mungkin) karena barang-barang
dagangan (Anda) laku keras. Umar menjawab: “Bukan karena itu, tapi karena kamu
telah membebani bighal ini dengan beban yang terlalu berat, hingga ia
kepayahan. Karena itu istirahatkanlah ia selama tiga hari.”
Hadits ini
dirieayatkan oleh Imam Ahmad di dalam Az-Zuhd (19/59/1) dengan sanad
yang shahih sampai kepada Abu Utsman. Orang terakhir
inilah yang tidak saya ketahui biografinya.
Itulah beberapa
penukilan dari para sahabat yang telah saya pelajari sampai saat ini. Hadits-hadits itu
menunjukkan betapa besar perhatian orang-orang terdahulu terhadap saran-saran
Nabi e
tentang kasih sayang terhadap binatang. Walaupun hakekatnya semua itu
masih sedikit sekali porsinya, ibarat setetes air di lautan, namun hal ini
telah memberikan alas an yang cukup kuat bahwa
Islam-lah yang menjadi peletak dasar sikap menyayangi binatang, tidak seperti
yang diduga oleh orang-orang yang sedikit pengetahuannya tentang Islam. Mereka
mengira bahwa yang pertama kali mencetuskan itu adalah orang-orang Eropa yang
non muslim. Padahal ajaran sikap itu
benar-benar dari Islam. Hanya saja mereka (orang-orang
Eropa) mampu mengembangkan dan merumuskannya secara lebih sistematis dan
mengimplementasikannya, di samping mendapat dukungan dari Negara, sehingga
sikap menyayangi binatang di kalangan mereka sudah menjadi ciri khas.
Hal inilah yang menyebabkan adanya orang-orang yang menduga bahwa ajaran itu
berasal dari mereka yang non muslim. Lebih-lebih setelah mereka melihat realita social di kalangan
muslimin yang tidak banyak memberikan perhatian khusus terhadap dunia binatang.
Akhirnya merekalah yang secara intensif memberikan suaka
terhadap binatang.
Di beberapa Negara Eropa, kasih
sayang terhadap binatang itu bisa dikatakan extrim, sebagaimana yang pernah say
abaca di sebuah majalah, sebuah artikel yang berjudul: “Binatang dan
Manusia”. Di dalam tulisan itu
disebutkan:
“Di dalam
terowongan tempat penambangan besi di Kopenhagen, hidup kelelawar-kelelawar
yang diperkirakan sudah setengah abad lamanya. Ketika terowongan
tersebut runtuh dan hendak dipugar kembali, pemerintah mengerahkan 1000
personil untuk mengeluarkan kelelawar-kelelawar itu dari terowongan.”
Sebuah peristiwa terjadi lagi, yaitu
jatuh dan hilangnya anak anjing di sebuah
****
As-Shahihah Online melalui www.alquran-sunnah.com |