Niatilah untuk Menuntut Ilmu Syar'i

Rasulullah ﷺ bersabda, “Barangsiapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah, maka Allah akan memahamkan dia dalam urusan agamanya.”
(HR. Bukhari no. 71 dan Muslim no. 2436)
Kajian Islam

Semangat Para Sahabat dalam Menuntut Ilmu BeramalSudah merupakan ketentuan Allah ta’ala diciptakannya manusia berbeda-beda dalam hal ekonomi. Sebagian dari mereka kaya dan sebagian yang lain hanya memiliki sedikit harta. Perbedaan jenjang ekonomi seperti ini bukanlah hal baru yang hanya kita saksikan di zaman sekarang. Akan tetapi sudah sejak zaman para sahabat dahulu atau bahkan sebelumnya manusia sudah terbagi menjadi beberapa golongan.

Oleh karenanya, pernah suatu ketika para sahabat dari kalangan fuqoro` pergi menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengeluhkan sesuatu. Kisah ini diceritakan oleh seorang sahabat yang bernama Jundub bin Junadah radhiyallahu ‘anhu, yang lebih masyhur dengan kunyah Abu Dzar al-Ghifari.

Teks Hadits

Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu bercerita:

أَنَّ نَاسًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالُوْا لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: يَا رَسُوْلَ اللَّهِ! ذَهَبَ أَهْلُ الدُّثُوْرِ بِالأُجُوْرِ يُصَلُّونَ كَمَا نُصَلِّيْ، وَيَصُوْمُوْنَ كَمَا نَصُوْمُ، وَيَتَصَدَّقُوْنَ بِفُضُوْلِ أَمْوَالِهِمْ
قَالَ: ((أَوَ لَيْسَ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ مَا تَصَّدَّقُوْنَ؟ إِنَّ بِكُلِّ تَسْبِيْحَةٍ صَدَقَةً، وَكُلِّ تَكْبِيْرَةٍ صَدَقَةً، وَكُلِّ تَحْمِيْدَةٍ صَدَقَةً، وَكُلِّ تَهْلِيْلَةٍ صَدَقَةً، وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنْ مُنْكَرٍ صَدَقَةٌ، وَفِي بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ))
قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللَّهِ! أَيَأْتِيْ أَحَدُنَا شَهْوَتَهُ وَيَكُوْنُ لَهُ فِيْهَا أَجْرٌ؟ قَالَ: ((أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِي حَرَامٍ أَكَانَ عَلَيْهِ فِيْهَا وِزْرٌ؟ فَكَذَلِكَ إِذَا وَضَعَهَا فِي الْحَلاَلِ كَانَ لَهُ أَجْرًا))

Sekumpulan Sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada beliau: Wahai Rasulullah, orang-orang yang berharta pergi dengan membawa banyak pahala, mereka salat sebagaimana kita salat, mereka berpuasa sebagaimana kita berpuasa, namun mereka dapat bersedekah dengan kelebihan harta mereka.

Beliau bersabda: Bukankah Allah telah menjadikan jalan bagi kalian untuk bersedekah? Sesungguhnya setiap tasbih (ucapan: subhanallah) adalah sedekah, setiap takbir (ucapan: Allahu akbar) adalah sedekah, setiap tahmid (ucapan: alhamdulillah) adalah sedekah, setiap tahlil (ucapan: la ilaha illallah) adalah sedekah, memerintahkan kepada yang makruf adalah sedekah, melarang dari hal yang mungkar adalah sedekah, dan seorang dari kalian yang menggauli istrinya adalah sedekah.

Mereka berkata: Wahai Rasulullah, seorang dari kami mendatangi syahwatnya apakah juga mendapatkan pahala?

Beliau menjawab: Bagaimana menurut kalian bila ia meletakkan syahwatnya pada (tempat) yang haram, apakah ia akan mendapat dosa? Demikian pula bila ia meletakkan pada yang (tempat) halal niscaya ia akan mendapatkan pahala. (HR. Muslim, no. 1005)

Semangat Para Sahabat dalam Menuntut Ilmu & Beramal

Ketika para fuqoro` dari kalangan sahabat melihat saudara mereka dari kalangan orang yang berada dapat mengerjakan banyak hal, maka mereka bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kira-kira amalan apa saja yang dapat menyusul orang-orang yang berada tersebut, sehingga mereka dapat memiliki pahala dan kedudukan yang sama di sisi Allah meskipun berbeda dalam hal harta.

Mereka begitu antusias dengan urusan agama yang dapat membawa mereka kepada kemuliaan. Demikian pula, selain antusias untuk mendapatkan ilmu, mereka juga begitu antusias untuk mengamalkannya. Sehingga mereka mengumpulkan antara ilmu dan amal, dan berhak mendapatkan predikat umat terbaik dan generasi paling utama dari umat ini. Allah azza wa jalla berfirman:

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ

Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. (QS. Ali Imron: 110)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِيْ، ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ، ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ

Sebaik-baik manusia adalah generasiku (para sahabat), kemudian setelah mereka, kemudian setelah mereka. (HR. al-Bukhari dan Muslim. Lihat pula: ash-Shahihah, no. 699 & 700)

Dalam hal ilmu dan amal inilah hendaknya umat Islam saling berlomba-lomba. “Dan untuk yang demikian itu hendaknya orang itu berlomba-lomba.” (QS. al-Muthoffifin: 26) :Untuk hal serupa inilah hendaklah orang-orang yang bekerja itu berusaha.” (QS. ash-Shoffat: 61)

Antusias Para Sahabat dalam Perkara Akhirat

Antusias para sahabat tersebut adalah dalam perkara akhirat, berupa tata cara yang dapat mendekatkan diri kepada Allah dan menjauhkan dari api neraka. Sehingga mereka dapat menggapai derajat yang tinggi sebagai mana yang telah dicapai oleh orang-orang yang berada. Inilah sebab sanjungan dan pujian Allah ta’ala kepada mereka, sebab datangnya kemenangan dan kemuliaan bagi mereka.

Kita juga dapat mengetahui bagaimana semangat para sahabat dalam bertanya perkara agama kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sehingga banyak ayat-ayat al-Qur`an yang turun lantaran pertanyaan para sahabat. Atau pula hadis yang keluar dari lisan mulia Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah ditanyakan oleh para sahabat. Akan tetapi semangat dan antusias para sahabat tersebut adalah dalam urusan akhirat atau urusan agama. Adapun dalam urusan dunia, mereka tidak begitu antusias untuk memperolehnya.

Maka itu, ulama menjelaskan bahwa berlomba-lomba dalam urusan dunia adalah tercela. Sebab, bila seorang hamba melampaui batas di dalamnya, maka hal itu dapat menjadi sebab kebinasaan dan kelemahan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan:

فَوَاللهِ، مَاالْفَقْرُ أَخْشَى عَلَيْكُمْ، وَلَكِنِّيْ أَخْشَى أَنْ تُبْسَطَ الدُّنْيَا عَلَيْكُمْ كَمَا بُسِطَتْ عَلَى مَنْ كَانَ قبْلَكُمْ، فَتَنَافَسُوْهَا كَمَا تَنَافَسُوْهَا، فَتُهْلِكُكُمْ كَمَا أَهْلَكَتْهُمْ

Demi Allah, bukan kefakiran yang aku khawatirkan akan menimpa kalian, namun aku khawatir bila dunia ini dihamparkan kepada kalian sebagaimana telah dihamparkan kepada orang-orang sebelum kalian, kemudian kalian saling berlomba-lomba untuk mendapatkannya sebagaimana orang-orang sebelum kalian berlomba-lomba, sehingga dunia ini dapat membinasakan kalian sebagaimana telah membinasakan orang-orang sebelum kalian. (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Ghibtoh

Seseorang boleh berangan-angan atau berharap untuk memiliki apa yang dimiliki oleh orang lain tanpa menginginkan hal itu hilang dan lenyap dari orang itu. Keinginan seperti ini ulama sebut dengan istilah ghibtoh.

Beda hasad dengan ghibtoh: bila hasad seseorang membenci kenikmatan yang ada pada orang lain atau bahkan berharap nikmat tersebut hilang darinya. Sedangkan ghibtoh, ia berharap memiliki apa yang dimiliki oleh orang lain tanpa membenci apalagi berharap nikmat itu lenyap darinya.

Ghibtoh adalah perkara yang diperbolehkan, apalagi bila hal tersebut berkaitan dengan perkara agama dan akhirat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan:

لاَ حَسَدَ إِلاَّ عَلَى اثْنَتَيْنِ: رَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ الْكِتَابَ وَقَامَ بِهِ آنَاءَ اللَّيْلِ، وَرَجُلٌ أَعْطَاهُ اللَّهُ مَالاً فَهُوَ يَتَصَدَّقُ بِهِ آنَاءَ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ

Tidak ada hasad (ghibtoh) yang terpuji kecuali kepada dua orang: seseorang yang Allah berikan al-Qur`an, ia membacanya untuk qiyamul lail, dan seseorang yang diberi Allah harta, ia gunakan untuk bersedekah malam dan siang hari. (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Hasad atau iri yang dimaksud dalam hadis ini adalah ghibtoh.

Kita dapati para fuqoro` dari kalangan sahabat berharap dapat mengerjakan apa yang dikerjakan oleh orang kaya. Mereka ingin bisa bersedekah, berhaji, umrah, jihad di jalan Allah dan ibadah lain yang membutuhkan harta, sehingga mereka mengeluhkan hal tersebut kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka itu, beliau memberikan solusi dari apa yang mereka keluhkan tersebut.

Yang Kaya Bersyukur, Yang Fakir Bersabar

Begitu banyak kenikmatan yang telah Allah curahkan kepada kita. Alangkah melimpahkan karunia Allah kepada makhluk-Nya. Banyak hal yang telah kita minta, banyak kenikmatan yang telah Dia berikan kepada kita. Allah ta’ala berfirman:

وَآَتَاكُمْ مِنْ كُلِّ مَا سَأَلْتُمُوْهُ وَإِنْ تَعُدُّوْا نِعْمَةَ اللَّهِ لاَ تُحْصُوْهَا

Dan Dia telah memberikan kepadamu segala apa yang kamu mohonkan kepada-Nya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. (QS. Ibrahim: 34)

Maka itu, bagi orang yang memiliki kelebihan harta, hendaklah ia banyak-banyak bersyukur kepada Allah ta’ala. “Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.” (QS. al-Baqarah: 152) Di antara cara bersyukur kepada Allah adalah dengan menaati-Nya. Sebagian ulama berkata: ”Bersyukur artinya menaati Dzat Pemberi nikmat.”

Adapun bagi orang yang fakir, hendaklah ia bersabar atas kondisinya tersebut. Tidak boleh ia sombong, congkak atau berbuat jahat kepada saudaranya yang berharta.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Muslim, bahwasanya ada tiga golongan orang yang tidak diajak bicara oleh Allah pada hari kiamat, tidak disucikan, tidak pula dilihat, dan bagi mereka siksa yang pedih. Mereka adalah orang tua yang berzina, raja pendusta, dan orang miskin lagi sombong.

Bersedekah dengan Selain Harta

Hadis di atas menjelaskan kepada kita beberapa macam sedekah dengan selain harta yang dapat diamalkan oleh orang miskin. Apabila kita mau menelaah sunah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berkaitan tentang sedekah, maka akan banyak kita dapati hadis-hadis yang menjelaskan tata cara sedekah dengan selain harta. Maka itu, pada pembahasan ini, kita akan sebutkan beberapa contoh cara bersedekah yang dapat dikerjakan oleh orang yang miskin dengan selain harta.

1). al-Baqiyat ash-Sholihat adalah sedekah

Allah ta’ala berfirman:

الْمَالُ وَالْبَنُوْنَ زِيْنَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ عِنْدَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَخَيْرٌ أَمَلاً

Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia. Tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Rabb-mu serta lebih baik untuk menjadi harapan. (QS. al-Kahfi: 46)

Mayoritas ahli tafsir menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan al-Baqiyat ash-Shalihat (amalan-amalan yang kekal lagi shalih) dalam ayat ini adalah ucapan subhanallahu, alhamdulillah, la ilaha illallahu dan Allahu akbar. Mengucapkan keempat kalimat tersebut merupakan bentuk sedekah, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas:

إِنَّ بِكُلِّ تَسْبِيْحَةٍ صَدَقَةً، وَكُلِّ تَكْبِيْرَةٍ صَدَقَةً، وَكُلِّ تَحْمِيْدَةٍ صَدَقَةً، وَكُلِّ تَهْلِيْلَةٍ صَدَقَةً

Sesungguhnya setiap tasbih (ucapan subhanallah) adalah sedekah, setiap takbir (ucapan Allahu akbar) adalah sedekah, setiap tahmid (ucapan alhamdulillah) adalah sedekah, setiap tahlil (ucapan la ilaha illallah) adalah sedekah.

Berbicara tentang empat kalimat tersebut, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan keutamaan dan keistimewaannya. Berikut ini beberapa keutamaannya:

Pertama: Kalimat ini paling Allah cintai

أَحَبُّ الْكَلاَمِ إِلَى اللَّهِ أَرْبَعٌ: سُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ، لاَ يَضُرُّكَ بِأَيِّهِنَّ بَدَأْتَ

Ucapan yang paling Allah cintai ada empat; subhanallahu, alhamdulillah, la ilaha illallahu, dan Allahu akbar. Tidak mengapa engkau memulainya dengan yang mana saja. (HR. Muslim)

Kedua: Kalimat ini lebih baik dari dunia dan seisinya

َلأَنْ أَقُوْلَ سُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِمَّا طَلَعَتْ عَلَيْهِ الشَّمْسُ

Aku mengucapkan subhanallahu, alhamdulillah, la ilaha illallah dan Allahu akbar lebih aku cintai dari pada tempat terbitnya matahari (yakni dunia). (HR. Muslim)

Ketiga: Kalimat ini menjadi sebab dihapuskannya dosa

مَا عَلَى الأَرْضِ رَجُلٌ يَقُولُ: لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ إِلاَّ كُفِّرَتْ عَنْهُ ذُنُوْبُهُ وَلَوْ كَانَتْ أَكْثَرَ مِنْ زَبَدِ الْبَحْرِ

Tidaklah seorang di bumi ini mengucapkan la ilaha illallah, Allahu akbar, subhanallahu, alhamdulillah, dan la haula wa la quwwata illa billah, melainkan dosa-dosanya akan dihapus meskipun lebih banyak dari buih di lautan. (Hadis hasan. Riwayat Ahmad, at-Tirmidzi dan al-Hakim. Lihat Shahih al-Jami’, no. 5636)

Keempat: Dan cukuplah menjadi keistimewaan dan keutamaan bagi beberapa kalimat mulia ini, ketika kita mengucapkannya setiap hari untuk berzikir kepada Allah seusai salat lima waktu dengan tata cara yang telah dijelaskan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

2). Amar Makruf & Nahi Mungkar adalah sedekah

Hal ini sebagaimana ucapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنْ مُنْكَرٍ صَدَقَةٌ

Memerintahkan kepada yang ma’ruf adalah sedekah, melarang dari hal yang munkar adalah sedekah.

Yang demikian, karena hal ini merupakan perbuatan baik yang kita berikan kepada orang lain. Sehingga dapat bernilai sedekah bagi kita. Bahkan, bisa jadi hal ini lebih utama dari para bersedekah dengan harta. Bagaimana tidak, Allah ta’ala berfirman dalam beberapa ayat al-Qur`an tentang keutamaan amar makruf dan nahi mungkar. Firman-Nya:

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُوْنَ بِاللَّهِ

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. (QS. Ali Imron: 110)

Orang-orang yang menegakkan amar makruf dan nahi mungkar, merekalah orang-orang yang beruntung. Allah ta’ala berfirman:

وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُوْنَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar; merekalah orang-orang yang beruntung. (QS. Ali Imron: 104)

3). Menyalurkan Syahwat di tempat yang halal adalah sedekah

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

(( …. وَفِي بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ))، قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللَّهِ! أَيَأتِيْ أَحَدُنَا شَهْوَتَهُ وَيَكُوْنُ لَهُ فِيْهَا أَجْرٌ؟ قَالَ: ((أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِي حَرَامٍ أَكَانَ عَلَيْهِ فِيْهَا وِزْرٌ؟ فَكَذَلِكَ إِذَا وَضَعَهَا فِي الْحَلاَلِ كَانَ لَهُ أَجْرًا))

….. dan seorang dari kalian yang menggauli istrinya adalah sedekah. Sahabat berkata: Wahai Rasulullah, seorang dari kami mendatangi syahwatnya apakah ia juga mendapatkan pahala? Beliau menjawab: Bagaimana menurut kalian bila ia meletakkan syahwatnya pada (tempat) yang haram, apakah ia akan mendapat dosa? Demikian pula bila ia meletakkan pada yang (tempat) halal niscaya ia akan mendapatkan pahala.

Ulama menjelaskan, hal tersebut akan bernilai ibadah bagi seseorang, bila dalam melakukannya ia berniat untuk menjaga kesucian dirinya dan istrinya, memenuhi hak istri, menggaulinya dengan baik, mengharapkan hadirnya keturunan yang saleh, sehingga hal itu dapat bernilai sedekah. Namun sebagian mereka ada yang berpendapat bahwa seorang suami yang mendatangi istrinya meskipun tanpa niat, yakni hanya sekedar menyalurkan keinginannya, maka dalam hal ini ia juga mendapat pahala dari Allah ta’ala. Wallahu a’lam.

4). Beberapa Macam Sedekah dalam Hadis Nabi

Tidak hanya berhenti sampai di sini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan aneka ragam sedekah dengan selain harta kepada kita. Namun pada hadis-hadis yang lain beliau menyebutkan macam-macam sedekah dengan selain harta yang lainnya. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari:

كُلُّ سُلاَمَى مِنَ النَّاسِ عَلَيْهِ صَدَقَةٌ كُلَّ يَوْمٍ تَطْلُعُ فِيهِ الشَّمْسُ: يَعْدِلُ بَيْنَ الاِثْنَيْنِ صَدَقَةٌ، وَيُعِينُ الرَّجُلَ عَلَى دَابَّتِهِ فَيَحْمِلُ عَلَيْهَا أَوْ يَرْفَعُ عَلَيْهَا مَتَاعَهُ صَدَقَةٌ، وَالْكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ صَدَقَةٌ، وَكُلُّ خُطْوَةٍ يَخْطُوْهَا إِلَى الصَّلاَةِ صَدَقَةٌ، وَيُمِيْطُ الأَذَى عَنِ الطَّرِيْقِ صَدَقَةٌ

Setiap ruas tulang rusuk manusia harus disedekahi setiap harinya selama matahari masih terbit; mendamaikan antara dua orang yang berselisih adalah sedekah, membantu seseorang untuk menaiki tunggangannya atau mengangkat barang ketunggangannya adalah sedekah, kalimat yang baik adalah sedekah, setiap langkah menuju salat adalah sedekah, menyingkirkan gangguan dari jalan juga sedekah.

Dalam riwayat Muslim disebutkan:

… وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنَ الضُّحَى

Semua itu (yakni sedekah bagi setiap ruas tulang rusuk) dapat dicukupi dengan mengerjakan dua rekaat salat dhuha.

5). Senyum adalah Sedekah

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menerangkan bahwa tersenyum adalah sedekah. Beliau bersabda:

تَبَسُّمُكَ فِي وَجْهِ أَخِيكَ لَكَ صَدَقَةٌ

Senyummu di wajah saudaramu bernilai sedekah bagimua. (Hadis hasan. Lihat: ash-Shohihah, no. 572)

6). Sedekah Mencakup segala hal yang makruf

Dari Hudzaifah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda:

كُلُّ مَعْرُوْفٍ صَدَقَةٌ

Setiap hal makruf adalah sedekah. (HR. Muslim)

Yakni akan dihitung sebagai sedekah dari sisi pahalanya. (Syarh an-Nawawi ‘ala Muslim)

Ulama menjelaskan bahwa makna makruf adalah segala amalan yang baik yang dilihat dari sisi syari’at dan akal. Dan kita dilarang untuk meremehkan perbuatan makruf meskipun terlihat sepele. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ تَحْقِرَنَّ مِنْ الْمَعْرُوفِ شَيْئًا وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلْقٍ

Janganlah sedikit pun engkau meremehkan perbuatan yang makruf meskipun sekedar tersenyum ketika bertemu dengan saudaramu. (HR. Muslim)

Harta Karunia Bermata Dua

Menutup tulisan ini, pada kisah lain yang diriwayatkan oleh Muslim bahwasanya para furoqo` dari para sahabat mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, “Saudara kami yang berharta mendengar apa yang kami perbuat lalu mereka juga mengamalkannya.”

Ketika mendengar hal tersebut Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ذَلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيْهِ مَنْ يَشَاءُ

(Harta) itu adalah karunia Allah yang diberikan kepada hamba yang Dia kehendaki.

Harta adalah harta. Bila digunakan untuk kebaikan dapat berbuah pahala. Namun sebaliknya, bila dipakai untuk keburukan justru malah berbuah siksa. Maka itu, hendaklah kita mensyukuri segala anugerah Allah azza wa jalla yang ada pada kita, baik berupa kelebihan atau mungkin kekurangan. Syukuri apa adanya, amat sedikit dari hamba-Nya yang bersyukur. Firman-Nya:

وَقَلِيْلٌ مِنْ عِبَادِيَ الشَّكُوْرُ

Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang mau bersyukur. (QS. Saba`: 13)

Wallahu ta’ala a’lam.