Ulama adalah Pewaris Para Nabi

“Allah meninggikan derajat orang-orang yang beriman dan berilmu di antara kalian beberapa derajat, dan Dialah yang Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mujadilah:11)
Biografi Ulama Fatwa-fatwa Ulama Ulama Ahlul Hadits
Tanya:

Apakah hukum Menerangi para wali makam-makam para wali dan bernadzar di sana?

Jawab:

Menerangi makam-makam para wali dan Nabi, yakni yang dimaksud sipenanya adalah kuburan mereka, maka melakukannya ini adalah diharamkan, terdapat hadits yang shahih bersumber dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau melaknat pelakunya, karena menyinari kuburan-kuburan semacam ini tidak boleh dan pelakunya dilaknat melalui lisan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri.

Jadi, berdasarkan hal ini pula, bila seorang bernadzar untuk menerangi kuburan tersebut, maka nadzarnya itu haram hukumnya sebab Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda,
من نذر أن يطيع الله فليطعه و من نذر أن يعصيه فلا يعصه
“Barang siapa yang bernadzar untuku menta’ati Allah, maka ta’atilah Dia dan barang siapa yang bernadzar untuk maksiat kepada-Nya, maka janganlah melakukan hal itu (berbuat maksiat kepada-Nya). (HR. al-Bukhari)

Dia Tidak boleh menepati nadzar ini akan tetapi apakah dia wajib membayar kaffarat pelanggaran sumpah karena tidak menepati nadzarnya tersebut ataukah tidak wajib?

Disini terdapat perbedaan pendapat dikalangan ulama. Pendapat yang lebih berhati-hati adalah harus membayarnya dedengan kaffarat pelanggaran sumpah karena dia tidak menepati nadzarnya ini, wallahu a’lam.

Kumpulan Fatwa tentang Aqidah dari Syaikh Ibnu Utsaimin, hal. 28. (Fatwa-Fatwa terkini jilid 1 hal 81-82)


Tanya:

Apa hukum Allah terhadap orang yang melakukan istighatsah kepada para wali ketika dia ditimpa suatu musibah?

Jawab:


Barang siapa yang melakukan istghotsah kepada para wali setelah mereka meninggal dunia atau dalam kondisi ketidak hadiran mereka dari sisinya, (atau memimta kepada mereka dalam kodisi mereka ada di hadapan kita tapi dalam perkara yang tidak ada yang mampu kecuali Allah-red), maka dia orang yang telah melakukan syirk akbar (yang membatalkan keislamanya-red), berdasarkan firman Allah Ta’ala,


وَلَا تَدْعُ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَنْفَعُكَ وَلَا يَضُرُّكَ فَإِنْ فَعَلْتَ فَإِنَّكَ إِذًا مِنَ الظَّالِمِينَ , وَإِنْ يَمْسَسْكَ اللَّهُ بِضُرٍّ فَلَا كَاشِفَ لَهُ إِلَّا هُوَ وَإِنْ يُرِدْكَ بِخَيْرٍ فَلَا رَادَّ لِفَضْلِهِ يُصِيبُ بِهِ مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَهُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

Arinya: “Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfa’at dan tidak (pula) memberi madharat selain Allah; sebab jika berbuat (yang demikian itu) maka sesungguhnya kamu kalau begitutermasuk orang-orang yang zhalim (Musyrik). Jika Allah menimpakan suatu kemadharatn kepdamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tidak ada yang dapat menolak karunia-Nya. Dia memberikan kebaiakan itu kepada siapa yang dikehendaki diantara hambaNya dan Dialah yang maha pengampun lagi maha Penyayang.” {QS. Yunus: 106-107).

Wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wasallam.

(Fatwa-fatwa terkini jilid 1 hal 91)