Ada yang bilang begini :
“Keluar rumah berani. Ke pasar berani. Ke ruang publik berani. Giliran ke masjid takut corona.?”
“Tidak berjama’ah ke masjid, tapi masih keluar buat bekerja. Situ waras?!”
“Ke ATM berani, ke pasar berani, ke warung berani…. Giliran ke masjid ga berani takut corona katanya… Antum waras??”
Mari coba kita pelajari dan luruskan.
Komentar-komentar di atas, didasari oleh analogi (qiyas) antara masjid dan pasar. Apakah analogi tersebut sudah tepat?
Tepat tidaknya, silahkan pembaca simpulkan sendiri setelah membaca catatan-catatan berikut :
Islam adalah agama yang sempurna, mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. Asasnya adalah aqidah yang benar, bagunannya adalah amal shalih dan hiasannya adalah akhlak yang mulia. Sebuah pondasi tidak akan bernilai tinggi, jika tidak ada bangunan di atasnya; Sebuah bangunan akan rapuh, meski terkesan kokoh jika pondasinya tidak kuat dan sebuah bangunan tidak akan enak dipandang jika hampa dari hiasan. Artinya, ketiga unsur merupakan satu-kesatuan yang tidak bisa dipisah-pisahkan.
Diantara akhlak islami yang mulia yang menghiasi diri kaum muslimin dan terhitung sebagai bukti atau kensekuensi persaudaraan sejati yaitu berjabat tangan tatkala berjumpa. Pertanyaannya, bagaimana aturan Islam dalam berjabat tangan yang mendatangkan kebaikan itu ? Sudah benarkah praktik yang dilakukan oleh kaum Muslimin sekarang ini ? Ini perlu sekali untuk diketahui bersama, karena tidak beberapa lagi kita akan melaksanakan ibadah puasa yang diakhiri dengan hari raya Idul Fithri. Pada hari ini, biasanya berjabat tangan itu seakan sudah menjadi kewajiban yang tidak boleh ditinggalkan.
Berikut pembahasan seputar berjabat tangan dalam Islam, hukum dan keutamaannya serta hal-hal yang terkait dengannya.
HUKUM BERJABAT TANGAN DAN ASAL USULNYA
Berjabat tangan adalah sunnah yang disyari’atkan dan adab mulia para shahabat Radhiyallahu anhum yang dipraktikkan sesama mereka tatkala berjumpa.
Imam Bukhâri rahimahullah dalam kitab al-Isti’dzân dalam kitab Shahihnya memuat sebuah bab yang berjudul Babul Mushafahah (Bab: Berjabat Tangan). Dalam bab ini, beliau rahimahullah membawakan beberapa hadits yang menjelaskan sunnahnya berjabat tangan tatkala bersua, diantaranya :
عَنْ قَتَادَةَ قَالَ قُلْتُ لِأَنَسٍ أَكَانَتْ الْمُصَافَحَةُ فِي أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ نَعَمْ
Dari Qatâdah Radhiyallahu anhu ia berkata, “Saya bertanya kepada Anas (bin Mâlik) Radhiyallahu anhu , ‘Apakah berjabat tangan dilakukan dikalangan para shahabat Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam ?’ Beliau Radhiyallahu anhu menjawab, ‘Ya’ [1]
Siapa yang mau celaka? Tentunya semua orang sepakat menjawab tak akan ada yang mau mengalaminya. Sebagai orang berakal, tentunya kita pun mesti menjauhi hal-hal yang bisa mencelakai diri kita. Namun tahukah Anda apa kecelakaan terbesar yang bisa dialami seseorang? Kecelakaan terbesar yang didapatkan seorang hamba adalah masuknya ia ke dalam api neraka, naudzubillah.
Dalam sebuah hadits, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memperingatkan umatnya mengenai 3 sifat pembawa celaka yang bisa mengantarkan ke jurang neraka. Mari kita simak:
أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِأَهْلِ الْجَنَّةِ ؟ كُلُّ ضَعِيفٍ مُتَضَعِّفٍ ، لَوْ أَقْسَمَ عَلَى اللَّهِ لَأَبَرَّهُ، أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِأَهْلِ النَّارِ ؟ كُلُّ عُتُلٍّ جَوَّاظٍ مُسْتَكْبِرٍ
Dari Haritsah bin Wahb radhiyallahu ‘anhu beliau berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Maukah aku kabarkan kepada kalian siapa penghuni surga? Merekalah orang yang lemah lagi diremehkan orang lain. Namun jika dia bersumpah dengan menyebut nama Allah, pasti Allah akan mengabulkannya. Maukah aku kabarkan pada kalian siapa penghuni neraka? Merekalah orang yang kasar, tak sabaran lagi sombong.” (HR. Al-Bukhari no. 4918 dan Muslim no. 2853)
Halaman 52 dari 212