ʙɪꜱᴍɪʟʟᴀʜ
Bersama: Ustadz Abu Adib Hafidzahullah
Hadits ke-251: Keutamaan Menunggu Shalat setelah Shalat.
Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,
«لَا يَزَالُ أَحَدُكُمْ فِي صَلَاةٍ مَا دَامَتِ الصَّلَاةُ تَحْبِسُهُ، لَا يَمْنَعُهُ أَنْ يَنْقَلِبَ إِلَى أَهْلِهِ إِلَّا الصَّلَاةُ»
“Salah seorang dari kamu senantiasa berada dalam shalat selagi shalat itu yang menahannya. Tidak ada yang mencegahnya kembali pulang kepada keluarganya, kecuali hanya shalat.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Hadits ini menjelaskan tentang menunggu shalat setelah shalat.
Seorang hamba akan senantiasa dalam keadaan shalat selagi shalat itu yang menahannya, dan dia seperti orang yang berdiri untuk shalat. Iapun ditulis termasuk orang-orang yang sedang shalat, dari saat keluar dari rumahnya hingga kembali lagi kerumahnya.
Keutamaan lainnya disebut dalam hadits berikut: Dari Ibnu ‘Umar L, dia berkata, ‘Rasulullah ﷺ bersabda,
«ثَلاثٌ كَفَّارَاتٌ: انْتِظَارُ الصَّلاةِ بَعْدَ الصَّلاةِ، وَإِسْبَاغُ الْوُضُوءِ فِي السَّبَرَاتِ، وَنَقْلُ الأَقْدَامِ إِلَى الْجَمَاعَاتِ»
“Tiga penghapus-penghapus dosa; menunggu (waktu pelaksanaan) shalat (lain) setelah (mendirikan) shalat; menyempurnakan wudhu’ di waktu-waktu pagi yang dingin; serta menghantarkan kaki-kaki menuju shalat-shalat berjama’ah.” (HR. al-Bukhari (659), Muslim (649); HR. at-Thabraniy dalam al-Mu’jam al-Kabir).
Subhanallah, sungguh keutamaan yang besar dan selayaknya kita amalkan.
Hadits 252: Larangan Mengintip Ke Dalam Rumah Orang Lain
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Beliau bersabda:
“لَوْ أَنَّ امْرَأً اِطْلَعَ عَلَيْكَ بِغَيْرِ إِذْنٍ فَخَذَفَتْهُ بِحُصَاةٍ فَفَقَأَتْ عَيْنُهُ مَا كَانَ عَلَيْكَ مِنْ جُنَاحٍ”
“Sekiranya ada seseorang yang mengintip rumahmu tanpa izin, lalu engkau melemparnya dengan batu hingga tercungkil matanya, maka tiada dosa atasmu”. [Hadits riwayat Al Bukhari dan Muslim].
Sering kita jumpai orang-orang yang jahil tentang tuntunan syari’at, karena terdorong rasa ingin tahu, ia mengintip ke dalam rumah orang lain. Baik karena salam yang tak terjawab, atau hanya sekedar iseng. Mereka tidak menyadari, bahwa perbuatan seperti ini diancam keras oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Faedah lainnya adalah rumah adalah Aurat, maka selayaknya memperhatikan desain rumah yang rapat yang tidak mudah diintip.
Hadits ke-253: Larangan Berbisik Antara Dua Orang ketika Sedang Bertiga
عن عبد الله بن مسعود رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : "إذا كنتم ثلاثة فلا يتناجى اثنان دون الآخر، حتى تختلطوا بالناس؛ من أجل أن ذلك يحزنه".
[صحيح] - [متفق عليه]
Dari Ibnu Mas’ūd radhiallahu ‘anhu beliau berkata: Rasūlullāh shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika kalian bertiga, maka janganlah dua orang berbicara/berbisik-bisik berduaan sementara yang ketiga tidak diajak sampai kalian bercampur dengan manusia. Karena hal ini bisa membuat orang yang ketiga tadi bersedih.” (HR. Imām Bukhāri dan Imām Muslim dan lafazhnya adalah terdapat dalam Shahīh Muslim).
Hadits yang mulia ini menunjukkan salah satu sisi keagungan Islam. Hadits ini menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang sempurna, yang mengatur segala hal sampai pada hal-hal yang bahkan dianggap sepele, seperti adab makan, adab minum, dan lain-lain, termasuk di antaranya adab bergaul.
Hadist ini mengajarkan adab dan kesopanan tingkat tinggi di mana jika tiga orang sedang berkumpul, jangan sampai dua orang di antaranya berbisik-bisik dengan mengabaikan orang ketiga. Hal ini akan membuat prasangka dan menyakiti orang yang ketiga.
Diriwayatkan oleh Bukhari dalam kitab Shahihnya hadits no.10 dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ
“Seorang muslim adalah seseorang yang orang muslim lainnya selamat dari ganguan lisan dan tangannya”
Hadits ke-254: Hukum Mengusap Sepatu (Khuf)
عَنْ اَلْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ ( قَالَ: { كُنْتُ مَعَ اَلنَّبِيِّ ( فَتَوَضَّأَ, فَأَهْوَيْتُ لِأَنْزِعَ خُفَّيْهِ, فَقَالَ: “دَعْهُمَا, فَإِنِّي أَدْخَلْتُهُمَا طَاهِرَتَيْنِ” فَمَسَحَ عَلَيْهِمَا } مُتَّفَقٌ عَلَيْه ِ
Dari Al-Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu ‘anhu, ia menuturkan, “Aku pernah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika beliau berwudhu aku pun turun untuk melepaskan kedua sepatu beliau. Beliau bersabda, ‘Biarkan saja kedua sepatu itu karena aku memakainya dalam keadaan suci.’ Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap kedua sepatu tersebut.” (Muttafaqun ‘alaih) [HR. Bukhari, no. 206 dan Muslim, no. 274, 79]
Hadits ini jadi dalil bolehnya mengusap kedua khuf (sepatu) ketika berwudhu sebagai ganti dari mencuci kaki. Jadi, berwudhu dilakukan seperti biasa, ketika sampai pada mencuci kaki diganti dengan mengusap khuf (sepatu).
Hadits ini membicarakan mengusap khuf ketika safar (Rukhsah 3 hari). Namun, mengusap khuf berlaku juga ketika mukim (rukhsah 1 hari) sebagaimana disebutkan dalam hadits ‘Ali yang akan disebutkan berikutnya.
Hadits ini juga menunjukkan Keutamaan sahabat Nabi ﷺ yang menghormati dan melayani Nabi ﷺ beraktivitas seperti wudhu.
Ada sahabat Nabi ﷺ Muhammad yang secara khusus melayani wudhu beliau. Salah satunya adalah Rabiah bin Ka'ab Al-Aslami, yang bertugas mempersiapkan keperluan wudhu dan hajat Nabi Muhammad, bahkan melayaninya sepanjang hari.
Dari Rabi’ah bin Ka’ab al-Aslami radhiyallahu’anhu, beliau berkata,
” كُنْتُ أَبِيتُ مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَأَتَيْتُهُ بِوَضُوئِهِ وَحَاجَتِهِ ، فَقَالَ لِي : سَلْ ، فَقُلْتُ : أَسْأَلُكَ مُرَافَقَتَكَ فِي الْجَنَّةِ ، قَالَ : أَوْ غَيْرَ ذَلِكَ ، قُلْتُ : هُوَ ذَاكَ ، قَالَ : فَأَعِنِّي عَلَى نَفْسِكَ بِكَثْرَةِ السُّجُودِ “. رواه مسلم في ” صحيحه“(489).
Aku pernah bermalam bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu aku menyiapkan air wudhu` dan keperluan beliau. Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadaku, ‘Mintalah sesuatu!’ Maka sayapun menjawab, ‘Aku meminta kepadamu agar memberi petunjuk kepadaku tentang sebab-sebab agar aku bisa menemanimu di Surga’. Beliau menjawab, ‘Ada lagi selain itu?’. ‘Itu saja cukup ya Rasulullah’, jawabku. Maka Rasulullah bersabda, ‘Jika demikian, bantulah aku atas dirimu (untuk mewujudkan permintaanmu) dengan memperbanyak sujud (dalam shalat)‘” (HR. Muslim, no. 489).
Hadits ini menunjukkan bahwa Rasulullah ﷺ tahu berterima kasih kepada sahabat yang berbuat baik kepada beliau dan Keutamaan sahabat Rabiah yang meminta akhirat dibandingkan dengan dunia,meskipun Rabiah ahli suffah yang miskin.
Hadits ke-255: Ipar adalah Maut
Dari ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِيَّاكُمْ وَالدُّخُولَ عَلَى النِّسَاءِ فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الأَنْصَارِ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَرَأَيْتَ الْحَمْوَ . قَالَ الْحَمْوُ الْمَوْتُ
“Berhati-hatilah kalian masuk menemui wanita.” Lalu seorang laki-laki Anshar berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat Anda mengenai ipar?” Beliau menjawab, “Hamwu (ipar) adalah maut.” (HR. Bukhari no. 5232 dan Muslim no. 2172)
Hamwu yang dimaksud dalam hadis tersebut bukan hanya ipar saja, namun setiap kerabat dekat istri yang bukan mahram. Yang masih mahram bagi suami dari keluarga istri adalah seperti ayah dan anaknya.
Yang dimaksud dengan “maut” di sini yaitu berhubungan dengan keluarga dekat istri yang bukan mahram perlu ekstra hati-hati dibanding dengan yang lain. Karena seringkali bertemu dengan mereka dan tidak ada yang bisa menyangka bahwa perbuatan yang mengantarkan pada zina atau zina yang keji itu sendiri bisa terjadi. Kita pun pernah mendapatkan berita-berita semacam itu.
Dan setan itu lihai, kita tidak akan mampu menghindari tanpa pertolongan dari Allah ﷻ.
Hadits ke-256: Tiga Hal yang Mengantarkan Mayit
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَتْبَعُ الْمَيِّتَ ثَلاَثَةٌ ، فَيَرْجِعُ اثْنَانِ وَيَبْقَى مَعَهُ وَاحِدٌ ، يَتْبَعُهُ أَهْلُهُ وَمَالُهُ وَعَمَلُهُ ، فَيَرْجِعُ أَهْلُهُ وَمَالُهُ ، وَيَبْقَى عَمَلُهُ
“Yang mengikuti mayit sampai ke kubur ada tiga, dua akan kembali dan satu tetap bersamanya di kubur. Yang mengikutinya adalah keluarga, harta dan amalnya. Yang kembali adalah keluarga dan hartanya. Sedangkan yang tetap bersamanya di kubur adalah amalnya.” (HR. Bukhari, no. 6514; Muslim, no. 2960)
Semua harta dunia akan ditinggal jika kita mati, maka perhatikan hal-hal yang akan kita bawa termasuk harta yang kita infakkan dan amalan-amalan sholeh.
Harta kamu adalah harta yang disedekahkan
مَا مَلَكْتَ إِلَّا مَا قَدَّمْتَ
Ungkapan ini secara harfiah berarti "Tidaklah kamu memiliki (sesuatu) kecuali apa yang telah kamu sedekahkan/persembahkan".
Ungkapan ini mengajarkan bahwa kepemilikan sejati atas harta bukanlah pada apa yang masih tersimpan, tetapi pada apa yang telah dimanfaatkan untuk kebaikan dan disedekahkan. Harta yang disedekahkan akan menjadi bekal di akhirat dan memberikan manfaat yang berkelanjutan, sedangkan harta yang hanya disimpan tidak akan memberikan manfaat yang sama.
Disebutkan dalam hadits Al-Bara’ bin ‘Azib yang panjang tentang pertanyaan di alam kubur. Ada ketika itu datang seseorang yang berwajah tampan dan berpakaian bagus, baunya pun wangi. Ia adalah wujud dari amalan shalih seorang hamba. Sedangkan orang kafir didatangi oleh orang yang berwajah jelek. Itu adalah wujud dari amalan jeleknya. (HR. Ahmad, 4: 287. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth menyatakan bahwa sanad hadits ini shahih, perawinya adalah perawi yang shahih).
Lantas amal kita bagaimana? Sudahkah amal kita siap untuk menemani kita kelak di alam kubur?
Sungguh benar sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam di dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ka’ab radhiallahu anhu. Sesungguhnya setiap umat ini memiliki fitnah dan fitnah umatku adalah harta benda”.
عَنْ كَعْبِ بْنِ عِيَاضٍ، قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ “ إِنَّ لِكُلِّ أُمَّةٍ فِتْنَةً وَفِتْنَةُ أُمَّتِي الْمَالُ ”
Dari Ka’ab bin ‘Iyadl berkata : Aku mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya setiap ummat itu memiliki fitnah dan fitnah ummatku adalah harta.”
Hadits ke-257: Keutamaan Mengucapkan Amin Berbarengan dengan Ucapan Amin Malaikat
Diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا أَمَّنَ الْإِمَامُ فَأَمِّنُوا، فَإِنَّهُ مَنْ وَافَقَ تَأْمِينُهُ تَأْمِينَ الْمَلَائِكَةِ، غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Apabila imam mengucapkan “aamiin”, maka ucapkanlah “aamiin”. Karena barangsiapa yang mengucapkan “aamiin” berbarengan dengan ucapan “aamiin” malaikat, niscaya dosanya yang telah lalu diampuni.” (HR. Bukhari no. 780 dan Muslim no. 410)
Sesungguhnya malaikat itu mengucapkan “aamiin” bersama-sama dengan orang yang shalat. Makna yang paling mendekati dari hadits tersebut adalah malaikat yang diijinkan untuk mengucapkan aamiin bersama imam, bukan semua malaikat. Wallahu a’alam. (Lihat Fathul Baari, 2: 265)
Perhatikanlah, bagaimanakah ucapan yang singkat dan ringan ini, namun memiliki keutamaan yang sangat besar di sisi Allah Ta’ala. Keutamaan yang paling besar adalah ketika dosa-dosa diampuni dan doa-doa kita akan dikabulkan oleh Allah Ta’ala.
•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ
“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم