Ulama adalah Pewaris Para Nabi

“Allah meninggikan derajat orang-orang yang beriman dan berilmu di antara kalian beberapa derajat, dan Dialah yang Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mujadilah:11)
Biografi Ulama Fatwa-fatwa Ulama Ulama Ahlul Hadits

Sebab-sebab Dibolehkannya Talak

Pertanyaan:

Menurut Anda apa saja sebab-sebab dibolehkannya talak?

Jawaban:

ceraiSebab-sebab terjadinya (dibolehkannya) talak banyak sekali, di antaranya adalah ketidakcocokan antara suami-istri sehingga tidak ada mahabbah (cinta kasih) antara mereka berdua, istri berakhlak jelek, istri tidak taat lagi kepada suaminya dalam hal-hal yang baik, suami berakhlak buruk dan menzhalimi (menyiksa) istrinya tanpa alasan yang benar, suami atau istri tidak mampu melakukan kewajibannya, suami atau istri melakukan kemaksiatan (dosa besar) yang menyebabkan mereka berdua mengalami keadaan yang jelek, sampai kemudian terjadi perceraian. Sebab yang lain seperti suami atau istri mabuk-mabukan atau mengkonsumsi obat terlarang, termasuk rokok.

Hal lain yang bisa menyebabkan talak adalah hubungan yang sangat buruk antara seorang istri dengan orangtua suaminya (mertua sang istri), yang disebabkan karena keadaan diri seorang istri yang kurang baik. Talak juga bisa disebabkan karena kondisi fisik istri yang sangat buruk, misalnya, seorang istri tidak bisa menjaga kebersihan dirinya dan tidak pernah berpakaian bagus serta tidak mau memakai wangi-wangian di depan suaminya, atau tidak bisa mengucapkan perkataan yang baik dan selalu bermuka masam (cemberut) ketika bertemu dan berkumpul dengan suami atau keluarganya.

Sumber: Fatawa Syaikh Bin Baaz, Jilid 2, Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz.

Talak Ketika Hamil

Masalah ini banyak dibicarakan masyarakat. Sebagian orang awam beranggapan bahwa talak untuk istri yang sedang hamil, tidak sah. Saya tidak tahu, dari mana datangnya anggapan semacam ini. Sementara tidak ada satupun keterangan dari ulama. Namun, keterangan yang ada dari para ulama bahwa talak untuk istri yang sedang hamil adalah sah. Ini adalah kesepakatan ulama, tidak ada perselisihan. Terdapat hadits yang shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa tatkala Ibnu Umar mentalak istrinya ketika haid, kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan Ibnu Umar untuk mempertahankan istrinya sampai selesai haidnya dan bersuci.

Kemudian beliau bersabda,

ثم ليطلقها طاهرا أو حاملا

“Silahkan talak istrimu, dalam kondisi suci atau ketika sedang hamil.” (HR. Ahmad dan Muslim)

Hadits ini menunjukkan bahwa talak untuk wanita hamil statusnya sama dengan talak untuk wanita suci yang belum disetubuhi. Ringkasnya, mentalak wanita ketika hamil hukumnya boleh. Bahkan termasuk talak sunnah, menurut pendapat yang kuat. Talak yang dilarang adalah talak sebagaimana yang disebutkan dalam hadits, yaitu talak ketika haid atau nifas. Selama wanita sedang haid atau nifas maka tidak boleh seorang suami yang muslim mentalaknya.

Sumber: http://www.ibnbaz.org.sa/mat/12770

Menyuruh Orang Lain untuk Menikahi Isteri yang di Talak Tiga

Pertanyaan:

Assalamu ‘alaikum. Kepada para ulama, mohon tuntunan Ustadz. Saya telah menceraikan istri saya dengan talak tiga; dan pertanyaan saya ialah: apakah boleh saya menyuruh orang ‘tuk menikahi istriku dan menyuruh menceraikannya agar saya bisa rujuk kembali? Apakah rujukan itu sah dalam hukum Islam?

Jawaban:

Wa’alaikumus salam warahmatullah wabarakatuh.

Jika seorang suami menceraikan istrinya dengan cerai satu atau dua maka sang suami berhak untuk melakukan rujuk dengan istri, selama masih masa iddah, baik istri ridha maupun tidak ridha. Namun, jika talak tiga sudah jatuh maka suami tidak memiliki hak untuk rujuk kepada istrinya, sampai sang istri dinikahi oleh lelaki lain. Allah berfirman,

فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلَا تَحِلُّ لَهُ مِنْ بَعْدُ حَتَّى تَنْكِحَ زَوْجًا غَيْرَهُ

“Jika dia mentalak istrinya (talak tiga) maka tidak halal baginya setelah itu, sampai dia menikah dengan lelaki yang lain ….” (Q.S. Al-Baqarah:230)

Pernikahan wanita ini dengan lelaki kedua bisa menjadi syarat agar bisa rujuk kepada suami pertama, dengan syarat:

Pertama: Dalam pernikahan yang dilakukan harus terjadi hubungan badan, antara sang wanita dengan suami kedua. Berdasarkan hadis dari Aisyah, bahwa ada seorang sahabat yang bernama Rifa’ah, yang menikah dengan seorang wanita. Kemudian, dia menceraikan istrinya sampai ketiga kalinya. Wanita ini, kemudian menikah dengan lelaki lain, namun lelaki itu impoten dan kurang semangat dalam melakukan hubungan badan.

Dia pun melaporkan hal ini kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dengan harapan bisa bercerai dan bisa kembali dengan Rifa’ah. Namun, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kamu ingin agar bisa kembali kepada Rifa’ah? Tidak boleh! Sampai kamu merasakan madunya dan dia (suami kedua) merasakan madumu.” (H.R. Bukhari, Muslim, An-Nasa’i, dan At-Turmudzi)

Yang dimaksud “kamu merasakan madunya dan dia merasakan madumu” adalah melakukan hubungan badan.

Kedua: Pernikahan ini dilakukan secara alami, tanpa ada rekayasa dari mantan suami maupun suami kedua. Jika ada rekayasa maka pernikahan semacam ini disebut sebagai “nikah tahlil“; lelaki kedua yang menikahi sang wanita, karena rekayasa, disebut “muhallil“; suami pertama disebut “muhallal lahu“. Hukum nikah tahlil adalah haram, dan pernikahannya dianggap batal.

Ibnu Qudamah mengatakan, “Nikah muhallil adalah haram, batal, menurut pendapat umumnya ulama. Di antaranya: Hasan Al-Bashri, Ibrahim An-Nakha’i, Qatadah, Imam Malik, Sufyan Ats-Tsauri, Ibnu Mubarak, dan Imam Asy-Syafi’i.” (Al-Mughni, 7:574)

Bahkan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengancam orang yang menjadi muhallil dan muhallal lahu. Dari Ali bin Abi Thalib, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah melaknat muhallil dan muhallal lahu.” (H.R. Abu Daud; dinilai sahih oleh Al-Albani)

Bahkan, telah termasuk tindakan “merekayasa” ketika ada seorang lelaki yang menikahi wanita yang dicerai dengan talak tiga, dengan niat untuk dicerai agar bisa kembali kepada suami pertama, meskipun suami pertama tidak mengetahui.

Ini berdasarkan riwayat dari Ibnu Umar, bahwa ada seseorang datang kepada beliau dan bertanya tentang seseorang yang menikahi seorang wanita. Kemudian, lelaki tersebut menceraikan istrinya sebanyak tiga kali. Lalu, saudara lelaki tersebut menikahi sang wanita, tanpa diketahui suami pertama, agar sang wanita bisa kembali kepada saudaranya yang menjadi suami pertama. Apakah setelah dicerai maka wanita ini halal bagi suami pertama? Ibnu Umar memberi jawaban, “Tidak halal. Kecuali nikah karena cinta (bukan karena niat tahlil). Dahulu, kami menganggap perbuatan semacam ini sebagai perbuatan zina di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (H.R. Hakim dan Al-Baihaqi; dinilai sahih oleh Al-Albani)

Allahu a’lam.

Artikel www.KonsultasiSyariah.com

Menceraikan Isteri yang Selingkuh

Assalamu ’alaikum, Ustadz.

Sekadar share aja, Ustadz. Saya menikah sudah hampir 4 tahun. Di tahun ke-2 pernikahan kami, saya mendapat tugas di luar pulau, yang mengakibatkan kami jarang bertemu. Mungkin, dengan kurangnya intensitas pertemuan kami, (itu) mengakibatkan istri (saya) selingkuh. Hal ini saya ketahui sekitar setahun yang lalu (dikuatkan oleh kedua belah pihak). Malah, saat itu, istri (saya) mengungkapkan (bahwa dia) ingin bercerai karena laki-laki itu.

Yang ingin saya tanyakan: Apa saran Ustadz dengan rumah tangga kami? Di satu sisi, saya tidak bisa menerima perselingkuhan istri saya itu karena (dia) sampai berbuat zina, tetapi di sisi lain, saya kasihan dengan buah hati kami yang baru menginjak dua tahun.

Apa yang harus saya lakukan, Uztadz? Karena sampai saat ini, saya sudah mengucapkan talak (sebanyak) dua kali ke dia, dan sampai sekarang (status pernikahan kami) masih saya gantung karena istri (saya) tidak mau (jika) saya ceraikan (dia).

Mohon bimbingan dalam kebimbangan hati ini. Wassalamu ‘alaikum warahmatullah wabarakatuh.


Jawaban:

Wa’alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh.

Bismillah. Semoga Allah memperbaiki kondisi Anda sekeluarga.

Pertama: Sesungguhnya, talak itu halal, namun sangat disukai iblis.

Dia merasa bangga ketika ada anak buahnya yang mampu menggoda pasangan suami-istri sehingga pasangan suami-istri itu mengalami perceraian. Untuk dalilnya, bisa dilihat di tautan berikut: http://kisahmuslim.com/iblis-pun-memiliki-singgasana/

Karena itu, kami sarankan, hendaknya perceraian menjadi solusi terakhir bagi permasalahan Anda. Bahkan, kalau bisa, jangan sampai terjadi perceraian.

Kedua: Suami memiliki hak sepenuhnya untuk menceraikan istrinya. Anda sudah menjatuhkan cerai sebanyak dua kali; tinggal satu kesempatan lagi. Jika kesempatan terakhir ini dijatuhkan maka konsekuensinya: Anda harus berpisah dengan istri Anda, sampai dia menikah lagi. Jika hal itu sampai terjadi, harapan untuk bisa kembali menjadi keluarga akan sangat kecil. Karena itu, jagalah lisan baik-baik ….

Ketiga: Terkait kasus perselingkuhan. Seorang suami yang telah memaafkan istrinya yang berselingkuh diperbolehkan untuk tetap mempertahankan istrinya tersebut. Di antara dalilnya adalah hadis yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa ada seorang lelaki datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menceritakan keadaan istrinya, “Sesungguhnya, istriku tidak pernah menolak setiap laki-laki yang ingin menyentuhnya.” Kemudian, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyarankan, “Ceraikan dia!” Namun, orang tadi masih berkeinginan untuk hidup bersamanya, “Saya tidak bisa sabar menahan diri untuk mendekatinya.” Akhirnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyarankan, “Pertahankan dia (tetap jadikan dia sebaga istri).” (HR. An-Nasa’i, Abu Daud, Turmudzi, dan Al-Bazzar; disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam Bulughul Maram dan beliau menyatakan, “Perawi-perawinya tsiqah.”)

Hadis di atas hanya menyebutkan salah satu latar belakang orang untuk tetap mempertahankan keluarga. Tidak menutup kemungkinan adanya latar belakang lain. Memerhatikan kondisi anak merupakan salah satu alasan yang bisa dijadikan latar belakang untuk tetap mempertahankan keluarga.

Keempat: Ajak istri Anda untuk bertobat dan menyesali perbuatannya, ingatkan dia dengan bahaya ancaman berbuat zina, dan carikan teman bergaul yang baik. Mudah-mudahan, itu semua bisa memengaruhi kepribadiannya.

Kelima: Jika istri Anda sudah bertobat, jangan ungkit-ungkit lagi masalahnya, karena orang yang sudah bertobat dari suatu dosa itu seolah sudah tidak lagi memiliki dosa tersebut. Karena itu, dosanya tidak boleh disebut-sebut.

Semoga Allah memudahkan langkah kita menuju jalan-Nya yang lurus. Allahu a’lam.

Dijawab oleh Tim Dakwah Konsultasi Syariah
Artikel www.KonsultasiSyariah.com

Rujuk Kembali setelah Cerai Satu Tahun

Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz

Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Ada laki-laki yang mentalak istrinya dengan talak satu kemudian pindah dari negeri yang mana ia tinggal dan tinggal di negeri asing selama satu tahun, kemudian ia pulang dan menjumpai istrinya dalam keadaan belum menikah, kemudian ia ingin mengadakan akad nikah dengannya, sedangkan istrinya bersedia kembali kepadanya, padahal laki-laki tersebut belum merujuknya selama masa iddah?’

Jawaban
Apabila yang terjadi seperti yang disebutkan oleh penanya, maka pernikahannya sah dengan syarat ada wali dan dua orang saksi yang adil serta adanya kerelaan mempelai wanita karena talak satu tidak mengharamkan pernikahannya dengan suaminya. Demikian juga dengan talak dua. Pernikahan keduanya hanya dilarang dengan adanya talak tiga hingga istri tersebut menikah dengan suami baru dan suami barunya menyebadaninya, berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

الطَّلَاقُ مَرَّتَانِ ۖ فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ ۗ وَلَا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَأْخُذُوا مِمَّا آتَيْتُمُوهُنَّ شَيْئًا إِلَّا أَنْ يَخَافَا أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيمَا افْتَدَتْ بِهِ ۗ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَعْتَدُوهَا ۚ وَمَنْ يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلَا تَحِلُّ لَهُ مِنْ بَعْدُ حَتَّىٰ تَنْكِحَ زَوْجًا غَيْرَهُ ۗ فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا أَنْ يَتَرَاجَعَا إِنْ ظَنَّا أَنْ يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ ۗ وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ يُبَيِّنُهَا لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ

“Talak (yang dapat dirujuk) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami-istri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zhalim. Kemudian jika suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan istri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah diterangkanNya kepada kamu yang (mau) mengetahui” [Al-Baqarah : 229-230]

Talak yang terakhir inilah yang dimaksud dengan talak tiga menurut semua ulama-ulama.

[Kitab Fatawad Da’wah, Syaikh Abdul Aziz bin Baz, juz 2 hal. 239]

sumber : http://almanhaj.or.id/content/2270/slash/0