Ketahuilah wahai saudaraku, bahwa sesungguhnya dosa adalah sumber dari segala malapetaka di dunia maupun di akhirat. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ
“Dan musibah apa pun yang menimpa kamu adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan banyak (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. Asy-Syura : 30)
مَا أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللَّهِ وَمَا أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ وَأَرْسَلْنَاكَ لِلنَّاسِ رَسُولًا وَكَفَى بِاللَّهِ شَهِيدًا
“Kebajikan apa pun yang kamu peroleh, adalah dari sisi Allah, dan keburukan apa pun yang menimpamu, itu dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu (Muhammad) menjadi Rasul kepada (seluruh) manusia. Dan cukuplah Allah yang menjadi saksi.” (QS. An-Nisa : 79)
Seorang muslim yang bertauhid namun melakukan perbuatan dosa, kelak dia akan masuk surga selama tidak melakukan kesyirikan atau kafir. Akan tetapi dia harus mampir terlebih dahulu di neraka jahannam sampai waktu yang telah Allah Subhanahu wa ta ‘ala tentukan untuk membersihkan dosa-dosanya. Jika dosa-dosanya telah bersih, maka barulah dia dikeluarkan dari neraka dan di masukkan ke dalam surga. Semua itu terjadi karena surga tidak akan dimasuki oleh seseorang yang masih memiliki dosa.
Segala puji dan sanjungan milik Allah ﷻ, kita memuji-Nya, memohon pertolongan dan ampunan kepada-Nya, kita berlindung kepada Allah dari kejelekan diri kita dan buruknya amal perbuatan kita, siapa saja yang Allah ﷻ beri petunjuk, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya, dan siapa saja yang Allah ﷻ sesatkan maka tidak seorang pun yang dapat memberi hidayah.
Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak diibadahi dengan benar kecuali hanya Allah ﷻ semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad ﷺ adalah hamba dan utusan-Nya.
Alhamdulillah Ustadz Abu Abdillah Nefri Hafidzahullah [Seorang Ustadz berdarah Minang yang saat tulisan ini dibuat bekerja di Wizaaratul Awqaf Qatar] – telah menyusun serta merevisi buku Islam yg berjudul “Mata Air Yang Jernih.” Sebuah karya tulis berisi dasar-dasar ilmu Islam, ushul ‘aqidah, Ibadah, Adab, Sejarah dan Manhaj beragama yang benar dan hendaknya diketahui oleh setiap Muslim. Disertai contoh-contoh praktek penyimpangan yang harus dikenali di setiap Bab Bahasan.
Judul buku ini diambil dari perkataan Ibnul Qayyim al-Jauziyah Rahimahullah dalam kitab beliau Madarijus Salikin.
Judul buku : Bekal-bekal di Dalam Menyambut Idul Adha
Penulis : Ustadz Abū Salmâ al-Atsarî
Halaman : 41 Halaman
Ukuran PDF : 500 KB
Bulan Dzulhijjah adalah bulan yang penuh dengan keutamaan dan kebaikan. Namun sungguh sayang apabila bulan ini dilewatkan begitu saja. Untuk itulah, sebagai upaya untuk menyambut dan meramaikan bulan ini, saya menyusun risalah yang sederhana dan ringkas ini.
Di dalam risalah ini, saya hanya menyusun permasalahan yang berkaitan dengan Dzulhijjah, hari raya ‘îdul adhhâ dan penyembelihan kurban secara ringkas. Saya tidak memaparkan secara mendetail berikut khilâf-khilâf yang ada di dalamnya, yang mana hal ini memerlukan upaya dan usaha tersendiri. Saya hanya memilihkan pendapat-pendapat yang râjih insyâ Allôh dari buku-buku para ulama.
Semoga apa yang saya lakukan ini dapat bermanfaat, terutama untuk diri saya sendiri dan kaum muslimin. Segala tegur sapa dan kritik saya terima dengan lapang dada. Dan semoga apa yang saya lakukan ini terhitung sebagai bekal di hari yang tiada bermanfaat harta dan anak-anak, melainkan hati yang selamat. Ya Allôh, jadikanlah upaya yang sederhana ini adalah amal yang ikhâsh hanya mengharap wajahmu dan dapat bermanfaat bagi kaum muslimin.
Selengkapnya: E-Book: Bekal-bekal di Dalam Menyambut Idul Adha
Penyusun : Syaikh Sholeh bin Abdullah al-‘Ushoimiy
Penerjemah : Muhammad Sulhan Jauhari
Segala puji bagi Allah yang Maha melakukan apa yang Dia kehendaki dan Maha memutuskan apa yang Dia inginkan. Aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang hak kecuali Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, sebagai persaksian tauhid. Aku pun bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan- Nya. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurah atas beliau, keluarga dan para sahabatnya, dengan sholawat yang sempurna lagi kekal hingga hari kiamat.
Amma ba’du:
Kaum Mukminin, sesungguhnya butuhnya hamba kepada Allah subhanahu wa ta'ala merupakan hal penting yang harus ia miliki. Allah ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَنْتُمُ الْفُقَرَاءُ إِلَى اللَّهِ ۖ وَاللَّهُ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ
“Wahai sekalian manusia, kalianlah yang memerlukan Allah, dan Allah Dia-lah yang Maha kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha terpuji.” (QS. Fathir: 15)
Pentingnya hal tersebut lebih ditekankan lagi pada masa-masa sulit dan ketika adanya hajat di tengah umumnya manusia. Sebab manusia itu, apabila tertimpa kesulitan dan kesempitan, mereka sangat butuh kepada Allah subhanahu wa ta'ala.
Selengkapnya: Enam Pilar Bukti Butuhnya Hamba Kepada Allah Di Masa-masa Sulit
Terorisme merupakan sebuah ancaman global yang dirasakan oleh kaum muslimin sebelum yang lainnya. Sebab, terorisme telah mencemarkan nama baik dan keindahan Islam. Terorisme juga merusak keharmonisan hubungan kaum muslimin dengan negaranya. Terorisme menciptakan saling mencurigai antarelemen masyarakat muslim.
Bahkan, isu perang terhadap terorisme telah ditunggangi oleh banyak pihak, untuk berbagai kepentingan mereka dan untuk menghancurkan umat Islam. Mereka memanfaatkan para teroris itu sebagai kepanjangan tangan mereka mewujudkan berbagai rencana buruknya.
Demikian pula kaum liberal, memanfaatkan program deradikalisasi untuk menebarkan liberalisme. Tujuan mereka adalah merusak akidah dan prinsip-prinsip Islam. Mereka juga memanfaatkan isu toleransi dan tudingan eksklusif terhadap pihak-pihak tertentu.
Terorisme adalah soal ideologi. Soal pilihan dan keyakinan. Soal membunuh dan meneror atas nama kebenaran. Bagaimana bisa membunuh manusia tanpa alasan yang benar, menjadi kebenaran begitu rupa? Mereka mengklaim bahwa yang dibunuh adalah orang-orang yang berlumur kemaksiatan atau kafir. Tidak perlu heran. Lihatlah apa yang dilakukan nenek moyang teroris Khawarij ini. Mereka membunuh para sahabat Nabi, generasi terbaik umat ini.
Itulah keanehan terorisme.Diakui atau tidak, kedangkalan akan ilmu agama menjadi ladang subur tumbuhnya bibit radikalisme. Mudah dipengaruhi dan gampang tersulut emosi, karena lebih bermodal semangat semata.
Khawarij sebagai “nenek moyang” teroris, memang terhitung taat beribadah. Hanya saja, tanpa bimbingan ilmu, semua ibadah yang dikerjakan siang dan malam itu pun menjadi tiada artinya. Kala ia menafsirkan syariat semau sendiri, muncullah pemahaman baru yang hingga kini dan akan datang membuat Islam terus ternoda.