Etika Memberi Salam

Informasi Artikel ini:
Penulis: admin-alquransunnah
Dipublikasikan: 23 February 2010
Dibaca: 8334

Makruh memberi salam dengan ucapan: "Alaikumus salam" karena di dalam hadits Jabir diriwayatkan bahwasanya ia menuturkan : Aku pernah menjumpai Rasulullah maka aku berkata: "Alaikas salam ya Rasulallah". Nabi menjawab:

"Jangan kamu mengatakan: Alaikas salam".

Di dalam riwayat Abu Daud disebutkan: "karena sesungguhnya ucapan "alaikas salam" itu adalah salam untuk orang-orang yang telah mati". (HR. Abu Daud dan At-Turmudzi, dishahihkan oleh Al-Albani).

salamDianjurkan mengucapkan salam tiga kali jika khalayak banyak jumlahnya.
Di dalam hadits Anas disebutkan bahwa Nabi apabila ia mengucapkan suatu kalimat, ia mengulanginya tiga kali. Dan apabila ia datang kepada suatu kaum, ia memberi salam kepada mereka tiga kali" (HR. Al-Bukhari). 

Termasuk sunnah adalah orang mengendarai kendaraan memberikan salam kepada orang yang berjalan kaki, dan orang yang berjalan kaki memberi salam kepada orang yang duduk, orang yang sedikit kepada yang banyak, dan orang yang lebih muda kepada yang lebih tua. Demikianlah disebutkan di dalam hadits Abu Hurairah yang muttafaq'alaih. 

Disunnatkan keras ketika memberi salam dan demikian pula menjawabnya, kecuali jika di sekitarnya ada orang-orang yang sedang tidur. 

Di dalam hadits Miqdad bin Al-Aswad disebutkan di antaranya: "dan kami pun memerah susu (binatang ternak) hingga setiap orang dapat bagian minum dari kami, dan kami sediakan bagian untuk Nabi Miqdad berkata: Maka Nabi pun datang di malam hari dan memberikan salam yang tidak membangunkan orang yang sedang tidur, namun dapat didengar oleh orang yang bangun".(HR. Muslim). 

Selengkapnya: Etika Memberi Salam

Antara Berbakti kepada Orang Tua dan Taat kepada Suami

Informasi Artikel ini:
Penulis: Al-Ustadzah Ummu Ishaq Al-Atsariyyah
Dipublikasikan: 14 February 2010
Dibaca: 13529
Memilih antara menuruti keinginan suami atau tunduk kepada perintah orangtua merupakan dilema yang banyak dialami kaum wanita yang telah menikah. Bagaimana Islam mendudukkan perkara ini?

Seorang wanita apabila telah menikah maka suaminya lebih berhak terhadap dirinya daripada kedua orangtuanya. Sehingga ia lebih wajib menaati suaminya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللهُ

“Maka wanita yang shalihah adalah wanita yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada (bepergian) dikarenakan Allah telah memelihara mereka…” (An-Nisa’: 34)
Pink-Stargazer-Lily
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam haditsnya:

الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِهَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ، إِذَا نَظَرْتَ إِلَيْهَا سَرَّتْكَ، وَإِذَا أَمَرْتَهَا أَطَاعَتْكَ، وَإِذَا غِبْتَ عَنْهَا حَفِظَتْكَ فِي نَفْسِهَا وَمَالِكَ

“Dunia ini adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasannya adalah wanita yang shalihah. Bila engkau memandangnya, ia menggembirakan (menyenangkan)mu. Bila engkau perintah, ia menaatimu. Dan bila engkau bepergian meninggalkannya, ia menjaga dirinya (untukmu) dan menjaga hartamu1.”

Dalam Shahih Ibnu Abi Hatim dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا صَلَتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَصَنَتْ فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ بَعْلَهَا، دَخَلَتْ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شَاءَتْ

“Apabila seorang wanita mengerjakan shalat lima waktunya, mengerjakan puasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya dan menaati suaminya, maka ia akan masuk surga dari pintu mana saja yang ia inginkan2.”

Dalam Sunan At-Tirmidzi dari Ummu Salamah radhiallahu 'anha, ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَيُّمَا امْرَأَةٍ مَاتَتْ وَزَوْجُهَا رَاضٍ عَنْهَا دَخَلَتِ الْجَنَّةَ

“Wanita (istri) mana saja yang meninggal dalam keadaan suaminya ridha kepadanya niscaya ia akan masuk surga.”

Selengkapnya: Antara Berbakti kepada Orang Tua dan Taat kepada Suami

Ternyata Bukan Najis!

Informasi Artikel ini:
Penulis: admin-alquransunnah
Dipublikasikan: 06 February 2010
Dibaca: 13889

Ada beberapa perkara yang dianggap oleh sebagian orang bahwa ia adalah najis. Eh, ternyata bukan najis sehingga ada diantara mereka yang menyangka kalau mani atau muntah itu adalah najis. Lebih parah lagi, jika menyangka ludah atau keringat seseorang itu adalah najis.

tisuSebagian orang pernah bertanya kepada kami tentang sholat dengan pakaian yang terkena lumpur atau olie, maka kami katakan bahwa hal itu bukan najis. Ini penting kita ketahui, sebab sebagian kaum muslimin ada yang tak mau sholat dengan pakaiannya yang kotor karena lumpur saat ia sedang di sawah dengan dalih lumpur itu najis !! Padahal ternyata bukan najis !!! Perlu diketahui bahwa tidak semua yang kotor pasti najis. Jadi, lumpur, olie, tahi ayam, dan lainnya bukan najis, kecuali yang telah kami jelaskan dalam buletin mungil ini, edisi ke-23 ("Barang-barang Najis").

Diantara perkara-perkara yang dianggap najis sebagian orang, bahkan kebanyakan orang, padahal ia bukan najis:

Cairan Mani

Mani adalah asal penciptaan bani Adam yang suci. Karenanya seorang yang mengalami mimpi basah, maka ia tak wajib mencuci bajunya, karena mani itu bukan najis. Cukup baginya untuk mencuci bagian yang terkena mani saat maninya basah. Tapi tidak wajib mencucinya. Boleh ia membiarkannya kering. Jika mani kering, maka seorang mengoreknya dengan kuku, atau kayu, dan lainnya yang bisa menghilangkan bekasnya.

‘Alqomah dan Al-Aswad berkata, " Ada seorang (yaitu, Hammam bin Al-Harits, -pent.) pernah singgah pada A’isyah. Di pagi hari, ia mencuci pakaiannya. Maka A’isyah pun berkata,

إِنَّمَاكَانَ يُجْزِئُكَ إِنْ رَأَيْتَهُ أَنْ تَغْسِلَ مَكَانَهُ فَإِنْ لَمْ تَرَ نَضَحْتَ حَوْلَهُ، وَلَقَدْ رَأَيْتُنِيْ أَفْرُكُهُ مِنْ ثَوْبِ رَسُوْلِ اللهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرْكًا فَيُصَلِّيْ فِيْهِ

"Sesungguhnya cukup bagimu untuk mencuci tempatnya (yang terkena mani). Jika kamu tak melihat mani, maka perciki sekitarnya. Sungguh aku menyaksikan diriku telah mengorek-ngorek mani (dengan kuku, dan lainnya) dari pakaian Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-, lalu beliau sholat dengan pakaian itu". [HR. Muslim dalam Shohih-nya (288)]

A’isyah -radhiyallahu ‘anha- berkata,

كُنْتُ أَفْرُكُ الْمَنِيَّ مِنْ ثَوْبِ رَسُوْلِ اللهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ يَابِسًا وَأَغْسِلُهُ إِذَا كَانَ رَطْبًا


"Dahulu aku mengerik mani dari pakaian Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-, jika maninya kering; aku mencucinya (yang terkena mani, pent.), jika mani itu basah". [HR. Ad-Daruquthniy dalam Sunan-nya (3), Ath-Thohawiy dalam Syarh Al-Ma’ani (266), dan lainnya. Hadits ini di-shohih-kan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Irwa’ Al-Gholil (180)]

Selengkapnya: Ternyata Bukan Najis!

  • Ummu Aiman radhiallahu ‘anha
  • Penjelasan Rinci Sujud Tilawah
  • Hukum Menerangi Makam-Makam Para wali dan Bernadzar Di Sana
  • Bekam, Pengobatan Terbaik
  • Menghindari Hutang
  • Solusi bagi Wanita yang Tertindas Suami
  • Zakat Uang
  • Imam Bukhari -rahimahullah-

Halaman 186 dari 211

  • 181
  • 182
  • 183
  • 184
  • 185
  • 186
  • 187
  • 188
  • 189
  • 190