بسم الله الرحمن الرحيم
🎙Bersama: Al Ustadz Fuad Efendi Lc.,M.H حفظه الله تعالى
📘 Materi : Kitabut-Tauhid | Merasa Aman Dari Makar Allah ﷻ & Berputus Asa dari Rahmat-Nya
🗓 Hari : Selasa
🕰 Waktu: Ba'da Maghrib - Isya'
🕌 Tempat: Masjid Jajar - Mabais Surakarta
Bab 34: Merasa Aman Dari Makar Allah ﷻ & Berputus Asa dari Rahmat-Nya
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah berkata:
Firman Allah ﷻ:
فَأَمِنُوا مَكْرَ اللَّهِ ۚ فَلَا يَأْمَنُ مَكْرَ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْخَاسِرُونَ
“Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tiada terduga-duga)? tiada yang merasa aman dari azab Allah kecuali orang-orang yang merugi.” (QS. Al-A’raf: 99)
قَالَ وَمَن يَقْنَطُ مِن رَّحْمَةِ رَبِّهِ إِلَّا الضَّالُّونَ
“Dan tiada yang berputus asa dari rahmat Rabnya kecuali orang-orang yang sesat.” (QS. Al-Hijr: 56)
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika ditanya tentang dosa-dosa besar, beliau menjawab:
الشِّرْكُ بِاللهِ، وَالْيَأْسُ مِنْ رَوْحِ اللهِ، وَالأَمْنُ مِنْ مَكْرِ اللهِ
“Yaitu: syirik kepada Allah, berputus asa dari rahmat Allah, dan merasa aman dari makar Allah.”
Selengkapnya: Merasa Aman Dari Makar Allah ﷻ & Berputus Asa dari Rahmat-Nya
ʙɪꜱᴍɪʟʟᴀʜ
📚┃Tema Kajian: "Bulan Muharram; Antara Keramat dan Syariat"
🎙┃Pemateri : Ustadz Agus Setiawan, S.H. حفظه الله تعالى - Pengajar Ilmu Syar'i Pondok Pesantren Imam Bukhari
🗓┃Hari & Tanggal : Hari Kamis, 26 Juni 2025 / 1 Muharram 1447
⏰┃Waktu : Ba'da Maghrib s.d. Selesai
🕌┃Tempat : Masjid Al-Ikhlas - Jl. Adi Sucipto No.88b, Kelurahan Jajar , Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta, Jawa Tengah 57144
Setelah memuji Allâh dan bershalawat atas Nabi-Nya, Ustadz mengawali kajian dengan mengingatkan kita untuk selalu bersyukur atas nikmat yang telah Allah Ta’ala karuniakan hingga kita bisa hadir dalam majelis ilmu.
Hendaknya kita meniatkan datang ke majelis ilmu atas niat karena Allah ﷻ dengan mengikhlaskan kepada-Nya.
Pembahasan kali ini adalah hal yang berkaitan dengan tahun baru 1 Muharram 1447H.
1. Muharram dalam Tradisi Jawa
Kalender Jawa juga memiliki 12 bulan: Sura, Sapar, Mulud, Bakdamulud, Jumadilawal, Jumadilakhir, Rejeb, Ruwah, Pasa, Sawal, Dulkangidah, dan Besar.
Menurut sejarah merupakan penggabungan dua kalender yaitu saka Hindu dan kalender Islam.
Diketahui, penggabungan kalender ini dilakukan sejak dinasti Mataram, Sultan Agung Hanyokrokusumo, tepatnya pada 1 Suro 1555 Saka atau 1 Muharram 1043H. Saat itu, masyarakat Jawa mengadopsi kalender Islam untuk menyatukan nilai-nilai Islam dan kejawen. Agar masyarakat tidak terpecah, agar Islam dan Hindu bersatu.
Kata ‘suro’ berasal dari kata ‘Asyura’ dalam bahasa Arab yang artinya adalah sepuluh. Dalam lidah masyarakat Jawa, kata Asyura ini kemudian dilafalkan menjadi ‘suro’ yang dikenal sebagai malam sakral hingga saat ini.
بِسْـمِ اللَّهِ الرحمن الرحيم
Kaidah Dan Prinsip Ahlus Sunnah Wal Jama’ah Dalam Mengambil Dan Menggunakan Dalil
Kaidah 1 s/d 5
Allah Azza wa Jalla berfirman:
وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا
“Dan apa-apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah ia. Dan apa-apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.” [Al-Hasyr/59: 7]
بسم اﷲالرحمن الرحيم
Bab Ke-Enam : Beriman bahwasannya Al-Qur’an adalah Kalamullah bukan Makhluk
وقال شيخ الإسلام ابن تيمية في العقيدة الواسطية: ومن الإيمان بالله وكتبه: الإيمان بأن القرآن كلام الله، منزل، غير مخلوق، منه بدأ، وإليه يعود،
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: Dan termasuk iman kepada Allah dan kitab-kitab-Nya yaitu beriman bahwasanya Al-Qur’an adalah Kalamulllah yang diturunkan, bukan makhluk. Dari-Nya dan kepada-Nya akan kembali,
Pada bahasan kali ini, kita membicarakan lagi masalah sifat Kalam bagi Allah ﷻ. Kalau kita melihat makhluk, maka ada yang bisa berbicara dan ada yang tidak, seperti halnya batu tidak bisa berbicara. Manusia ada yang bisa berbicara dan ada yang tidak (karena bisu). Karenanya makhluk memiliki kekurangan.
Dan Allah ﷻ memiliki sifat kalam dengan segala kesempurnaanNya. Maka dari surat Al-Fatihah sampai surat An-Nash, Allah ﷻ berfirman dengan firman yang tidak sama dengan makhluk. Allah ﷻ berfirman dengan segala kesempurnaanNya.
Diantara bagian dari rukun iman adalah beriman kepada kitab-kitab Allah ﷻ. Al-Qur’an adalah kalam Allah ﷻ atau firman-Nya, yaitu yang dibaca dan ditulis dalam mushaf. Kalam dinisbatkan kepada siapa yang pertama kali mengeluarkannya, maka orang yang menulis Al-Qur’an adalah menulis kalam Allah ﷻ, atau membaca Al-Qur’an artinya membaca kalam Allah ﷻ.
Manusia berbicara, Allah ﷻ juga berbicara tetapi cara berbicara Allah ﷻ berbeda dengan cara berbicara dengan makhluk. Maka, menetapkan Allah ﷻ berfirman bukan menyamakan Allah ﷻ dengan makhluk.
Tentang sifat kalam bagi Allāh ﷻ:
وَقَوْلُـهُ : وَكَلَّمَ اللَّهُ مُوسَى تَكْلِيمًا
Dan Firman Allāh ﷻ; Dan Allāh ﷻ berbicara kepada Musa تَكْلِيمًا, ini juga termasuk dalil yang menunjukkan bahwasanya Allāh ﷻ memiliki sifat kalam, memiliki sifat taklīm, dan Allāh ﷻ berbicara kepada Musa dengan sebenar-benar pembicaraan.
Dalam Surat Al-Baqarah Ayat 30:
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَٰٓئِكَةِ إِنِّى جَاعِلٌ فِى ٱلْأَرْضِ خَلِيفَةً ۖ
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi".
Firman Allah ﷻ disini adalah firman secara hakikat, dengan suara, adapun suaranya dan bagaimananya hanya Allah ﷻ yang mengetahui.
Demikian juga tatkala Allah ﷻ menurunkan wahyu kepada Nabi ﷺ melalui malaikat Jibril, Allah ﷻ memfirmankan ayat-ayat Al-Qur’an dan diteruskan oleh malaikat Jibril kepada nabi Muhammad ﷺ.
Hal ini mengandung tanda tanya, kenapa hal mudah dan gamblang seperti ini dibahas di kitab-kitab tauhid? Jawabannya, karena ada kelompok yang menyimpang seperti ahli filsafat, yang menafikan sifat-sifat kalam bagi Allah ﷻ. Maka, kita perlu membentengi diri kita dari pengaruh penyimpangan mereka.
Imam Al-Lalika'i rahimahullah menyebutkan ada sekitar 550 ulama yang berkata, barangsiapa yang mengatakan Al-Qur’an adalah makhluk, maka dia telah kafir.
Pada akhirnya, orang-orang yang berpendapat Al-Qur’an adalah makhluk, menjadikan mereka menyepelekan dan meremehkan Al-Qur’an.
وقال شيخ الإسلام ابن تيمية في العقيدة الواسطية:
وأن الله تكلم به حقيقة، وأن هذا القرآن الذي أنزله على محمد -صلى الله عليه وسلم- هو كلام الله حقيقة، لا كلام غيره. ولا يجوز إطلاق القول بأنه حكاية عن كلام الله، أو عبارة؛ بل إذا قرأه الناس، أو كتبوه في المصاحف؛ لم يخرج بذلك عن أن يكون كلام الله تعالى حقيقة، فإن الكلام إنما يضاف حقيقة إلى من قاله مبتدئا، لا إلى من قاله مبلغا مؤديا. وهو كلام الله؛ حروفه، ومعانيه؛ ليس كلام الله الحروف دون المعاني، ولا المعاني دون الحروف.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: Bahwasanya Alloh berkata secara hakikat dan Al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad ﷺ adalah kalamullah yang sebenar-benarnya bukan perkataan orang lain dan tidak boleh memutlakkan perkataan bahwasanya Al-Qur’an adalah hikayat (ungkapan dari) firman Allah atau ibarah (terjemah) dari kalamullah. Bahkan, jika Al-Qur’an dibaca oleh manusia atau mereka menulisnya dalam mushaf, maka tidak keluar dengan hal itu bahwa ia (Al-Qur’an) adalah Kalamullah yang sebenarnya, karena kalam (perkataan) itu disandarkan secara hakikat kepada yang mengatakannya pertama kali, bukan kepada yang mengatakannya sebagai penyampai atau perantaranya. Al-Qur’an adalah Kalamullah, huruf-hurufnya dan maknanya, dan bukan hanya hurufnya saja tanpa makna serta bukan maknanya saja tanpa huruf.
Al-Qur’an diturunkan oleh Allah ﷻ kepada Nabi Muhammad ﷺ dengan perantaraan malaikat jibril, dari-Nya dimulai dan kepada-Nya akan kembali, dan ia merupakan mukjizat oleh Nabi Muhammad ﷺ dan kebenaran orang yang membawa Risalah-Nya dan akan dijaga sampai hari kiamat.
Pembahasan masalah Al-Qur’an sebagai firman Allah sangat penting diketahui siapa mukmin. Kesalahan fatal yang bisa menjerumuskan pada kekafiran tatkala menganggap Al-Qur’an adalah makhluk terutama ketika mengingkari sesuatu dari Al-Qur’an bahkan satu huruf sekalipun.
Dan para pembela kebenaran dari imam-imam terkemuka terus mendakwahkan bahwa Al-Qur’an bukan makhluk, hingga mereka disiksa karena teguh mempertahankan keimanannya. Imam Ahmad bin Hambal dan Imam Al-Bukhari dengan penuh percaya diri mengatakan: “Al-Qur’an adalah Kalamullah bukan makhluk, sedang perkataan hamba dan suara mereka adalah makhluk. Seorang hamba yang membawa Al-Qur’an, suaranya adalah suara orang yang membaca dan perkataannya adalah firman Allah”.
Dari penjelasan diatas semoga keimanan kita semakin mantap dan termotivasi untuk memahami Al-Qur’an. Tidak boleh menafsirkannya dengan akal atau mentakwilkannya sebagaimana perkataan orang-orang sufi dengan perkataan Al-Qur’an ada yang zahir dan dan ada yang batin.
•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ
“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم