Ulama adalah Pewaris Para Nabi

“Allah meninggikan derajat orang-orang yang beriman dan berilmu di antara kalian beberapa derajat, dan Dialah yang Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mujadilah:11)
Biografi Ulama Fatwa-fatwa Ulama Ulama Ahlul Hadits

Pertanyaan:
Bagaimana memberi jawaban kepada para penyembah kuburan yang berargumentasi dengan dikuburkannya Nabi shollallaahu’alaihi wasallam di dalam Masjid Nabawi?

Jawaban:
Jawabannya dari beberapa aspek:

  • Bahwa masjid tersebut tidak dibangun di atas kuburan akan tetapi ia sudah dibangun semasa Nabi shollallaahu’alaihi wasallam masih hidup.
  • Bahwa Nabi shollallaahu’alaihi wasallam tidak dikuburkan di dalam Masjid sehingga bisa dikatakan bahwa ‘ini adalah sama artinya dengan penguburan orang-orang shalih di dalam masjid’ akan tetapi beliau shollallaahu’alaihi wasallam dikuburkan di rumahnya (yang berdampingan dengan masjid sebab sebagaimana disebutkan di dalam hadits yang shahih bahwa para Nabi dikuburkan di tempat di mana mereka wafat-penj.).
  • Bahwa melokalisir rumah Rasulullah shollallaahu’alaihi wasallam, juga rumah Aisyah sehingga menyatu dengan masjid bukanlah berdasarkan kesepakatan para sahabat akan tetapi hal itu terjadi setelah mayoritas mereka sudah wafat, yaitu sekitar tahun 94 H. Jadi, ia bukanlah atas dasar pembolehan dari para sahabat semuanya, akan tetapi sebagian mereka ada yang menentang hal itu, di antara mereka yang menentang tersebut terdapat pula Said bin al-Musayyib dari kalangan Tabi’in.
  • Bahwa kuburan Nabi shollallaahu’alaihi wasallam tersebut tidak terletak di dalam masjid bahkan telah dilokalisir, karena ia berada di dalam bilik tersendiri yang terpisah dari masjid. Jadi, masjid tersebut tidaklah dibangun di atasnya. Oleh Karena itu, di tempat ini dibuat penjagaan dan dipagari dengan tiga buah dinding. Dan, dinding ini diletakkan pada sisi yang melenceng dari arah kiblat alias berbentuk segitiga. Sudut ini berada di sisi utara sehingga seseorang yang melakukan shalat tidak dapat menghadap ke arahnya karena ia berada pada posisi melenceng (dari arah kiblat).

Dengan demikian, argumentasi para budak (penyembah) kuburan dengan syubhat tersebut sama sekali termentahkan.

Kumpulan Fatwa dan Risalah Syaikh Ibnu Utsaimin, Juz II, hal. 232-233.

Sumber:
Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 1, Penerbit Darul Haq.