Pengertian Iman
Al-Bukhari rahimahullah (wafat tahun 256 H) mengatakan,
ูููููู ูููููู ููููุนููู ููููุฒูููุฏู ููููููููุตู
โIman itu terdiri dari ucapan dan perbuatan, bertambah dan berkurang.โ (lihat Sahih al-Bukhari, cet. Maktabah al-Iman hal. 14).
Abu Bakr al-Ismaโili rahimahullah (wafat tahun 371 H) mengatakan,
ูููููููููููููู ุฅูููู ุงูุฅูููู ูุงูู ูููููู ููุนูู ููู ููู ูุนูุฑูููุฉูุ ููุฒูููุฏู ุจูุงูุทููุงุนูุฉู ููููููููุตู ุจูุงููู ูุนูุตูููุฉูุ ู ููู ููุซูุฑูุชู ุทูุงุนูุชููู ุฃูุฒูููุฏู ุฅูููู ูุงููุง ู ูู ูููู ูููู ุฏููููููู ููู ุงูุทููุงุนูุฉู
โMereka -para imam ahli hadits- mengatakan bahwa iman itu terdiri dari ucapan dan perbuatan dan pengetahuan. Ia bertambah dengan ketaatan dan berkurang akibat kemaksiatan. Barangsiapa yang banyak ketaatannya maka lebih bertambah imannya daripada orang yang ketaatannya berada di bawahnya.โ (Iโtiqad Aโimmat al-Hadits, hal. 15 as-Syamilah).
Ibnu Abi Zaid al-Qairawani rahimahullah (wafat tahun 386 H) mengatakan,
ูุฃููู ุงูุฅูู ุงูู ููููู ุจุงููููุณุงููุ ูุฅุฎูุงูุตู ุจุงูููุจุ ูุนูู ููู ุจุงูุฌูุงุฑูุญุ ููุฒูุฏ ุจุฒูุงุฏูุฉ ุงูุฃุนู ุงููุ ููููููุตู ุจููููุตููุงุ ููููู ูููุง ุงูููููุตู ูุจูุง ุงูุฒูููุงุฏูุฉุ ููุง ููููู ููู ููููู ุงูุฅูู ุงูู ุฅูุงูู ุจุงูุนู ูุ ููุง ููููู ูุนูู ููู ุฅูุงูู ุจูููููุฉุ ููุง ูููู ูุนูู ููู ูููููููุฉู ุฅูุงูู ุจู ูููุงููููุฉ ุงูุณูููููุฉ.
โIman adalah ucapan dengan lisan, keikhlasan dengan hati, dan amal dengan anggota badan. Ia bertambah dengan bertambahnya amalan dan berkurang dengan berkurangnya amalan. Sehingga amal-amal bisa mengalami pengurangan dan ia juga merupakan penyebab pertambahan -iman-. Tidak sempurna ucapan iman apabila tidak disertai dengan amal. Ucapan dan amal juga tidak sempurna apabila tidak dilandasi oleh niat -yang benar-. Sementara ucapan, amal, dan niat pun tidak sempurna kecuali apabila sesuai dengan as-Sunnah/tuntunan.โ (Qathfu al-Jani ad-Dani karya Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad, hal. 47)
Abdul Ghani al-Maqdisi rahimahullah (wafat tahun 600 H) mengatakan,
ูุงูุฅูููู ูุงูู ุจูุฃูููู ุงูุฅูููู ูุงูู ูููููู ููุนูู ููู ูููููููุฉู ุ ููุฒูููุฏู ุจูุงูุทููุงุนูุฉู ููููููููุตู ุจูุงููู ูุนูุตูููุฉู
โDan mengimani bahwasanya iman itu mencakup ucapan, perbuatan, dan keinginan. Ia bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan sebab kemaksiatan.โ (Tadzkirat al-Muโtasi karya Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin al-Abbad, hal. 293).
Ibnu Qudamah al-Maqdisi rahimahullah (wafat tahun 620 H) mengatakan,
ููุงููุฅููู ูุงูู ูููููู ุจูุงููููุณูุงูู, ููุนูู ููู ุจูุงููุฃูุฑูููุงูู ููุนูููุฏู ุจูุงููุฌูููุงูู, ููุฒููุฏู ุจูุงูุทููุงุนูุฉู, ููููููููุตู ุจูุงููุนูุตูููุงูู
โIman adalah ucapan dengan lisan, amal dengan anggota badan, keyakinan dengan hati. Ia dapat bertambah dengan sebab ketaatan, dan berkurang dengan sebab kemaksiatan.โ (Lumโat al-Iโtiqad al-Hadi ila Sabil ar-Rasyad, lihat Syarah Syaikh Ibnu Utsaimin hal. 98)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah (wafat tahun 728 H) mengatakan,
ููููุฏู ุญูููู ุบูููุฑู ููุงุญูุฏู ุฅุฌูู ูุงุนู ุฃููููู ุงูุณูููููุฉู ููุงููุญูุฏููุซู ุนูููู ุฃูููู ุงููุฅููู ูุงูู ูููููู ููุนูู ููู . ููุงูู ุฃูุจูู ุนูู ูุฑู ุจููู ุนูุจูุฏู ุงููุจูุฑูู ููู โ ุงูุชููู ููููุฏู โ : ุฃูุฌูู ูุนู ุฃููููู ุงูููููููู ููุงููุญูุฏููุซู ุนูููู ุฃูููู ุงููุฅููู ูุงูู ูููููู ููุนูู ููู ููููุง ุนูู ููู ุฅูููุง ุจููููููุฉู ููุงููุฅููู ูุงูู ุนูููุฏูููู ู ููุฒููุฏู ุจูุงูุทููุงุนูุฉู ููููููููุตู ุจูุงููู ูุนูุตูููุฉู ููุงูุทููุงุนูุงุชู ูููููููุง ุนูููุฏูููู ู ุฅูู ูุงูู ุฅูููุง ู ูุง ุฐูููุฑู ุนููู ุฃูุจูู ุญููููููุฉู ููุฃูุตูุญูุงุจููู ููุฅููููููู ู ุฐูููุจููุง ุฅููู ุฃูููู ุงูุทููุงุนูุฉู ููุง ุชูุณูู ููู ุฅูู ูุงููุง ููุงูููุง ุฅูููู ูุง ุงููุฅููู ูุงูู ุงูุชููุตูุฏูููู ููุงููุฅูููุฑูุงุฑู ููู ูููููู ู ู ููู ุฒูุงุฏู ุงููู ูุนูุฑูููุฉู ููุฐูููุฑู ู ูุง ุงุญูุชูุฌูููุง ุจููู . . . ุฅููู ุฃููู ููุงูู : ููุฃูู ููุง ุณูุงุฆูุฑู ุงููููููููุงุกู ู ููู ุฃููููู ุงูุฑููุฃููู ููุงููุขุซูุงุฑู ุจูุงููุญูุฌูุงุฒู ููุงููุนูุฑูุงูู ููุงูุดููุงู ู ููู ูุตูุฑู ู ูููููู ู ู ูุงูููู ุจููู ุฃูููุณู ููุงููููููุซู ุจููู ุณูุนูุฏู ููุณูููููุงูู ุงูุซููููุฑูููู ูุงูุฃูุฒุงุนู ููุงูุดููุงููุนูููู ููุฃูุญูู ูุฏ ุจููู ุญูููุจููู ููุฅูุณูุญูุงูู ุจููู ุฑุงูููู ููุฃูุจูู ุนูุจูููุฏู ุงููููุงุณูู ู ุจููู ุณูููุงู ู ูุฏุงูุฏ ุงุจููู ุนูููููู ูุงูุทุจุฑู ููู ููู ุณููููู ุณูุจููููููู ู ุ ููููุงูููุง : ุงููุฅููู ูุงูู ูููููู ููุนูู ููู ูููููู ุจูุงููููุณูุงูู ูููููู ุงููุฅูููุฑูุงุฑู ููุงุนูุชูููุงุฏู ุจูุงููููููุจู ููุนูู ููู ุจูุงููุฌูููุงุฑูุญู ู ูุนู ุงููุฅูุฎูููุงุตู ุจูุงูููููููุฉู ุงูุตููุงุฏูููุฉู . ููุงูููุง : ููููููู ู ูุง ููุทูุงุนู ุงูููููู ุนูุฒูู ููุฌูููู ุจููู ู ููู ููุฑููุถูุฉู ููููุงููููุฉู ูููููู ู ููู ุงููุฅููู ูุงูู ููุงููุฅููู ูุงูู ููุฒููุฏู ุจูุงูุทููุงุนูุงุชู ููููููููุตู ุจูุงููู ูุนูุงุตูู ููุฃููููู ุงูุฐูููููุจู ุนูููุฏูููู ู ู ูุคูู ูููููู ุบูููุฑู ู ูุณูุชูููู ูููู ุงููุฅููู ูุงูู ู ููู ุฃูุฌููู ุฐููููุจูููู ู ููุฅููููู ูุง ุตูุงุฑููุง ููุงููุตูู ุงููุฅููู ูุงูู ุจูุงุฑูุชูููุงุจูููู ู ุงููููุจูุงุฆูุฑู
โTidak hanya satu ulama yang menukilkan ijmaโ Ahlus Sunnah dan Ahli Hadits yang menegaskan bahwa iman itu mencakup ucapan dan amal perbuatan. Abu Umar yaitu Ibnu Abdil Barr mengatakan di dalam at-Tam-hid : para fuqahaโ/ahli agama dan ahli hadits sepakat bahwa iman itu meliputi ucapan dan perbuatan, dan tidak ada amal tanpa niat. Iman itu menurut mereka bertambah dengan melakukan ketaatan dan berkurang akibat melakukan kemaksiatan. Segala macam ketaatan dalam pandangan mereka adalah -bagian dari- iman, kecuali pendapat yang disebutkan dari Abu Hanifah dan para pengikutnya yang mengatakan bahwa ketaatan tidak disebut iman. Mereka mengatakan bahwa iman itu hanya terbatas pada tashdiq/pembenaran hati dan ikrar/pengakuan lisan saja. Ada pula di antara mereka yang menambahkan unsur maโrifah. Kemudian dia menyebutkan dalil-dalil yang mereka gunakanโฆ sampai akhirnya dia mengatakan : Adapun segenap fuqahaโ/ahli agama dari kalangan ahli raโyi dan para pakar hadits di negeri Hijaz, Iraq, Syam, dan Mesir, di antara mereka terdapat Malik bin Anas, al-Laits bin Saโad, Sufyan ats-Tsauri, al-Auzaโi, as-Syafiโi, Ahmad bin Hanbal, Ishaq bin Rahuyah, Abu Ubaid al-Qasim bin Salam, Dawud bin Ali, at-Thabari serta para ulama yang meniti jalan mereka, bahwa mereka semua mengatakan iman itu mencakup ucapan dan perbuatan -ucapan lisan yaitu dengan ikrar-, keyakinan di dalam hati, dan amal dengan anggota badan yang disertai dengan niat yang tulus dan ikhlas. Mereka mengatakan : Segala sesuatu yang boleh dijadikan sebagai bentuk ketaatan kepada Allah โazza wa jalla baik yang hukumnya wajib ataupun sunah maka itu adalah bagian dari iman. Iman bertambah karena ketaatan dan berkurang akibat kemaksiatan. Sedangkan menurut mereka, para pelaku dosa besar adalah orang-orang yang beriman yang imannya tidak lengkap akibat dosa yang mereka perbuat. Mereka menjadi orang-orang yang berkurang imannya gara-gara dosa-dosa besar yang mereka lakukanโฆโ (Majmuโ al-Fatawa [2/127] as-Syamilah)
Dalil-dalil yang mendasari pengertian di atas, antara lain :
Firman Allah taโala,
ุฅููููู ูุง ุงููู ูุคูู ูููููู ุงูููุฐูููู ุฅูุฐูุง ุฐูููุฑู ุงูููููู ููุฌูููุชู ูููููุจูููู ู ููุฅูุฐูุง ุชูููููุชู ุนูููููููู ู ุขูููุงุชููู ุฒูุงุฏูุชูููู ู ุฅููู ูุงููุง ููุนูููู ุฑูุจููููู ู ููุชููููููููููู ุงูููุฐูููู ูููููู ูููู ุงูุตููููุงุฉู ููู ูู ููุง ุฑูุฒูููููุงููู ู ููููููููููู ุฃููููุฆููู ููู ู ุงููู ูุคูู ูููููู ุญููููุง
โSesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang yang ketika disebutkan -nama- Allah maka takutlah hati mereka, dan ketika dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya maka bertambahlah keimanan (mereka). Dan mereka bertawakal hanya kepada Rabb mereka. Orang-orang yang mendirikan sholat dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Mereka itulah orang-orang mukmin yang sesungguhnyaโฆโ (QS. al-Anfal [8]: 2-4).
Sabda Nabi shallallahu โalaihi wa sallam,
ุงูููุฅููู ูุงูู ุจูุถูุนู ููุณูุจูุนูููู ุดูุนูุจูุฉู, ุฃูุนูููุงููุง ุดูููุงุฏูุฉู ุฃููู ููุง ุฅููููู ุฅููููุง ุงููููููู, ููุฃูุฏูููุงููุง ุฅูู ูุงุทูุฉู ุงูููุฃูุฐูู ุนููู ุงููุทููุฑูููู ููุงููุญูููุงุกู ุดูุนูุจูุฉู ู ููู ุงููุฅููู ูุงูู
โIman terdiri dari tujuh puluh cabang lebih. Yang tertinggi adalah syahadat la ilaha illallah. Yang terendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan. Dan rasa malu merupakan salah satu cabang keimanan.โ (HR. Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahuโanhu, diriwayatkan pula oleh Bukhari namun dengan lafaz โenam puluh cabang lebihโ dan tanpa ada ungkapan โyang tertinggi adalah syahadat la ilaha illallahโ, lihat Sahih al-Bukhari cet. Maktabah al-Iman, hal. 15).
Amalan termasuk iman
al-Bukhari rahimahullah membuat bab di dalam Sahihnya dengan judul โCinta Rasul shallallahu โalaihi wa sallam termasuk bagian dari imanโ kemudian beliau membawakan hadits Abu Hurairah radhiyallahuโanhu bahwa Rasulullah shallallahu โalaihi wa sallam bersabda,
ููููุงูููุฐูู ููููุณูู ุจูููุฏููู ููุง ููุคูู ููู ุฃูุญูุฏูููู ู ุญูุชููู ุฃูููููู ุฃูุญูุจูู ุฅููููููู ู ููู ููุงููุฏููู ููููููุฏููู
โDemi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah beriman salah seorang dari kalian sampai aku lebih dicintainya daripada orang tua dan anak-anaknya.โ (HR. Bukhari)
Beliau juga membawakan hadits Anas bin Malik radhiyallahuโanhu, Rasulullah shallallahu โalaihi wa sallam bersabda,
ููุง ููุคูู ููู ุฃูุญูุฏูููู ู ุญูุชููู ุฃูููููู ุฃูุญูุจูู ุฅููููููู ู ููู ููุงููุฏููู ููููููุฏููู ููุงููููุงุณู ุฃูุฌูู ูุนูููู
โTidaklah beriman salah seorang dari kalian sampai aku lebih dicintainya daripada orang tua, anak-anaknya, dan seluruh umat manusia.โ (HR. Bukhari)
al-Bukhari rahimahullah juga membuat bab di dalam Sahihnya dengan judul โMencintai kaum Anshar merupakan salah satu tanda keimananโ kemudian beliau membawakan hadits Anas bin Malik radhiyallahuโanhu, Rasulullah shallallahu โalaihi wa sallam bersabda,
ุขููุฉู ุงููุฅููู ูุงูู ุญูุจูู ุงููุฃูููุตูุงุฑู ููุขููุฉู ุงููููููุงูู ุจูุบูุถู ุงููุฃูููุตูุงุฑู
โCiri keimanan yaitu mencintai kaum Anshar, sedangkan ciri kemunafikan yaitu membenci kaum Anshar.โ (HR. Bukhari)
al-Bukhari rahimahullah juga membuat bab di dalam Sahihnya dengan judul โRasa malu bagian dari imanโ kemudian beliau membawakan hadits Abdullah bin Umar radhiyallahuโanhuma,
ุฃูููู ุฑูุณูููู ุงูููููู ุตููููู ุงูููููู ุนููููููู ููุณููููู ู ู ูุฑูู ุนูููู ุฑูุฌููู ู ููู ุงููุฃูููุตูุงุฑู ูููููู ููุนูุธู ุฃูุฎูุงูู ููู ุงููุญูููุงุกู ููููุงูู ุฑูุณูููู ุงูููููู ุตููููู ุงูููููู ุนููููููู ููุณููููู ู ุฏูุนููู ููุฅูููู ุงููุญูููุงุกู ู ููู ุงููุฅููู ูุงูู
โRasulullah shallallahu โalaihi wa sallam melewati seseorang dari kaum Anshar yang sedang menasihati saudaranya dalam masalah malu -yang ada padanya-, maka Rasulullah shallallahu โalaihi wa sallam bersabda, โBiarkan dia, sesungguhnya rasa malu adalah bagian dari iman.โ.โ (HR. Bukhari)
Allah taโala berfirman,
ููู ูุง ููุงูู ุงูููููู ููููุถููุนู ุฅููู ูุงููููู ู
โAllah tidak akan menyia-nyiakan iman kalian.โ (QS. al-Baqarah [2]: 143).
al-Bukhari rahimahullah menafsirkan kata โiman kalianโ di dalam ayat di atas dengan sholat kalian di sisi Kaโbah -dengan menghadap ke Baitul Maqdis- (lihat Sahih al-Bukhari, hal. 21. Tafsiran serupa juga dikemukakan oleh Ibnu Katsir, lihat tafsir al-Qurโan al-โAzhim [1/249]).
al-Baraโ bin โAzib radhiyallahuโanhu meriwayatkan,
ุฃูููู ุงููููุจูููู ุตููููู ุงูููููู ุนููููููู ููุณููููู ู ููุงูู ุฃูููููู ู ูุง ููุฏูู ู ุงููู ูุฏููููุฉู ููุฒููู ุนูููู ุฃูุฌูุฏูุงุฏููู ุฃููู ููุงูู ุฃูุฎูููุงูููู ู ููู ุงููุฃูููุตูุงุฑู ููุฃูููููู ุตููููู ููุจููู ุจูููุชู ุงููู ูููุฏูุณู ุณูุชููุฉู ุนูุดูุฑู ุดูููุฑูุง ุฃููู ุณูุจูุนูุฉู ุนูุดูุฑู ุดูููุฑูุง ููููุงูู ููุนูุฌูุจููู ุฃููู ุชูููููู ููุจูููุชููู ููุจููู ุงููุจูููุชู ููุฃูููููู ุตููููู ุฃูููููู ุตูููุงุฉู ุตููููุงููุง ุตูููุงุฉู ุงููุนูุตูุฑู ููุตููููู ู ูุนููู ููููู ู ููุฎูุฑูุฌู ุฑูุฌููู ู ูู ูููู ุตููููู ู ูุนููู ููู ูุฑูู ุนูููู ุฃููููู ู ูุณูุฌูุฏู ููููู ู ุฑูุงููุนูููู ููููุงูู ุฃูุดูููุฏู ุจูุงูููููู ููููุฏู ุตููููููุชู ู ูุนู ุฑูุณูููู ุงูููููู ุตููููู ุงูููููู ุนููููููู ููุณููููู ู ููุจููู ู ููููุฉู ููุฏูุงุฑููุง ููู ูุง ููู ู ููุจููู ุงููุจูููุชู ููููุงููุชู ุงูููููููุฏู ููุฏู ุฃูุนูุฌูุจูููู ู ุฅูุฐู ููุงูู ููุตููููู ููุจููู ุจูููุชู ุงููู ูููุฏูุณู ููุฃููููู ุงููููุชูุงุจู ููููู ููุง ูููููู ููุฌููููู ููุจููู ุงููุจูููุชู ุฃูููููุฑููุง ุฐููููู ููุงูู ุฒูููููุฑู ุญูุฏููุซูููุง ุฃูุจูู ุฅูุณูุญูุงูู ุนููู ุงููุจูุฑูุงุกู ููู ุญูุฏููุซููู ููุฐูุง ุฃูููููู ู ูุงุชู ุนูููู ุงููููุจูููุฉู ููุจููู ุฃููู ุชูุญูููููู ุฑูุฌูุงูู ููููุชููููุง ููููู ู ููุฏูุฑู ู ูุง ููููููู ูููููู ู ููุฃูููุฒููู ุงูููููู ุชูุนูุงููู { ููู ูุง ููุงูู ุงูููููู ููููุถููุนู ุฅููู ูุงููููู ู }
โDahulu ketika Nabi shallallahu โalaihi wa sallam pertama kali tiba di Madinah, beliau singgah di rumah kakek-kakeknyaโ atau dia berkata โdi rumah paman-pamannyaโ -perawi ragu- dari kalangan Anshar. Pada awalnya beliau sholat menghadap ke arah Baitul Maqdis selama enam belas atau tujuh belas bulan, dan ketika itu beliau sangat ingin apabila kiblatnya dipindah ke arah Kaโbah. Sholat pertama kali yang beliau lakukan ke arah kiblat yang baru adalah sholat โAshar dengan disertai sekelompok orang bersamanya. Kemudian, ada salah seorang di antara jamaโah yang sholat bersamanya keluar lalu melewati jamaโah lain yang sedang mengerjakan sholat di suatu masjid, ketika itu mereka dalam posisi rukuโ, maka dia mengatakan, โAku bersumpah atas nama Allah, sungguh aku telah sholat bersama Rasulullah shallallahu โalaihi wa sallam menghadap ke Mekah.โ Maka mereka pun berputar arah dengan posisi sebagaimana ketika menghadap Baitul Maqdis. Orang-orang Yahudi heran terhadap hal itu, sebab sebelumnya beliau [Nabi] sholat menghadap Baitul Maqdis sama sebagaimana kaum Ahli Kitab. Ketika beliau sudah mengalihkan wajahnya [ketika sholat] untuk menghadap ke Kaโbah maka mereka pun mengingkarinya.โ Zuhair -salah seorang perawi- mengatakan, โAbu Ishaq menuturkan kepada kami dari al-Baraโ di dalam haditsnya ini bahwasanya dahulu ada beberapa orang yang telah meninggal dan terbunuh ketika sholat masih menghadap ke kiblat -Baitul Maqdis- sebelum diubah arahnya, maka kami pun tidak tahu apa yang harus kami ucapkan tentang mereka itu, karena itulah Allah taโala menurunkan ayat (yang artinya), โAllah tidak akan menyia-nyiakan iman kalian.โ.โ (HR. Bukhari).
al-Qurthubi rahimahullah (wafat tahun 671 H) mengatakan, โPara ulama sepakat bahwasanya ayat ini -QS. al-Baqarah: 143- turun mengenai orang yang telah meninggal dalam keadaan sholat masih menghadap ke Baitul Maqdis sebagaimana ditunjukkan oleh hadits yang tertera di dalam Sahih al-Bukhari dari penuturan al-Baraโ bin Azib yang baru saja berlalu.โ (Tafsir al-Qurthubi [2/157] as-Syamilah)
Oleh sebab itu, mengeluarkan amal anggota badan dari pengertian iman merupakan pemahaman Murjiโah yang sesat. Para ulama mengatakan, โBukan termasuk pendapat Ahlus Sunah pendapat yang mengatakan bahwa iman adalah sekedar pembenaran hati! Atau pembenaran hati dan diiringi dengan ucapan lisan -saja- tanpa disertai amal anggota badan! Barangsiapa yang berpendapat semacam itu maka dia adalah orang yang sesat, dan ini merupakan -keyakinan- mazhab Murjiโah yang sangat buruk itu!โ (Mujmal Masaโil al-Iman al-Ilmiyah, disusun oleh Husain al-Awaisyah, Muhammad bin Musa Alu Nashr, Salim al-Hilali, Ali al-Halabi, dan Masyhur Hasan Salman, hal. 14).
Iman bisa bertambah dan berkurang
Abu Dawud rahimahullah (wafat tahun 275 H) membuat bab di dalam Sunannya dengan judul โDalil yang menunjukkan bahwa iman mengalami penambahan dan penguranganโ, di antara dalil yang beliau bawakan adalah hadits Abu Umamah radhiyallahuโanhu, Rasulullah shallallahu โalaihi wa sallam bersabda,
ู ููู ุฃูุญูุจูู ููููููู ููุฃูุจูุบูุถู ููููููู ููุฃูุนูุทูู ููููููู ููู ูููุนู ููููููู ููููุฏู ุงุณูุชูููู ููู ุงููุฅููู ูุงูู
โBarangsiapa yang mencintai karena Allah, membenci karena Allah, memberi karena Allah, dan menahan juga karena Allah, maka sungguh dia telah menyempurnakan keimanan (pada dirinya).โ (HR. Abu Dawud, disahihkan al-Albani dalam as-Shahihah [380] as-Syamilah).
Ibnu Batthah rahimahullah (wafat tahun 387 H) menyebutkan riwayat dari Umair bin Habib radhiyallahuโanhu, dia mengatakan,
ยซ ุงูุฅููู ูุงูู ููุฒูููุฏู ููููููููุตู ยป ูููููู : ููู ูุง ุฒูููุงุฏูุชููู ููููููุตูุงูููู ุ ููุงูู : ยซ ุฅูุฐูุง ุฐูููุฑูููุง ุงูููู ููุญูู ูุฏููุงููู ููุณูุจููุญูููุงูู ููุชููููู ุฒูููุงุฏูุชููู ุ ููุฅูุฐูุง ุบูููููููุง ููููุณูููููุง ููุฐููููู ููููุตูุงูููู ยป
โIman itu bertambah dan berkurang.โ Ada yang bertanya, โApakah maksud pertambahan dan pengurangannya?โ. Beliau menjawab, โApabila kita mengingat Allah kemudian kita memuji dan menyucikan-Nya maka itulah pertambahannya. Dan apabila kita lalai dan melupakan-Nya maka itulah pengurangannya.โ (al-Ibanah al-Kubra [3/153], lihat juga Fath al-Bari Ibnu Rojab [1/5] as-Syamilah).
Maka pendapat yang menyatakan bahwa perbedaan antara Hanafiyah dengan mayoritas ulama salaf lainnya -semoga Allah merahmati mereka semua- dalam mendefinisikan iman adalah semata-mata perbedaan yang semu -sebagaimana yang dikatakan oleh salah satu penulis Syarah Aqidah Thahawiyah, semoga Allah mengampuninya- merupakan pendapat yang keliru. Sebab mereka -Hanafiyah- telah mengeluarkan amal dari hakikat iman, sehingga hal itu menyebabkan mereka menyelisihi ulama salaf dalam hal keyakinan bahwa iman itu bisa bertambah dan berkurang. Syaikh al-Albani rahimahullah mengatakan, โKemudian, bagaimana bisa dibenarkan kalau perselisihan tersebut adalah sesuatu yang semu sementara mereka (Hanafiyah) membolehkan orang paling bejat di antara mereka untuk berkata, โImanku sama seperti iman Abu Bakar as-Shiddiq! Bahkan sama dengan iman para nabi dan rasul, Jibril dan Mikaโil โalaihimus sholatu was salamโ! Bagaimana mungkin, sementara dengan landasan mazhab mereka itu mereka tidak memperbolehkan bagi salah seorang dari mereka -betapa pun berat kefasikan dan dosanya- untuk berkata, โSaya adalah mukmin, insya Allah taโalaโ. Bahkan -menurut mereka- dia harus mengatakan, โSaya adalah mukmin sejatiโ! Padahal Allah โazza wa jala berfirman (yang artinya) โSesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang yang ketika disebutkan -nama- Allah maka takutlah hati mereka, dan ketika dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya maka bertambahlah keimanan (mereka). Dan mereka bertawakal hanya kepada Rabb mereka. Orang-orang yang mendirikan sholat dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Mereka itulah orang-orang mukmin yang sesungguhnyaโฆโ (QS. al-Anfal [8]: 2-4)โฆ.โ (alโAqidah at-Thahawiyah, Syarh wa Taโliq, hal. 43-44).
Adapun pernyataan bahwa โPokok keimanan berada di dalam hati dan amal lahiriyah merupakan cabang dan konsekuensi darinyaโ sama sekali bukan termasuk keyakinan Murjiโah. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, โ..pokok keimanan itu tertanam di dalam hati yaitu ucapan dan perbuatan hati. Ia mencakup pengakuan yang disertai pembenaran dan rasa cinta dan ketundukan. Sedangkan apa yang ada di dalam hati pastilah akan tampak konsekuensinya dalam perbuatan anggota-anggota badan. Apabila seseorang tidak melakukan konsekuensinya maka itu menunjukkan bahwa iman itu tidak ada atau lemah [padanya]. Oleh karena itu maka amal-amal lahir itu merupakan konsekuensi dari keimanan di dalam hati. Ia merupakan pembuktian atas apa yang ada di dalam hati, tanda dan saksi baginya. Ia merupakan cabang dari totalitas keimanan dan bagian dari kesatuannya. Walaupun demikian, apa yang ada di dalam hati itulah yang menjadi pokok/sumber bagi apa-apa yang muncul pada anggota-anggota badanโฆโ (Majmuโ Fatawa Ibnu Taimiyah [2/175] as-Syamilah, lihat juga Mujmal Masaโil al-Iman al-โIlmiyah, hal. 15).
Allah taโala berfirman,
ููุงููุชู ุงููุฃูุนูุฑูุงุจู ุขูู ููููุง ูููู ููู ู ุชูุคูู ููููุง ูููููููู ููููููุง ุฃูุณูููู ูููุง ููููู ููุง ููุฏูุฎููู ุงููุฅููู ูุงูู ููู ูููููุจูููู
โOrang-orang Arab badui itu mengatakan, โKami telah berimanโ. Katakanlah, โKalian belum beriman, akan tetapi katakanlah โKami telah berislamโ. Karena iman itu belum meresap ke dalam hati kalian.โ (QS. al-Hujurat [49]: 14).
az-Zajaj rahimahullah (wafat tahun 311 H) mengatakan,
ุงูุฅูุณููุงูู ู : ุฅูุธูููุงุฑู ุงูุฎูุถููุนู ููุงูููุจูููู ููู ูุง ุฃูุชูู ุจููู ุฑูุณูููู ุงูููู ุตููููู ุงูููู ุนููููููู ููุณููููู ู ุ ููุจูุฐููููู ููุญููููู ุงูุฏููู ู . ููุฅููู ููุงูู ู ูุนููู ุงูุนูุชูููุงุฏู ููุชูุตูุฏููููู ุจูุงููููููุจู ุ ููุฐูููู ุงูุฅูููู ูุงูู
โYang dimaksud dengan Islam -dalam konteks ayat ini- adalah menampakkan ketundukan dan penerimaan terhadap ajaran yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu โalaihi wa sallam, dengan sebab itulah maka darah (nyawa) menjadi terjaga. Apabila bersama dengan itu diikuti dengan keyakinan dan pembenaran hati maka itulah iman.โ (Zaad al-Maasir [5/406] as-Syamilah).
al-Baghawi rahimahullah (wafat tahun 516 H) mengatakan,
ููุฃูุฎูุจูุฑู ุฃูููู ุญูููููููุฉู ุงูุฅูููู ูุงูู ุงูุชููุตูุฏููููู ุจูุงููููููุจูุ ููุฃูููู ุงูุฅูููุฑูุงุฑู ุจูุงููููุณูุงูู ููุฅูุธูููุงุฑู ุดูุฑูุงุฆูุนููู ุจูุงูุฃูุจูุฏูุงูู ูุงู ูููููููู ุฅููู ูุงููุง ุฏูููู ุงูุชููุตูุฏููููู ุจูุงููููููุจู ููุงูุฅูุฎููุงูุตู
โAllah memberitakan bahwa hakikat keimanan adalah pembenaran dengan hati dan sesungguhnya pengakuan dengan lisan serta sikap menampakkan syariโat-syariโat lahiriyah bukanlah keimanan apabila tidak diiringi dengan pembenaran hati dan keikhlasan.โ (Maโalim at-Tanzil [7/350] as-Syamilah).
al-Bukhari rahimahullah meriwayatkan dari Amir bin Saโad dari ayahnya yaitu Saโad bin Abi Waqash radhiyallahuโanhu,
ุฃูููู ุฑูุณูููู ุงูููููู ุตููููู ุงูููููู ุนููููููู ููุณููููู ู ุฃูุนูุทูู ุฑูููุทูุง ููุณูุนูุฏู ุฌูุงููุณู ููุชูุฑููู ุฑูุณูููู ุงูููููู ุตููููู ุงูููููู ุนููููููู ููุณููููู ู ุฑูุฌูููุง ูููู ุฃูุนูุฌูุจูููู ู ุฅูููููู ููููููุชู ููุง ุฑูุณูููู ุงูููููู ู ูุง ูููู ุนููู ููููุงูู ููููุงูููููู ุฅููููู ููุฃูุฑูุงูู ู ูุคูู ูููุง ููููุงูู ุฃููู ู ูุณูููู ูุง ููุณูููุชูู ูููููููุง ุซูู ูู ุบูููุจูููู ู ูุง ุฃูุนูููู ู ู ููููู ููุนูุฏูุชู ููู ูููุงููุชูู ููููููุชู ู ูุง ูููู ุนููู ููููุงูู ููููุงูููููู ุฅููููู ููุฃูุฑูุงูู ู ูุคูู ูููุง ููููุงูู ุฃููู ู ูุณูููู ูุง ุซูู ูู ุบูููุจูููู ู ูุง ุฃูุนูููู ู ู ููููู ููุนูุฏูุชู ููู ูููุงููุชูู ููุนูุงุฏู ุฑูุณูููู ุงูููููู ุตููููู ุงูููููู ุนููููููู ููุณููููู ู ุซูู ูู ููุงูู ููุง ุณูุนูุฏู ุฅููููู ููุฃูุนูุทูู ุงูุฑููุฌููู ููุบูููุฑููู ุฃูุญูุจูู ุฅูููููู ู ููููู ุฎูุดูููุฉู ุฃููู ููููุจูููู ุงูููููู ููู ุงููููุงุฑู
โRasulullah shallallahu โalaihi wa sallam suatu ketika memberikan kepada sekelompok orang dan ketika itu Saโad sedang duduk. Ternyata Rasulullah shallallahu โalaihi wa sallam meninggalkan (tidak memberi) kepada salah seorang lelaki yang paling aku (Saโad) kagumi, maka aku berkata, โWahai Rasulullah, ada apa dengan si fulan? Demi Allah, aku tidak melihatnya melainkan seorang mukmin.โ Maka beliau menjawab, โAtau barangkali muslim?โ. Lalu aku pun terdiam sejenak namun apa yang aku ketahui tentangnya lebih menguasai pikiranku, maka aku ulangi lagi ucapanku tadi, โAda apa dengan si fulan? Demi Allah aku benar-benar memandangnya seorang mukmin.โ Maka beliau menjawab, โAtau barangkali muslim?โ. Kemudian apa yang aku ketahui tentangnya masih lebih menguasai pikiranku, maka aku ulangi lagi ucapanku tadi, dan Rasulullah shallallahu โalaihi wa sallam tetap mengulangi ucapan beliau tadi. Lantas beliau bersabda, โWahai Saโad, sesungguhnya bisa jadi aku memberikan kepada seseorang sedangkan orang yang lain lebih aku cintai darinya karena aku khawatir Allah akan melemparkannya ke dalam neraka.โ.โ (HR. Bukhari)
Dinding pemisah antara Ahlus Sunah dengan Waโidiyah
Ibnu Hajar rahimahullah (wafat tahun 852 H) mengatakan, โSalaf mengatakan bahwa iman itu mencakup keyakinan dengan hati, pengucapan dengan lisan, dan amal dengan anggota badan. Yang mereka maksud dengan itu adalah bahwa amal merupakan syarat kesempurnaannya. Dari sinilah muncul pernyataan bahwa iman itu bisa bertambah dan berkurangโฆโ Beliau juga mengatakan, โPerbedaan antara Muโtazilah dengan Salaf adalah mereka -yaitu Muโtazilah- menjadikan amal sebagai syarat sahnya iman. Adapun salaf menjadikannya sebagai syarat penyempurna baginyaโฆโ (Fath al-Bari [1/60])
Namun, apa yang beliau sampaikan di atas perlu untuk diluruskan. Syaikh Ali bin Abdul Aziz as-Syibil mengatakan, โYang benar ialah bahwa amal menurut Salaf Sholeh:
- Kadang menjadi syarat sahnya iman. Artinya ia sebagai bagian dari hakikat iman, di mana iman hilang karena hilangnya amalan tersebut seperti: sholat.
- Kadang menjadi syarat kesempurnaannya yang wajib, maka iman berkurang dengan kehilangannya, seperti amal-amal selain sholat yang jika ditinggalkan menyebabkan kefasikan dan maksiat, tapi tidak sampai pada kekafiran.
Perincian seperti ini harus dilakukan untuk memahami perkataan Salaf Sholeh dan tidak mencampurkannya dengan perkataan waโidiyah (Muโtazilah dan Khawarij, pen). Dan harus diketahui bahwa amal bagi Ahlus Sunah wal Jamaโah adalah salah satu rukun dari rukun-rukun (pilar) iman yang tiga, yaitu ucapan, amal, dan iโtiqad. Dan iman menurut mereka bertambah dan berkurang, berbeda dengan Khawarij dan Muโtazilah. Wallahu waliyyut taufiq.โ (Peringatan atas Kesalahan Aqidah dalam Fathul Bari, hal. 43-44).
Syaikh Zaid bin Hadi al-Madkhali mengatakan, โMuโtazilah dan Khawarij mendefinisikan iman sebagai ucapan lisan, keyakinan dengan hati, dan amalan anggota badan. Namun ia tidak bertambah dan tidak berkurang.โ Beliau juga menjelaskan, โMuโtazilah dan Khawarij yang mendefinisikan iman dengan pengertian tersebut berbeda pendapat dalammenghukumi pelaku dosa besar. Muโtazilah mengatakan bahwa pelaku dos a besar berada dalam posisi di antara dua keadaan -yaitu di antara Islam dan kekafiran- sehingga dia tidak tergolong kafir tapi juga tidak digolongkan sebagai muslim. Adapun Khawarij mengatakan mengenai pelaku dosa besar -yaitu yang meninggal dan tidak bertaubat darinya- bahwa ia kekal di neraka, halal darah, harta, dan harga dirinya ketika di dunia, dan di akhirat ia kekal di neraka. Maka ini merupakan perkataan yang mengatasnamakan Allah tanpa landasan ilmu apabila dosa besar -yang dimaksud- itu bukan tergolong syirik akbar, kufur akbar, atau nifak iโtiqadi. Muโtazilah sepakat dengan Khawarij dalam hal hukum akhirat yaitu bahwa pelaku dosa besar meskipun ia adalah seorang muwahhid maka dia dihukum kekal di dalam neraka. Hukum yang zalim ini terbantahkan oleh dalil-dalil al-Kitab dan as-Sunnah yang menunjukkan bahwa barangsiapa yang meninggal dalam keadaan mengetahui (meyakini) bahwa tidak ada sesembahan yang benar selain Allah maka dia pasti akan masuk surga, meskipun Allah tabaraka wa taโala memberikan siksa kepadanya sesuai dengan kadar dosa besar yang dilakukannya, hanya saja ujung perjalanannya adalah ke surga, dan sama sekali tidak ada keraguan tentang hal itu. Inilah mazhab Ahlus Sunah wal Jamaโahโฆโ (Thariq al-Wushul ila Idhah ats-Tsalatsah al-Ushul, hal. 170-171)