Niatilah untuk Menuntut Ilmu Syar'i

Rasulullah ﷺ bersabda, “Barangsiapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah, maka Allah akan memahamkan dia dalam urusan agamanya.”
(HR. Bukhari no. 71 dan Muslim no. 2436)
Kajian Aqidah

ʙɪꜱᴍɪʟʟᴀʜ

Kajian Kitab: 600 حديث للحفظ للأطفال - Dr. Hani Al-Syaikh Jooma Hafidzahullah
Tanggal: 20 Rabi'ul Awal 1447 / 13 September 2025
Tempat: Masjid Al-Qomar Purwosari, Surakarta
Bersama: Ustadz Abu Adib Hafidzahullah

Daftar Isi:



Setelah memuji Allâh dan bershalawat atas Nabi-Nya, Ustadz mengawali kajian dengan mengingatkan kita untuk selalu bersyukur atas nikmat kesempatan menuntut ilmu, karena tidak semua orang, mendapatkan nikmat bermajelis ilmu, terutama mengkaji hadits-hadits Nabi ﷺ sebagai pedoman dalam memahami agama.

Ittibâ adalah jalan keselamatan dan inilah jalannya para salafus Shalih.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : كُلُّ أُمَّتِي يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ إِلَّا مَنْ أَبَى ، قَالُوا : يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَنْ يَأْبَى ؟ قَالَ : مَنْ أَطَاعَنِي دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ أَبَى

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Semua umatku akan masuk surga kecuali yang enggan, para Sahabat bertanya, “Wahai Rasûlullâh! Siapakah yang enggan?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Barangsiapa yang mentaatiku niscaya ia akan masuk surga, dan siapa yang bermaksiat kepadaku maka dia enggan (untuk masuk surga).” - HR Ahmad no. 8728.

Hadits Ke-278: Keutamaan Memperbanyak Sujud

Dari Tsauban radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

عَلَيْكَ بِكَثْرَةِ السُّجُودِ لِلَّهِ فَإِنَّكَ لاَ تَسْجُدُ لِلَّهِ سَجْدَةً إِلاَّ رَفَعَكَ اللَّهُ بِهَا دَرَجَةً وَحَطَّ عَنْكَ بِهَا خَطِيئَةً

“Hendaklah Engkau memperbanyak sujud (perbanyak salat) kepada Allah. Karena tidaklah Engkau memperbanyak sujud karena Allah, melainkan Allah akan meninggikan derajatmu dan menghapuskan dosamu.”  (HR. Muslim no. 488)

۞ Penjelasan:

An-Nawawi rahimahullah berkata dalam kitab Syarah Shahih Muslim (hal. 204) tentang hadis ini bahwa maksud dari “memperbanyak sujud” dalam hadis tersebut adalah memperbanyak sujud dalam shalat.

Nabi ﷺ ditanya tentang amalan yang menjadi sebab masuk surga atau amalan yang paling dicintai oleh Allah. Beliau ﷺ berkata kepada penanya, "Engkau harus banyak bersujud dalam shalat; tidaklah engkau bersujud satu kali sujud kepada Allah kecuali dengannya Allah mengangkatmu satu derajat dan mengampuni darimu satu kesalahan."

Dalam hadits lain, Dari Rabi’ah bin Ka’ab al-Aslami radhiyallahu’anhu, beliau berkata,

”كُنْتُ أَبِيتُ مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَأَتَيْتُهُ بِوَضُوئِهِ وَحَاجَتِهِ ، فَقَالَ لِي : سَلْ ، فَقُلْتُ : أَسْأَلُكَ مُرَافَقَتَكَ فِي الْجَنَّةِ ، قَالَ : أَوْ غَيْرَ ذَلِكَ ، قُلْتُ : هُوَ ذَاكَ ، قَالَ : فَأَعِنِّي عَلَى نَفْسِكَ بِكَثْرَةِ السُّجُودِ “. رواه مسلم في ” صحيحه“(489).

Aku pernah bermalam bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu aku menyiapkan air wudhu` dan keperluan beliau. Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadaku, ‘Mintalah sesuatu!’ Maka sayapun menjawab, ‘Aku meminta kepadamu agar memberi petunjuk kepadaku tentang sebab-sebab agar aku bisa menemanimu di Surga’. Beliau menjawab, ‘Ada lagi selain itu?’. ‘Itu saja cukup ya Rasulullah’, jawabku. Maka Rasulullah bersabda, ‘Jika demikian, bantulah aku atas dirimu (untuk mewujudkan permintaanmu) dengan memperbanyak sujud (dalam shalat)‘” - (HR. Muslim, no. 489).

۞ Faidah dari Hadits:

  1. Mendorong seorang muslim agar antusias dalam mengerjakan salat, baik fardu maupun sunah, karena di dalamnya terdapat sujud.
  2. Menerangkan pemahaman dan pengetahuan para sahabat bahwa surga tidak diraih -setelah rahmat Allah- kecuali dengan amal.
  3. Sujud dalam salat termasuk sebab paling besar dalam pengangkatan derajat dan pengampunan dosa.

Tambahan Faedah: https://hadeethenc.com/ar/browse/hadith/3732

*****

Hadits 279: Keutamaan Tawadhuk [Rendah Hati]

Dari Iyyadh bin Himar Al-Mujasyi radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

«وَإِنَّ اللهَ أَوْحَى إِلَيَّ أَنْ تَوَاضَعُوا حَتَّى لَا يَفْخَرَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ، وَلَا يَبْغِي أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ».

“Sesungguhnya Allah -Ta’ālā- telah memberikan wahyu kepadaku, hendaklah kalian bersikap tawaduk (rendah hati) sehingga tidak ada seseorang yang menganiaya orang lain dan tidak ada seorang pun yang membanggakan dirinya atas orang lain.” (HR. Muslim no. 2865).

۞ Penjelasan:

Dalam hadis ini terdapat anjuran dan perintah untuk bersikap rendah hati. Rendah hati merupakan akhlak mulia kaum mukminin. Allah -Ta'ālā- mewahyukan sifat ini kepada Nabi-Nya, Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

Ini merupakan dalil urgensi tawaduk dan keharusan memeliharanya. Sebab, orang tawaduk sesungguhnya ia merendahkan diri dan tunduk kepada berbagai perintah Allah -Ta'ālā- lalu melaksanakannya, dan patuh kepada larangan-larangan-Nya lalu menjauhinya. Ia juga harus merendahkan hati kepada sesama manusia. Dalam hadis ini terkandung larangan membanggakan diri dan menonjolkan kemuliaan serta kelebihan dengan cara menepuk dada dan congkak terhadap manusia.

Tatkala kepada orang-orang tua, dia merasa amalnya kurang karena mereka lebih banyak ibadahnya dan kepada orang-orang muda, mereka menganggap dosanya masih sedikit, maka dia merasa banyak dosa, maka kepada orang tua maupun muda dia akan merasa tawadhu.

Ibnul Qoyyim rohimahullahu Ta’ala berkata,

Termasuk tanda tanda kebahagiaan dan keberuntungan seorang hamba :

  • tatkala bertambah ilmu maka bertambah pula tawadhu’ (rendah hati) dan kasih sayangnya
  • tatkala bertambah amalannya, bertambah pula rasa takut dan kewaspadaannya
  • semakin bertambah umurnya, maka semakin berkurang ambisinya
  • tatkala bertambah pada hartanya, maka semakin bertambah pula kedermawanan dan pemberiannya
  • semakin bertambah kedudukannya dan kekuasaannya, semakin bertambah pula kedekatannya dengan manusia dan menunaikan kebutuhan mereka dan tawadhu’ (rendah hati) terhadap mereka.

(Al Fawaid, hlm. 148-149)

۞ Faidah dari Hadits:

  1. Hadits ini menganjurkan kerendahan hati dan menghindari kesombongan serta keangkuhan terhadap manusia.
  2. Hadits ini juga melarang kezaliman dan kesombongan.
  3. Kerendahan hati kepada Allah memiliki dua makna: Makna pertama adalah bahwa engkau rendah hati terhadap agama Allah, bukan arogan terhadapnya atau hukum-hukumnya. Makna kedua adalah bahwa engkau rendah hati terhadap hamba-hamba Allah karena Allah, bukan karena takut kepada mereka atau berharap kepada apa yang mereka miliki, melainkan karena Allah ﷻ.

Tambahan Faedah: https://hadeethenc.com/ar/browse/hadith/5497

*****

Hadits 280: Larangan Memakai Sutera dan Emas bagi Laki-laki

Dari Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata:

إنَّ النبيَّ صلى الله عليه وسلم نهانا عنِ الحَريِرِ وَالدِّيبَاجِ وَالشُّرْبِ في آنِيَةِ الذَّهَبِ وَالفِضَّةِ، وقالَ: هُنَّ لَهُمْ في الدُّنْيَا، وَهِيَ لَكُمْ فِي الآخِرَةِ. متفق عَلَيْهِ. متفق عليه.

Nabi melarang kami memakai pakaian dari sutra lembut dan kasar, dan minum dari bejana emas dan perak, dan beliau bersabda: “Sesungguhnya keduanya itu untuk mereka di dunia, dan untuk kalian di akhirat.” [Muttafaq 'alaihi] - [Sahih Bukhari - 5426]

۞ Penjelasan:

Nabi ﷺ melarang laki-laki memakai sutra dengan berbagai jenisnya. Beliau juga melarang laki-laki dan perempuan untuk makan dan minum menggunakan bejana dan wadah dari emas dan perak.

Beliau mengabarkan bahwa bejana dan wadah itu khusus bagi orang-orang beriman kelak di hari Kiamat karena mereka meninggalkannya di dunia dalam rangka taat kepada Allah. Adapun orang-orang kafir, mereka tidak akan mendapatkannya di akhirat karena mereka telah menyegerakan hal-hal baik itu di kehidupan dunia mereka dengan menggunakannya dan tidak mengindahkan perintah Allah.

۞ Faidah dari Hadits:

  1. Pengharaman sutra dan pakaian sutra bagi laki-laki dan ancaman keras bagi orang yang memakainya.
  2. Perempuan boleh memakai sutra dan pakaian sutra.
  3. Pengharaman makan dan minum menggunakan piring emas dan perak serta bejana yang terbuat dengan keduanya bagi laki-laki dan perempuan.
  4. Pengingkaran keras Ḥużaifah -raḍiyallāhu 'anhu- dan penjelasannya tentang hal itu bahwa dia telah melarangnya berkali-kali dari menggunakan bejana emas dan perak, tetapi ia belum berhenti.

Tambahan Faedah: https://hadeethenc.com/id/browse/hadith/2985

*****

Hadits 281: Tiga Amalan Jariyah

Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,

«إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ: إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ».

"Apabila manusia meninggal, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara: sedekah yang mengalir, ilmu yang dimanfaatkan, dan anak saleh yang mendokannya." [Sahih] - [HR. Muslim] - [Sahih Muslim - 1631]

۞ Penjelasan:

Nabi ﷺ mengabarkan bahwa amalan orang yang telah mati terputus dengan kematiannya sehingga ia tidak memperoleh kebaikan setelah ia meninggal kecuali pada tiga perkara ini lantaran ia menjadi penyebabnya:

  • Pertama: sedekah yang memiliki pahala mengalir dan berkelanjutan, tidak terhenti; seperti wakaf, membangun masjid, membuat sumur dan lain sebagainya.
  • Kedua: ilmu yang dimanfaatkan banyak orang, seperti menulis buku-buku ilmiah atau mengajarkan ilmu kepada seseorang lalu orang itu menyebarkan ilmu tersebut setelah ia meninggal.
  • Ketiga: anak saleh dan beriman yang mendoakan kedua orang tuanya.
  • Dalam hadits عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ (ilmu yang bermanfaat) menggunakan isim nakirah, artinya bersifat umum, meskipun ilmu umum yang bermanfaat.
  • Dalam hadits disebut sifat يَدْعُو لَهُ artinya yang selalu mendo'akan, setiap saat.

Dalam hadits lainnya, Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ بَنَى مَسْجِدًا لِلَّهِ كَمَفْحَصِ قَطَاةٍ أَوْ أَصْغَرَ بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِى الْجَنَّةِ

“Siapa yang membangun masjid karena Allah walaupun hanya selubang tempat burung bertelur atau lebih kecil, maka Allah bangunkan baginya (rumah) seperti itu pula di surga.” (HR. Ibnu Majah no. 738. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih)

Dalam hadits lainnya, Dari Sa’ad bin ‘Ubadah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أُمَّ سَعْدٍ مَاتَتْ فَأَىُّ الصَّدَقَةِ أَفْضَلُ قَالَ « الْمَاءُ ». قَالَ فَحَفَرَ بِئْرًا وَقَالَ هَذِهِ لأُمِّ سَعْدٍ

“Wahai Rasulullah, bahwasanya Ummu Sa’ad (ibundaku) meninggal dunia. Sedekah apakah yang afdal untuknya?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Sedekah air.” Lantas Sa’ad pun menggali sumur untuk ibunya, lalu ia mengatakan, “Ini sumur untuk Ummu Sa’ad (ibundaku).” (HR. Abu Daud, no. 1681. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini dhaif. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).

Dalam hadits lainya, Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

سبعٌ يجري للعبد أجرهن وهو في قبره بعد موته : من علَّم عِلْماً ، أو أجرى نهراً ، أو حَفَر بئراً ، أو غرس نخلاً أو بنى مسجداً ، أو ورَّث مصحفاً ، أو ترك ولداً يستغفر له بعد موته

“Ada tujuh amalan yang akan mengalir pahalanya bagi seorang hamba, meskipun ia berbaring di lubang kuburan setelah meninggal: (1) mengajarkan ilmu, (2) mengalirkan air sungai, (3) membuat sumur, (4) menanam kurma, (5) membangun masjid, (6) membagikan mushaf Al-Qur’an, atau (7) meninggalkan anak yang akan memintakan ampun baginya setelah ia meninggal. “ (HR. Al-Bazzar. Dinilai hasan oleh Al-Albani).

۞ Faidah dari Hadits:

  1. Ulama sepakat bahwa di antara pahala yang akan menyusul seseorang setelah ia meninggal dunia: sedekah jariah, ilmu yang dimanfaatkan dan doa, serta disebutkan dalam hadis-hadis yang lain: juga haji.
  2. Ketiga perkara ini disebut secara khusus dalam hadis karena merupakan induk kebaikan dan yang paling banyak diinginkan keberlanjutannya oleh orang-orang baik setelah mereka meninggal dunia.
  3. Seluruh ilmu yang dimanfaatkan maka ia akan memperoleh pahalanya, tetapi yang paling inti dan paling puncak ialah ilmu syariat dan ilmu-ilmu yang menopangnya.
  4. Ilmu adalah yang paling bermanfaat di antara ketiga perkara tersebut karena ilmu akan diperoleh manfaatnya oleh orang yang mempelajarinya, ilmu mengandung penjagaan syariat, dan di dalamnya terkandung manfaat bagi makhluk secara umum. Ilmu itu lebih mencakup dan lebih umum karena ilmumu akan dipelajari oleh orang yang hidup di masa hidupmu dan yang hidup setelah engkau meninggal dunia.
  5. Anjuran mendidik anak-anak yang saleh karena mereka yang akan memberi manfaat untuk kedua orang tuanya di akhirat, di antaranya adalah mereka akan mendoakannya.
  6. Anjuran untuk berbuat baik kepada kedua orang tua setelah mereka meninggal. Hal ini juga termasuk berbakti kepada orang tua yang akan diperoleh faedahnya oleh si anak.
  7. Doa bermanfaat bagi orang yang telah meninggal walaupun dari selain anak. Akan tetapi, anak disebutkan secara khusus karena ia yang umumnya akan lanjut dalam mendoakan seseorang hingga dia sendiri meninggal dunia.

Tambahan Faedah: https://hadeethenc.com/ar/browse/hadith/65566

•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم