Tak banyak yang tahu, Ihya` ‘Ulumuddin, kitab yang banyak dipuja orang ini, merupakan salah satu gudangnya kemungkaran. Kajian berikut memang tidak memaparkannya secara keseluruhan. Namun cukuplah menjadi peringatan bagi kita semua agar tidak lagi menggeluti buku ini terlebih mengagungkannya.
Ahlus Sunnah Wal Jamaah merupakan suatu umat yang senantiasa berupaya untuk komitmen di atas kemurnian agama, serta bersikap tegas terhadap segala bentuk penyimpangan atau upaya segolongan orang yang akan mengaburkan As-Sunnah.
Abdurrahman bin Abu Hatim Ar-Razi berkata: “Aku mendengar bapakku dan Abu Zur’ah, keduanya memerintahkan untuk memboikot ahlul bid’ah. Keduanya sangat keras terhadap mereka, dan mengingkari pemahaman kitab (Al-Qur`an, red.) dengan akal semata tanpa bersandar dengan atsar (hadits, red.), melarang duduk bersama ahlul kalam (kaum filsafat), dan melihat kitab-kitab ahlul kalam.” (Syarh Ushul I’tiqad Ahlis Sunnah wal Jama’ah, hal. 322)
Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu berkata: “Kalian akan mendapati segolongan kaum yang menyangka bahwa mereka menyeru kepada Kitabullah, namun hakekatnya mereka telah melemparkannya ke belakang punggung-punggung mereka.” (Al-Ibanah, 1/322)
Selengkapnya: Mengenal Lebih Jauh Kitab IHYA ULUMUDDIN karya AL-GHAZALI
عَنْ زَيْدِ بْنِ ثَابِت رصي الله عنه قاَلَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ: ((نَضَّرَ اللهُ امْرَءاً سَمِعَ مِنَّا حَدِيْثاً فَحَفِظَهُ — وَفِيْ لَفْظٍ: فَوَعَاهَا وَحَفِظَهَا — حَتَّى يُبَلِّغَهُ
((فَرُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ إِلَى مَنْ هُوَ أَفْقَهُ مِنْهُ، وَرُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ لَيْسَ بِفَقِيْهٍ
Dari Zaid bin Tsabit rodhiyallohu ‘anhu, dia berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Semoga Allah mencerahkan (mengelokkan rupa) orang yang mendengar hadits dariku, lalu dia menghapalnya’ —dalam lafadz riwayat lain, ‘lalu dia memahami dan menghapalnya—, hingga (kemudian) dia menyampaikannya (kepada orang lain), terkadang orang yang membawa ilmu agama menyampaikannya kepada orang yang lebih paham darinya, dan terkadang orang yang membawa ilmu agama tidak memahaminya’.” (Hadits yang shahih dan mutawatir).
TAKHRIJ HADITS DAN DERAJATNYA
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud no. 3660, at-Tirmidzi no. 2656, Ibnu Majah no. 230, ad-Darimi no. 229, Ahmad 5/183, Ibnu Hibban no. 680, ath-Thabrani dalam al-Mu’jamul Kabiir no. 4890, dan imam-imam lainnya.
Hadits ini adalah hadits yang shahih dan mutawatir, karena diriwayatkan oleh lebih dari dua puluh orang sahabat rodhiyallohu ‘anhum Rasulullah shollallohu ‘alaihi wasallam, dan diriwayatkan dari berbagai jalur yang banyak sekali [1].
Sering terjadi diskusi atau debat tentang boleh dan tidaknya seorang da’i yang menjelaskan masalah bid’ah dimajlis majlis ‘ilmu dan tentu saja debat ini terjadi diantara para pendukung sunnah melawan pendukung bid’ah, simpatisan atau para da’i yang gandrung dengan bid’ah-bid’ah yang digemari oleh kebanyakan manusia, dan mereka tidak ingin ditinggalkan pengikutnya.
Seakan-akan sudah menjadi kaidah yang disepakati diantara mereka (walaupun tidak diucapkan) bahwasanya pembahasan masalah-masalah bid’ah akan membuat manusia lari dan menjauh dari mereka, dan memecah belah persatuan ummat islam, maka demi terlaksananya dakwah maka tidak perlu hal-hal tersebut diangkat dihadapan manusia.
Satu contoh jawaban yang sering mereka lontarkan ketika ditanya “apakah melafadzkan niat itu bid’ah atau sunnah ?” maka mereka menjawab “Tidak perlu sibuk dengan hal itu, semua benar yang salah adalah yang tidak sholat !”.
Jawaban seperti ini seolah olah sebagai jurus penyelamat bagi mereka supaya tidak di tinggalkan oleh pengikutnya, dan ternyata jawaban seperti ini sangatlah ampuh sehingga orang yang mendengarnya akan mengatkan padanya ini adalah seorang ustadz/kyai yang tidak kolot, sesuai dengan keadaan dan menyatukan dan tidak memecah belah ummat, dan mampu memberi solusi tepat tidak menyusahkan.
Halaman 152 dari 211