Kaidah Pertama : Bagaimana Engkau Bermuamalah dengan Kitab/Buku ?
Bermuamalah dengan kitab dapat dilakukan dengan beberapa cara :
1. Mengetahui isi materinya
Sehingga seorang dapat mengambil faedah darinya karena hal ini membutuhkan spesialisasi, sebab mungkin saja itu adalah kitab sihir, kitab yang berisi kebatilan dan semisalnya. Maka kita harus mengetahui terlebih dahulu isi materi kitab sehingga faedah darinya bisa diambil.
2. Mengetahui istilah-istilahnya
Karena mengetahui istilah akan lebih mengefektifkan waktu, dan inilah yang dilakukan para ulama di dalam pendahuluan kitab-kitab mereka. Misalnya kita mengetahui bahwa pengarang kitab Bulughul Maram, jika dia mengatakan muttafaq 'alaih, artinya diriwayatkan oleh Al Bukhori dan Muslim. Namun pengarang kitab Al Muntaqaa berbeda, jika dia mengatakan muttafaq 'alaih artinya diriwayatkan dari Ahmad, Al Bukhori dan Muslim. Demikian pula kitab-kitab fiqih, harus dibedakan antara dua (pendapat), dua pandangan, dua riwayat dan dua kemungkinan. Maka jika dikatakan dua riwayat artinya dari Ahmad, jika dua pandangan artinya dari para imam Madzab besar, sedangkan dua kemungkinan maksudnya adalah keraguan antara dua qaul (pendapat), dan dua qaul lebih umum dari itu semua. Demikian pula engkau perlu mengetahui -misalnya- jika pengarang kitab mengatakan "ijma'" artinya antara umat, jika dikatakan sepakat artinya antara tiga imam sebagaimana pengarang kitab Al Furu' dalam fiqih Hanabilah. Demikian pula imam madzhab lainnya, masing-masing memiliki istilah, maka engkau harus mengetahui istilah pengarang.
3. Mengetahui uslub (metode) dan ibarah (ungkapan/gaya bahasa)
Oleh karena itu engkau sering mengalami -jika sedang membaca kitab- ketika pertama kali membacanya, apalagi kitab-kitab ilmiyah yang penuh dengan ilmu, engkau pertama kali menemukan ungkapan yang memerlukan perhatian dan pemikiran tentang maknanya karena engkau belum terbiasa.
Ada hal lain di luar mu'amalah dengan kitab yaitu ta'liq (komentar) yang terdapat dalam catatan kaki atau catatan pinggir sebuah kitab. Ini pun wajib dimanfaatkan oleh penuntut ilmu. Bila membutuhkan satu masalah yang butuh penjelasan, dalil atau alasan yang khawatir akan lupa, maka dia harus memberi komentar, penulis akan memberikan komentar di catatan kaki atau catatan tepi. Kebanyakan manusia meluputkan faedah seperti ini, yang apabila dia memberikan komentar, hal ini tidak akan memakan waktu kecuali satu dua menit saja. Kemudian jika dia kembali untuk membaca ulang setelah jangka waktu yang lama, terkadang dia tidak menemukannya.
Maka penuntut ilmu wajib memperhatikan hal ini, terutama di kitab-kitab fiqih. Satu masalah beserta hukumnya yang engkau temukan di beberapa kitab yang membuatmu ragu dan tawaquf. Jika engkau menelaah kitab-kitab yang lebih luas dari kitab-kitab yang sedang engkau telaah akan engkau jumpai pendapat yang menjelaskan masalah tersebut. Maka engkau mesti memberi komentar atas pendapat itu sebagai rujukan bagimu di lain waktu jika engkau membutuhkannya tanpa harus merujuk kepada kitab-kitab asal yang dinukil tadi, ini akan menghemat waktu.
Pendahuluan
Ketahuilah, bahwa sesunguhnya kelurusan ajaran Nabi Ibrahim 'alaihis salam adalah beribadah kepada Allah secara ikhlas dalam melaksanakan ibadah kepada-Nya. Allah berfirman [artinya]: "Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku. (Adz-Dzariyaat1:56)
Dan bila Anda telah tahu bahwasanya Allah menciptakanmu untuk beribadah kepada-Nya, maka ketahuilah bahwa ibadah tidak disebut ibadah kecuali bila disertai dengan tauhid. Sebagaimana shalat, tidaklah disebut shalat bila tidak disertai dengan bersuci. Bila ibadah dicampuri syirik, maka rusaklah ibadah itu, sebagaimana rusaknya shalat bila disertai adanya hadatz (tidak suci). Allah berfirman [artinya]:" Tidaklah pantas orang-orang musyrik itu memakmurkan mesjid-mesjid Allah, sedang mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir. Itulah orang-orang yang sia-sia pekerjaannya, dan mereka itu kekal di dalam neraka" (At-Taubah: 17)
Oleh karena itu, perlu dipahami bahwa ibadah yang bercampur dengan kesyirikan akan merusak ibadah itu sendiri. Dan ibadah yang bercampur dengan syirik itu akan menggugurkan amal sehingga pelakunya menjadi penghuni neraka, Allah berfirman [artinya]: "Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar." (An-Nisaa': 48)
Kemurnian ibadah akan mampu dicapai bila memahami 4 kaidah yang telah Allah nyatakan dalam firman-Nya:
Kaidah Pertama
Engkau harus mengetahui bahwa orang-orang kafir yang diperangi oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, mereka meyakini bahwa Allah sebagai Pencipta, Pemberi rizki, Yang menghidupkan, Yang mematikan, Yang memberi manfa'at, Yang memberi madzarat, Yang mengatur segala urusan (tauhid rububiyah). Tetapi semuanya itu tidak menyebabkan mereka sebagai muslim, Allah berfirman: "Katakanlah: 'Siapa yang memberi rizki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapa yang kuasa [menciptakan] pendengaran dan penglihatan, dan siapa yang mengeluarkan yang mati dari yang hidup, dan siapa yang mengatur segala urusan?' Maka mereka akan menjawab:'Allah'. Maka katakanlah:'Mengapa kamu tidak bertakwa [kepada-Nya]." (Yunus:31)
Halaman 181 dari 211