بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Kajian Mujmal Ushul Ahlus Sunnah wal Jamaah fil Aqidah
Karya: Syaikh Dr. Nashr bin Abdul Karim al-Aql Hafidzahullah
Pemateri: Ustadz Abu Yahya Badrussalam, Lc 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Pertemuan: 18 Dzulhijjah 1446 / 14 Juni 2025
Tempat: Masjid Agung Al-Ukhuwwah Bandung.
Shalat Jum'at dan Jama'ah adalah Syiar Islam yang Agung
Bab 7 - Poin 7: Jama'ah dan Imamah
Syaikh Nashr bin Abdul Karim al-Aql Hafidzahullah berkata: Shalat Jum’at dan shalat berjama’ah adalah diantara simbol syi’ar Islam terbesar. Shalat di belakang (bermakmum kepada) seorang muslim yang tidak diketahui hal ihwalnya adalah sah. Dan tidak shalat di belakangnya karena tidak mengetahui hal ihwalnya adalah bid’ah.
📃 Penjelasan:
Shalat Jum'at dan Hukum-hukumnya
Islam mewajibkan kaum muslimin untuk menghadiri shalat Jum'at. Allah ﷻ berfirman :
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا نُوْدِيَ لِلصَّلٰوةِ مِنْ يَّوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا اِلٰى ذِكْرِ اللّٰهِ وَذَرُوا الْبَيْعَۗ ذٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ
Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allâh dan tinggalkanlah jual beli, yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. [al-Jumu’ah/62:9]
Maka, ulama mengatakan jual beli yang dilakukan setelah adzan berkumandang adalah tidak sah.
- Bahkan Rasulullah ﷺ menstempel hati yang mati bagi orang yang 3 kali meninggalkan shalat Jum'at berturut-turut.
Dalam Shahîh Muslim yang berbunyi :
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ تَرَكَ ثَلَاثَ جُمَعٍ تَهَاوُنًا بِهَا طَبَعَ اللَّهُ عَلَى قَلْبِهِ
Sesungguhnya Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang meninggalkan shalat Jum’at tiga kali karena meremehkannya maka Allâh akan mengunci hatinya.”
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda :
مَنْ تَرَكَ ثَلَاثَ جُمَعاتٍ مِنْ غَيْرِ عُذْرٍ كُتِبَ مِنَ َالْمنَافِقِيْنَ
Siapa yang meninggalkan tiga kali shalat Jum’at tanpa udzur maka dia ditetapkan sebagai bagian dari kaum munafiqin.
- Setiap langkah menuju shalat jum’at mendapat ganjaran puasa dan shalat setahun.
Dari Aus bin Aus, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَغَسَّلَ ، وَبَكَّرَ وَابْتَكَرَ ، وَدَنَا وَاسْتَمَعَ وَأَنْصَتَ ، كَانَ لَهُ بِكُلِّ خُطْوَةٍ يَخْطُوهَا أَجْرُ سَنَةٍ صِيَامُهَا وَقِيَامُهَا
“Barangsiapa yang mandi pada hari Jum’at dengan mencuci kepala dan anggota badan lainnya, lalu ia pergi di awal waktu atau ia pergi dan mendapati khutbah pertama, lalu ia mendekat pada imam, mendengar khutbah serta diam, maka setiap langkah kakinya terhitung seperti puasa dan shalat setahun.” (HR. Tirmidzi no. 496. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat penjelasan hadits dalam Tuhfatul Ahwadzi, 3: 3).
Shalat Jum'at diwajibkan bagi setiap laki-laki muslim yang sudah baligh, sementara bagi wanita tidak diwajibkan. Tetapi jika ikut jumatan, maka sah dan sebagai pengganti shalat dzuhur.
- Syari'at Jum'at dan Minimal Jama'ahnya
Shalat Jum'at disyari'atkan pada saat di Mekah dan pertama kali dilakukan di Madinah dengan Imam Mus'ab bin Umair Radhiyallahu’anhu, dan terkumpul padanya 40 orang.
Hingga ada perbedaan pendapat bahwa shalat Jum’at minimal 40 orang, meskipun sebagian ulama memandang tidak bisa dijadikan hujjah seperti Imam Syaukani dalam Nailul Authar, karena jumlah pada saat itu bukan sesuatu yang disepakati, dan kejadian yang secara kebetulan tidak bisa dijadikan hujjah.
Sebagian ulama mensyaratkan 12 orang, alasannya ketika Allah ﷻ menurunkan ayat shalat Jum’at, datang pedagang dari Syam dan yang sedang Jum'at an meninggalkan majelis dan tersisa hanya 12 orang saja. Imam Syaukani pun berpendapat sama, hanya kebetulan maka tidak bisa dijadikan hujah. Beliau berpendapat sama dengan shalat jama'ah. Sementara Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin Rahimahullah berpendapat paling sedikit jumlahnya 3 orang.
وَعَنْ أَبِي الدَّرْدَاء – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – ، قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – ، يَقُوْلُ : ( مَا مِنْ ثَلاثَةٍ فِي قَرْيةٍ ، وَلاَ بَدْوٍ ، لا تُقَامُ فِيهِمُ الصَّلاَةُ إلاَّ قَد اسْتَحْوَذَ عَلَيْهِم الشَّيْطَانُ . فَعَلَيْكُمْ بِالجَمَاعَةِ ، فَإنَّمَا يَأْكُلُ الذِّئْبُ مِنَ الغَنَمِ القَاصِيَة) رَوَاهُ أبُو دَاوُدَ بِإِسْنَادٍ حَسَنٍ
Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Tidaklah terdapat tiga orang di satu desa atau kampung yang tidak ditegakkan shalat di sana kecuali mereka telah dikalahkan oleh setan. Maka haruslah bagi kalian untuk berjamaah, sebab serigala hanya akan memakan domba yang jauh dari kawannya.’” (Diriwayatkan oleh Abu Daud dengan sanad hasan) [HR. Abu Daud, no. 547 dan An-Nasa’i, no. 848. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih.]
- Berbagai Peristiwa Penting pada Hari Jum'at
Abu Hurairah Radhiyalahu ‘anhu meriwayatkan, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
خَيْرُ يَوْمٍ طَلَعَتْ عَلَيْهِ الشَّمْسُ يَوْمُ الْجُمُعَةِ، فِيْهِ خُلِقَ آدَمُ، وَفِيْهِ أُدْخِلَ الْجَنَّةَ، وَفِيْهِ أُخْرِجَ مِنْهَا، وَلاَ تَقَوْمُ السَّاعَةُ إِلاَّ فِي يَوْمِ الْجُمُعَة .
Sebaik-baik hari yang matahari terbit padanya adalah hari Jum’at; pada hari ini Adam Alaihissallam diciptakan, pada hari ini (Adam Alaihissalam) dimasukkan ke dalam surga, dan pada hari ini pula ia dikeluarkan dari surga. Dan tidaklah kiamat akan terjadi kecuali pada hari ini.[HR Muslim, no. 854]
- Hari Jum’at - Hari raya Kaum Muslimin
Diriwayatkan oleh Abu Daud di dalam Sunannya juga, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
قَدِ اجْتَمَعَ فِى يَوْمِكُمْ هَذَا عِيدَانِ فَمَنْ شَاءَ أَجْزَأَهُ مِنَ الْجُمُعَةِ وَإِنَّا مُجَمِّعُونَ
Artinya: “Pada hari ini terkumpul bagi kalian dua hari raya, barangsiapa yang ingin mencukupkan dengan (shalat id) dari shalat Jum’at, maka itu cukup baginya, tetapi kami tetap shalat Jum’at bersama“. HR. Abu Daud (1/647, no. 1073), Ibnu Majah (1/416, no. 1311), Al Hakim (1/277), Al Baihaqi (3/318-319).
Maka, malam Jum'at bukanlah hari yang menyeramkan. Terutama berkembang khurafat pada malam Jum'at. Padahal yang dilarang berkeliaran adalah di setiap saat maghrib.
Shalat Berjama'ah dan Hukum-hukumnya
Ulama berbeda pendapat tentang hukumnya. Sebagian berpendapat sunnah muakkadah dan sebagian berpendapat wajib, seperti Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah.
Dalil-dalil Wajibnya Shalat Berjama'ah:
1. Allah azza wa jalla berfirman,
وَأَقِيمُواْ الصَّلاَةَ وَآتُواْ الزَّكَاةَ وَارْكَعُواْ مَعَ الرَّاكِعِين
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk” (QS. Al-Baqarah – 43).
Makna dari ayat di atas adalah: hendaknya kalian shalat bersama-sama dengan orang-orang yang mengerjakan shalat (shalat berjamaah).
2. Allah juga berfirman,
وَإِذَا كُنتَ فِيهِمْ فَأَقَمْتَ لَهُمُ الصَّلاَةَ فَلْتَقُمْ طَآئِفَةٌ مِّنْهُم مَّعَكَ وَلْيَأْخُذُواْ أَسْلِحَتَهُم
“Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata” (QS. An-Nisa : 102).
Apabila Allah mewajibkan untuk menunaikan shalat secara berjamaah dalam keadaan takut (perang), maka lebih utama dan lebih wajib lagi jika untuk dilakukan dalam keadaan aman.
3. Hadits Shahih Muslim,
عن أبي هريرة رضي الله عنه أن رجلاً أعمى قال يا رسول الله: ليس لي قائد يقودني إلى المسجد، فهل لي من رخصة أن أصلي في بيتي، فقال له صلى الله عليه وسلم: هل تسمع النداء بالصلاة؟ قال: نعم، قال: فأجب
Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, “sesungguhnya ada seorang buta pernah menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, “Wahai Rasulullah, saya tidak memiliki seseorang yang akan menuntunku ke masjid. Apakah ada bagiku keringanan kepada untuk shalat di rumah“.
Rasulullah bertanya kepadanya, “Apakah engkau mendengar panggilan shalat (azan)?”
Laki-laki itu menjawab, “Ya”.
Beliau bersabda, “Penuhilah seruan tersebut (hadiri shalat berjamaah)”.
Apabila orang yang buta, yang tidak memiliki penuntun yang mengantarnya ke mesjid, tidak diberikan keringanan untuk meninggalkan shalat secara berjamaah, maka bagaimana lagi dengan orang-orang selainnya (yang sehat dan tidak buta).
4. Dalam Shahihain (Shahih Bukhari dan Muslim), Nabi Shallallahu alaihi wassalam bersabda,
لقد هممت أن آمر بالصلاة فتقام ثم آمر رجلاً فيؤم الناس، ثم أنطلق برجال معهم حزم من حطب إلى قوم لا يشهدون الصلاة فأحرق عليهم بيوتهم.
“Sungguh aku berkeinginan untuk menyuruh seseorang sehingga shalat didirikan, kemudian kusuruh seseorang mengimami manusia, lalu aku bersama beberapa orang membawa kayu bakar mendatangi suatu kaum yang tidak menghadiri shalat, lantas aku bakar rumah-rumah mereka”.
5. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ صَلاَةٌ أثْقَلَ عَلَى المُنَافِقِينَ مِنْ صَلاَةِ الفَجْرِ وَالعِشَاءِ ، وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِيهِمَا لأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْواً
“Tidak ada shalat yang lebih berat bagi orang munafik selain dari shalat Shubuh dan shalat ‘Isya’. Seandainya mereka tahu keutamaan yang ada pada kedua shalat tersebut, tentu mereka akan mendatanginya walau sambil merangkak.” (HR. Bukhari no. 657).
- Allah ﷻ melipatgandakan pahala shalat berjama'ah menjadi 25 atau 27 kali lipat dibandingkan shalat sendirian.
ـ عَنْ عَبْدِ الله بْنِ عُمَر رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «صَلاَةُ الْجَمَاعَةِ أَفْضَلُ مِنْ صَلاَةِ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً». مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Shalat berjamaah itu lebih utama dua puluh tujuh derajat daripada shalat sendirian.” (Muttafaqun ‘alaih) [HR. Bukhari, no. 645 dan Muslim, no. 650]
وَلَهُمَا عَنْ أَبي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: «بِخَمْسٍ وَعِشْرِينَ جُزْءاً».
Dalam riwayat keduanya (Bukhari dan Muslim) dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu disebutkan, “Dua puluh lima bagian.” [HR. Bukhari, no. 648 dan Muslim, no. 649]
- Setiap langkahnya ditinggikan derajat, dihapuskan dosa dan didoakan malaikat.
Disebutkan dalam hadis riwayat Imam Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Nabi ﷺ bersabda;
صَلَاةُ الرَّجُلِ فِي الْجَمَاعَةِ تُضَعَّفُ عَلَى صَلَاتِهِ فِي بَيْتِهِ وَفِي سُوقِهِ خَمْسًا وَعِشْرِينَ ضِعْفًا وَذَلِكَ أَنَّهُ إِذَا تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ ثُمَّ خَرَجَ إِلَى الْمَسْجِدِ لَا يُخْرِجُهُ إِلَّا الصَّلَاةُ لَمْ يَخْطُ خَطْوَةً إِلَّا رُفِعَتْ لَهُ بِهَا دَرَجَةٌ وَحُطَّ عَنْهُ بِهَا خَطِيئَةٌ فَإِذَا صَلَّى لَمْ تَزَلِ الْمَلَائِكَةُ تُصَلِّي عَلَيْهِ مَا دَامَ فِي مُصَلَّاهُ اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ اللَّهُمَّ ارْحَمْهُ وَلَا يَزَالُ أَحَدُكُمْ فِي صَلَاةٍ مَا انْتَظَرَ الصَّلَاةَ
Shalat seorang laki-laki dengan berjamaah dibanding shalatnya di rumah atau di pasarnya lebih utama (dilipat gandakan) pahalanya dengan dua puluh lima kali lipat. Yang demikian itu karena bila dia berwudhu dengan menyempurnakan wudhunya lalu keluar dari rumahnya menuju masjid, dia tidak keluar kecuali untuk melaksanakan shalat berjamaah, maka tidak ada satu langkah pun dari langkahnya kecuali akan ditinggikan satu derajat, dan akan dihapuskan satu kesalahannya. Apabila dia melaksanakan shalat, maka Malaikat akan turun untuk mendoakannya selama dia masih berada di tempat shalatnya; Ya Allah ampunilah dia. Ya Allah rahmatilah dia. Dan seseorang dari kalian senantiasa dihitung dalam keadaan shalat selama dia menanti pelaksanaan shalat.
Disebutkan bahwa Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin Rahimahullah jarak antara rumahnya dan masjid sekitar 2 km, beliau berjalan ke masjid setiap hari sambil murajaah hafalan. MasyaaAlloh... Karena perjalanan ke masjid adalah perjalanan iman, hanya yang diberi hidayah yang mampu melakukannya. Bahkan Allah ﷻ sendiri yang menjamin hidayah tersebut.
Allah ﷻ berfirman dalam Surat At-Taubah Ayat 18:
إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَٰجِدَ ٱللَّهِ مَنْ ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ وَأَقَامَ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَى ٱلزَّكَوٰةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلَّا ٱللَّهَ ۖ فَعَسَىٰٓ أُو۟لَٰٓئِكَ أَن يَكُونُوا۟ مِنَ ٱلْمُهْتَدِينَ
Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallaahu ‘anhuma, dia berkata bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,
- Hidup dan mati dengan baik, dan dosa-dosanya dihapuskan, dengan tiga amalan: shalat berjama'ah, menyempurnakan wudhu dan menunggu waktu shalat.
«رَأَيْتُ رَبِّيْ فِيْ أَحْسَنِ صُوْرَةٍ، فَقَالَ لِيْ: يَا مُحَمَّدُ! قُلْتُ: لَبَّيْكَ رَبِّ وَسَعْدَيْكَ، قَالَ: هَلْ تَدْرِيْ فِيْمَ يَخْتَصِمُ الْمَلَأُ الْأَعْلَى؟ قُلْتُ: لَا أَعْلَمُ. فَوَضَعَ يَدَهُ بَيْنَ كَتِفَيَّ حَتَّى وَجَدْتُ بَردَهَا بين ثَدْيَيَّ -أَوْ قَالَ: فِيْ نَحْرِيْ- فَعَلِمْتُ مَا فِيْ السَّمَوَاتِ وَمَا فِيْ الْأَرْضِ -أَوْ قَالَ: مَا بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ- قَالَ: يَا مُحَمَّدُ! أَتَدْرِيْ فِيْمَ يَخْتَصِمُ الْمَلَأُ الْأَعْلَى؟ قُلْتُ: نَعَمْ، فِيْ الدَّرَجَاتِ، وَالْكَفَّارَاتِ، وَنَقْلِ الْأَقْدَامِ إِلَى الْجَمَاعَاتِ، وَإِسْبَاغِ الْوُضُوْءِ فِيْ السَّبَرَاتِ، وَانْتِظَارِ الصَّلَاةِ بَعْدَ الصَّلَاةِ، وَمَنْ حَافَظَ عَلَيْهِنَّ عَاشَ بِخَيْرٍ، وَمَاتَ بِخَيْرٍ، وَكَانَ مِنْ ذُنُوْبِهِ كَيَوْمَ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ. قَالَ: يَا مُحَمَّدُ! قُلْتُ: لَبَّيْكَ وَسَعْدَيْكَ. فَقَالَ: إِذَا صَلَّيْتَ قُلْ: اللهمّ! إنِّي أسْأَلُكَ فِعْلَ الْخَيْرَاتِ، وَتَرْكَ الْمُنْكَرَاتِ،وَحُبَّ الْمَسَاكِيْنِ، وَإِذَا أَرَدْتَ بِعِبَادِكَ فِتْنَةً فَاقْبِضْنِيْ إِلَيْكَ غَيْرَ مَفْتُوْنٍ. قَالَ: وَالدَّرَجَاتُ: إِفْشَاءُ السَّلَامِ، وَإِطْعَامُ الطَّعَامِ، وَالصَّلَاةُ بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ»
‘Aku melihat Rabb-ku dalam bentuk yang paling indah, maka Dia berfirman kepadaku, ‘Wahai Muhammad!’ Maka kukatakan, ‘Aku penuhi panggilan-Mu, dan segala kebahagiaan adalah dari-Mu, wahai Rabbku.” Dia berfirman, ‘Tahukah kamu, tentang apa penghuni langit berbantah-bantahan?’ Aku menjawab, ‘Aku tidak tahu.” Maka kemudian Dia meletakkan Tangan-Nya di antara kedua pundakku hingga aku mendapati dingin-Nya di antara kedua puting susuku, atau beliau bersabda, ‘Di leherku.’ Kemudian aku mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi. atau beliau bersabda, ‘Apa yang ada di antar Timur dan Barat.” Kemudian Dia berfirman, ‘Wahai Muhammad! Tahukah kamu tentang apa para penghuni langit itu berbantah-bantahan?” Maka aku menyahut, ‘Ya, tentang derajat-, penebusan dosa, pemindahan langkah kaki menuju shalat berjama’ah, menyempurnakan wudhu’ pada saat –saat yang sangat dingin, dan tentang menunggu shalat setelah shalat. Barangsiapa yang menjaganya, maka dia akan hidup dan mati dengan baik, dan dosa-dosanya menjadi seperti hari dia dilahirkan oleh ibunya.” Dia berfirman, ‘Wahai Muhammad! Aku menjawab, ‘Aku penuhi panggilan-Mu dan kebahagiaan adalah dari-Mu.” Maka Dia berfirman, “Jika engkau shalat, maka ucapkanlah, Ya Allah, sesungguhnya aku meminta kepada-Mu (agar bisa melakukan) perbuatan-perbuatan yang baik, meninggalkan kemungkaran-kemungkaran dan mencintai orang-orang miskin. Dan jika engkau menghendaki fitnah terhadap hamba-hamba-Mu, maka genggamlah aku menuju-Mu tanpa terfitnah.’ Dan beliau bersabda, ‘Derajat itu adalah menyebarkan salam, memberi makan dan shalat saat manusia sedang tidur.”
Shahiih at-Targhiib wa at-Tarhiib, no. 405.
Tidak wajib shalat Jum'at dan berjama'ah bagi musafir. Namun, sebagian ulama berpendapat lebih baik berjama'ah.
Shalat di belakang (bermakmum kepada) seorang muslim yang tidak diketahui hal ihwalnya adalah sah. Dan tidak shalat di belakangnya karena tidak mengetahui hal ihwalnya adalah bid’ah.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu berkata Shalat di belakang (bermakmum kepada) seorang muslim yang tidak diketahui hal ihwalnya adalah sah menurut kesepakatan para ulama. Siapa yang mengatakan sebaliknya, maka telah menyelisihi seluruh ijmak para ulama.
Kalau ada kata sepakat ulama (ijma’ ulama), maka tidak boleh diselisihi. Bahkan disepakati ulama bahwa kesepakatan ulama wajib diikuti.
Allah Ta’ala berfirman,
وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا
“Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu’min, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. An Nisa’: 115).
Jalan orang-orang mukmin inilah ijma’ (kesepakatan) ulama kaum muslimin. Ayat ini menunjukkan bahwa mengikuti ijma’ itu wajib, menyelisihinya itu haram.
Tapi, haram hukumnya mengatakan serampangan bahwa suatu pendapat adalah ijmak para ulama.
Sebagaimana sahabat Abdullah bin Mas'ud dan Sahabat Radhiyallahu anhum, tetap shalat di belakang al-Walid bin Abi Mu’aith, meskipun Walid suka minum arak dan pernah shalat subuh empat raka'at hingga dihukum cambuk Oleh khalifah Utsman bin Affan Radhiyallahu’anhu.
Dalam Shahiihul Bukhari disebutkan bahwa ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu anhuma pernah shalat dengan bermakmum kepada al-Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi. Padahal al-Hajjaj adalah orang yang fasik dan bengis.
Maka, shalat di belakang seorang muslim yang tidak diketahui hal ihwalnya adalah sah.
Berkata Imam At-Thahawi dalam Kitab Aqidah Thahawiyah berkata kami berpendapat dan berkeyakinan bolehnya bermakmum kepada seorang muslim yang shalih maupun tidak shalih.
Berkata Imam Ibnu Abil Izz al-Hanafi, ketahuilah semoga Allah ﷻ merahmatimu, boleh shalat di belakang seorang muslim yang tidak diketahui hal ihwalnya apakah suka berbuat bid'ah atau tidak, dan bukan syarat menjadi imam kita harus mengetahui apa akidahnya demikian juga tidak boleh menanyakan terlebih dahulu apa akidahnya. Kalau dia mengatahui bahwa dia ahli bid'ah dan fasik, maka shalat dibelakangnya tetap sah, meskipun menghindarinya lebih baik.
•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•
Bab 7 - Poin 8: Jama'ah dan Imamah
Syaikh Nashr bin Abdul Karim al-Aql Hafidzahullah berkata:
Tidak boleh shalat bermakmum kepada seseorang yang menampakkan kebid’ahan atau kefasikannya selama mampu untuk shalat dibelakang sekalin dari mereka. Jika hal itu terjadi, maka shalatnya dipandang sah, namun orang yang melakkan shalat tersebut berdosa – kecuali hal itu dimakudkan untuk mencegah keburukan yang lebih besar. Jika seseorang tidak dapat menemukan imam selainnya, atau lebih buruk darinya, maka diperbolehkan shalat bermakmum kepada orang sepertinya dan tidak diperbolehkan meninggalkan shalat di belakangnya. Barangsiapa yang telah dihukumi kafir, maka tidak sah shalat di belakangnya.
📃 Penjelasan:
Seperti dijelaskan sebelumnya, bahwa Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu anhuma pernah shalat dengan bermakmum kepada al-Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi, karena tidak ada pilihan imam pada saat itu.
Maka, jika ada imam yang lebih bertakwa maka memilihnya lebih baik, meskipun lokasinya lebih jauh.
Demikian juga bermakmum kepada dukun (jika tahu) harus kita tinggalkan karena statusnya kafir, Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah Ayat 102:
وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَٰنُ وَلَٰكِنَّ ٱلشَّيَٰطِينَ كَفَرُوا۟ يُعَلِّمُونَ ٱلنَّاسَ ٱلسِّحْرَ وَمَآ أُنزِلَ عَلَى ٱلْمَلَكَيْنِ بِبَابِلَ هَٰرُوتَ وَمَٰرُوتَ ۚ وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّىٰ يَقُولَآ إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلَا تَكْفُرْ ۖ
Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan: "Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir".
•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم