بِسْـمِ اللَّهِ الرحمن الرحيم
📚┃ Materi : Kitab Adabul Mufrad
🎙┃ Pemateri : Ustadz Yunan Hilmi, Lc Hafizhahullah (Pengajar Ilmu Syar'i Pondok Pesantren Imam Bukhori)
🗓┃ Hari, Tanggal : Ahad , 7 Juli 2025 M / 11 Muharram 1447H
🕌┃ Tempat : Masjid Al-Ikhlas - Adi Sucipto Jajar Solo.
Bab 227: Menjenguk Orang Sakit di Tengah Malam
٤٩٩ - حَدَّثَنَا الْمَكِّيُّ قَالَ: حَدَّثَنَا الْجُعَيْدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ عَائِشَةَ بِنْتِ سَعْدٍ، أَنَّ أَبَاهَا قَالَ: اشْتَكَيْتُ بِمَكَّةَ شَكْوَى شَدِيدَةً، فَجَاءَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعُودُنِي، فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي أَتْرُكُ مَالًا، وَإِنِّي لَمْ أَتْرُكْ إِلَّا ابْنَةً وَاحِدَةً، أَفَأُوصِي بِثُلُثَيْ مَالِي، وَأَتْرُكُ الثُّلُثَ؟ قَالَ: «لَا» ، قَالَ: أُوصِي النِّصْفَ، وَأَتْرُكُ لَهَا النِّصْفَ؟ قَالَ: «لَا» ، قَالَ: فَأَوْصِي بِالثُّلُثِ، وَأَتْرُكُ لَهَا الثُّلُثَيْنِ؟ قَالَ: «الثُّلُثُ، وَالثُّلُثُ كَثِيرٌ» ، ثُمَّ وَضَعَ يَدَهُ عَلَى جَبْهَتِي، ثُمَّ مَسَحَ وَجْهِي وَبَطْنِي، ثُمَّ قَالَ: «اللَّهُمَّ اشْفِ سَعْدًا، وَأَتِمَّ لَهُ هِجْرَتَهُ» ، فَمَا زِلْتُ أَجِدُ بَرْدَ يَدِهِ عَلَى كَبِدِي فِيمَا يَخَالُ إِلَيَّ حَتَّى السَّاعَةِ. صحيح
499. Dari “Aisyah binti Sa'd, bahwa ayahnya berkata, “Aku pernak mengeluh sakit keras di Makkah. Kemudian Nabi ﷺ mengunjungiku, lalu kutanyakan, 'Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku meninggalkan harta, dan aku hanya meninggalkan seorang anak perempuan, bolehkah aku membuat wasiat dengan dua pertiga hartaku dan aku sisakan sepertiganya?' Beliau menjawab, 'Tidak'. Lalu kutanyakan, “Kalau aku membuat wasiat dengan setengah dan aku sisakan untuknya setengah?' Beliau menjawab,' Tidak', Lalu kutanyakan, “Kalau aku membuat wasiat dengan sepertiga dan aku sisakan dua pertiga?" Beliau menjawab, “Sepertiga, dan sepertiga itu banyak.' Beliau lalu meletakkan tangannya di dahiku lalu mengusap wajah dan perutku sambil berdo'a, Ya Allah, berilah Sa'd kesembuhan dan sempurnakanlah hijrahnya. 'Maka aku masih terus merasakan kesejukan tangan beliau di hatiku atas apa yang digambarkan kepadaku hingga saat ini.”
ʙɪꜱᴍɪʟʟᴀʜ
Ustadz mengawali kajian dengan mengingatkan kita untuk selalu bersyukur atas nikmat kesempatan menuntut ilmu, dan itu merupakan tanda kebahagian.
Al-Imam Asy-Syathibi rahimahullah berkata:
من علامات السعادة على العبد تيسير الطاعة عليه، وموافقة السنة في أفعاله، وصحبته لأهل الصلاح، وحسن أخلاقه مع الإخوان، وبذل معروفه للخلق، واهتمامه للمسلمين، ومراعاته لأوقاته
“Di antara tanda kebahagiaan seorang hamba adalah dia dimudahkan dalam melakukan ketaatan kepada Allah, perbuatannya yang berkesesuaian dengan tuntunan sunnah, pertemannya dengan orang-orang shalih, baik akhlaknya (ketika berinteraksi) dengan saudaranya, kesungguhannya dalam berbuat baik kepada sesama makhluk, perhatiannya terhadap kaum muslimin, dan penjagaannya terhadap waktu yang dimilikinya.” (Al-I’thisham 2/152)
Inilah contoh kebahagiaan para ulama salaf, mereka berkata,
لَوْ يَعْلَمُ المُلُوْكُ وَأَبْنَاءُ المُلُوْكِ مَا نَحْنُ فِيْهِ لَجَلِدُوْنَا عَلَيْهِ بِالسُّيُوْفِ
“Seandainya para raja dan pangeran itu mengetahui kenikmatan yang ada di hati kami ini, tentu mereka akan menyiksa kami dengan pedang (untuk merebutnya).” [Rawai’ut Tafsir Ibnu Rajab 2/134, Darul ‘Ashimah, cet.I, 1422 H, Syamilah]
Hadits ke-258: Keistimewaan Hari Jum’at
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «خَيْرُ يَوْمٍ طَلَعَتْ عَلَيْهِ الشَّمْسُ يَوْمُ الْجُمُعَةِ، فِيهِ خُلِقَ آدَمُ، وَفِيهِ أُدْخِلَ الْجَنَّةَ، وَفِيهِ أُخْرِجَ مِنْهَا، – [صحيح مسلم: 854]
Abu Hurairah -raḍiyallāhu ‘anhu- meriwayatkan bahwa Nabi ﷺ bersabda, “Sebaik-baik hari padanya matahari terbit adalah hari Jumat. Pada hari itu Adam diciptakan, pada hari itu ia dimasukkan ke dalam surga, dan pada hari itu ia dikeluarkan darinya”. – [Sahih Muslim – 854]
Nabi ﷺ mengabarkan bahwa sebaik-baik hari padanya matahari terbit ialah hari Jumat. Di antara kekhususannya:
Ada juga beberapa kekhususan lain bagi hari Jumat selain yang disebutkan dalam riwayat ini. Di antaranya:
Hadits ke-259: Pujian kepada Orang yang Berbuat Kebaikan
عن أبي ذر رضي الله عنه قال: قيل لرسول الله صلى الله عليه وسلم : أرأيت الرَّجل الذي يعمل العمل من الخَير، ويَحمدُه الناس عليه؟ قال: «تلك عاجِل بُشْرَى المؤمن». [رواه مسلم]
Dan dari Abu Dzar -raḍiyallāhu ‘anhu-, ia berkata, Ditanyakan kepada Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam-, “Bagaimana pandangan Anda tentang seorang yang mengerjakan kebaikan lalu manusia memujinya karena itu?” Beliau menjawab, “Itu adalah kabar gembira yang disegerakan untuk seorang Mukmin.” [Hadis sahih] – [Diriwayatkan oleh Muslim]
Makna hadist ini adalah bahwa orang yang mengerjakan amal saleh karena Allah dan tidak meniatkan (pujian) manusia, tetapi kemudian manusia memujinya karena amal itu. Mereka mengatakan, “Si Fulan banyak kebaikannya, si fulan banyak ketaatannya, banyak kebaikannya kepada makhluk”, dan ungkapan yang serupa; maka Nabi -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- mengatakan, “Itu adalah kabar gembira yang disegerakan untuk seorang mukmin”, maksudnya adalah pujian yang ditujukan padanya; karena ketika orang banyak memuji seseorang dengan kebaikan, maka mereka adalah para saksi Allah di bumi-Nya.
Yang penting adalah niatnya tidak bergeser, jika sudah ikhlas kemudian dipuji menjadi besar kepala, maka bisa merusak pahala.
Inilah pentingnya ilmu yang menghasilkan amal, dimana semuanya akan ditanya pada hari dimana harta tidak berguna lagi.
Dari Abu Barzah Al-Aslami, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمْرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ عِلْمِهِ فِيمَا فَعَلَ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَا أَنْفَقَهُ وَعَنْ جِسْمِهِ فِيمَا أَبْلاَهُ
“Kedua kaki seorang hamba tidaklah beranjak pada hari kiamat hingga ia ditanya mengenai: (1) umurnya di manakah ia habiskan, (2) ilmunya di manakah ia amalkan, (3) hartanya bagaimana ia peroleh dan (4) di mana ia infakkan dan (5) mengenai tubuhnya di manakah usangnya.” (HR. Tirmidzi no. 2417, dari Abi Barzah Al Aslami. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Hadits ke-260: Anjuran untuk Istiqomah dalam Shalat Malam
عن عبد الله بن عمرو بن العاص رضي الله عنهما قال: قال لي رسول الله صلى الله عليه وسلم : «يا عبد الله، لا تكن مثل فلان كان يقوم الليل، فترك قيام الليل». [صحيح] – [متفق عليه]
Dari Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Āṣ -raḍiyallāhu ‘anhumā- mengatakan, Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- bersabda padaku, “Wahai Abdullah, janganlah engkau menjadi seperti fulan! Ia dulu mengerjakan salat malam, lalu meninggallkan salat malam.” [Hadis sahih] – [Muttafaq ‘alaih]
Nabi -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- melarang Abdullah bin ‘Amr meninggalkan shalat malam sebagaimana yang dilakukan oleh si fulan. Nama orang ini tidak disebutkan demi untuk menutupi identitasnya.
Banyak nama-nama Abdullah pada zaman Rasulullah ﷺ yang merupakan pelopor anak-anak muda yang giat beramal.
Hadits ini juga anjuran untuk istiqomah dalam beramal, Nabi -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- bersabda, “Sesungguhnya amalan yang paling dicintai Allah adalah yang paling berkesinambungan meskipun sedikit.” Jadi, seyogyanya manusia memiliki amalan rutin berupa bacaan zikir (atau shalat) di malam hari sesuai kemampuannya.
Hadits ke-261: Larangan Wanita Safar Tanpa Mahram
عن أبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «لَا يَحِلُّ لِامْرَأَةٍ مُسْلِمَةٍ تُسَافِرُ مَسِيرَةَ لَيْلَةٍ إِلَّا وَمَعَهَا رَجُلٌ ذُو حُرْمَةٍ مِنْهَا». [صحيح مسلم: 1339]
Abu Hurairah -raḍiyallāhu ‘anhu- meriwayatkan, Rasulullah ﷺ bersabda, “Seorang wanita muslimah tidak boleh melakukan perjalanan satu malam kecuali harus didampingi seorang laki-laki yang memiliki ikatan mahram dengannya.” [Muttafaq ‘alaihi] – [Sahih Muslim – 1339]
Nabi Muhammad ﷺ menjelaskan bahwa haram hukumnya seorang wanita muslimah melakukan perjalanan dengan jarak tempuh satu malam kecuali harus didampingi oleh seorang laki-laki di antara mahramnya.
Hadits ini juga menunjukkan Kesempurnaan syariat Islam dan perhatiannya untuk menjaga dan melindungi perempuan.
Dan beriman kepada Allah dan hari Akhir mengharuskan tunduk kepada syariat Allah dan mematuhi batasan-batasannya.
•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
بِسْـمِ اللَّهِ الرحمن الرحيم
📚┃ Materi : Syarah Kitab Riyadush Shalihin.
🎙┃ Pemateri : Ustadz Abu Nafi’ Sukadi, hafizhahullahu Ta’ala.
🗓┃ Hari, Tanggal : Jumat , 4 Juli 2025 M / 8 Muharram 1447
🕌┃ Tempat : MASJID AL-QOMAR PURWASARI | Jl. Slamet Riyadi no. 414 A, Purwosari Solo
Kitab Fadhilah / Keutamaan Amal (كتَاب الفَضَائِل)
Bab 212: Keutamaan Qiyamul Lail
📖 Hadits-1170: Teladan Rasulullah ﷺ dalam Puasa dan Shalat Malam
١١/١١٧٠- وعنْ أَنَسٍ رضِي اللَّه عَنْهُ، قالَ: كَانَ رسُولُ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم يُفطِرُ منَ الشَّهْرِ حتَّى نَظُنَّ أَنْ لاَ يَصُومَ مِنهُ، ويصَومُ حتَّى نَظُن أَن لاَ يُفْطِرَ مِنْهُ شَيْئاً، وَكانَ لاَ تَشَاءُ أَنْ تَراهُ مِنَ اللَّيْلِ مُصَلِّياً إِلا رَأَيْتَهُ، وَلا نَائماً إِلا رَأَيْتَهُ. رواهُ البخاريُّ.
11/1170. Anas -raḍiyallāhu ‘anhu- berkata, “Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- biasa berbuka (tidak berpuasa sunah) dalam satu bulan hingga kami mengira bahwa beliau tidak berpuasa sedikit pun selama bulan itu. Dan beliau juga biasa berpuasa (sunah) hingga kami mengira bahwa beliau tidak pernah berbuka sama sekali dalam bulan itu. Tidaklah engkau ingin melihat beliau pada malam hari dalam keadaan shalat, melainkan engkau akan melihatnya. Sebaliknya, tidaklah engkau ingin melihat beliau dalam keadaan tidur, melainkan engkau melihatnya juga.”
📗 Pengesahan Hadits
Hadits ini diriwayatkan oleh al-Bukhari (III/22—Fathul Bari) sampai selesainya hadits.
Saya (penulis) berkata: “Muslim mengeluarkan baris pertama dari hadits ini (1158)”.
Selengkapnya: Riyadush Shalihin Bab 212/1170-1175: Keutamaan Qiyamul Lail
ʙɪꜱᴍɪʟʟᴀʜ
Hadits ke-251: Keutamaan Menunggu Shalat setelah Shalat.
Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,
«لَا يَزَالُ أَحَدُكُمْ فِي صَلَاةٍ مَا دَامَتِ الصَّلَاةُ تَحْبِسُهُ، لَا يَمْنَعُهُ أَنْ يَنْقَلِبَ إِلَى أَهْلِهِ إِلَّا الصَّلَاةُ»
“Salah seorang dari kamu senantiasa berada dalam shalat selagi shalat itu yang menahannya. Tidak ada yang mencegahnya kembali pulang kepada keluarganya, kecuali hanya shalat.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Hadits ini menjelaskan tentang menunggu shalat setelah shalat.
Seorang hamba akan senantiasa dalam keadaan shalat selagi shalat itu yang menahannya, dan dia seperti orang yang berdiri untuk shalat. Iapun ditulis termasuk orang-orang yang sedang shalat, dari saat keluar dari rumahnya hingga kembali lagi kerumahnya.
Selengkapnya: Hadits ke 251-257: 600 Hadits untuk Dihafal Anak-anak