Kategori Aqidah

Masalah-masalah ilmiyah yang berasal dari Allah dan RosulNya, yang wajib diyakini oleh setiap muslim
Kajian Bertema Aqidah
heliKaum Yahudi adalah orang-orang kafir yang kebenciannya kepada kaum muslimin sangatlah besar. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

لَتَجِدَنَّ أَشَدَّ النَّاسِ عَدَاوَةً لِلَّذِيْنَ آمَنُوا الْيَهُوْدَ وَالَّذِيْنَ أَشْرَكُوا

“Sungguh engkau akan dapati orang yang paling keras permusuhannya kepada kalian adalah orang-orang Yahudi dan kaum musyrikin.” (Al-Ma`idah: 82)

Mereka adalah kaum yang dimurkai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Mereka terus berupaya agar ada di antara kelompok kaum muslimin yang mengikuti mereka. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُوْدُ وَلاَ النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ

“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan ridha kepada kalian hingga kalian mengikuti agama mereka. ” (Al-Baqarah: 120)

Allah Subhanahu wa Ta’ala melarang kita berloyalitas dengan mereka. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا لاَ تَتَّخِذُوا الْيَهُوْدَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللهَ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِيْنَ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menjadikan orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin (teman dekat kalian); sebagian mereka adalah pemimpin (teman dekat) bagi sebagian yang lain. Barangsiapa di antara kalian menjadikan mereka menjadi pemimpin (teman dekat), maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. ” (Al-Ma`idah: 51)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kepada kita untuk senantiasa menyelisihi mereka. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya):

“Panjangkanlah jenggot, selisihilah oleh kalian orang-orang Yahudi. ”

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda pula (yang artinya):

“Shalatlah dengan memakai sandal kalian. Selisihilah Yahudi, karena mereka tidak shalat memakai sandal.”

Akan tetapi sudah merupakan sunnatullah, akan ada orang-orang yang mengikuti mereka. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:

لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا جُحْرَ ضَبٍّ لَدَخَلْتُمُوْهُ. قُلْنَا: يَا رَسُوْلَ اللهِ، الْيَهُوْدَ وَالنَّصَارَى؟ قَالَ: فَمَنْ؟

“Kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta. Hingga jika mereka masuk ke lubang dhabb niscaya kalian akan mengikutinya. ” Kami katakan: “Ya Rasulullah, apakah (yang dimaksud) Yahudi dan Nasrani?” Beliau berkata: “Siapa lagi (kalau bukan mereka)?” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Di antara amalan dan keyakinan Yahudi yang diikuti sebagian muslimin:

1. Ghuluw
Ghuluw artinya melampaui batas. Adapun dalam syariat, artinya adalah melampaui batas dalam memuji dan mencela.
Ghuluw terjadi dalam masalah aqidah, ibadah, muamalah, maupun adat. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لاَ تَغْلُوا فِي دِيْنِكُمْ غَيْرَ الْحَقِّ

“Katakanlah: ‘Hai ahli kitab, janganlah kalian berbuat ghuluw (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agama kalian’.” (Al-Ma`idah: 77)

Di antara bentuk ghuluw kaum Yahudi adalah mengkultuskan dan menyembah manusia. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tantang perbuatan Yahudi dan Nasrani:

اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُوْنِ اللهِ

“Mereka menjadikan ulama dan ahli ibadah mereka sebagai rabb selain Allah.” (At-Taubah: 31)

Mereka mengkultuskan ‘Uzair, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَقَالَتِ الْيَهُوْدُ عُزَيْرٌ ابْنُ اللهِ وَقَالَتِ النَّصَارَى الْمَسِيحُ ابْنُ اللهِ ذَلِكَ قَوْلُهُمْ بِأَفْوَاهِهِمْ يُضَاهِئُوْنَ قَوْلَ الَّذِيْنَ كَفَرُوا مِنْ قَبْلُ

“Orang-orang Yahudi berkata: ‘Uzair adalah anak Allah. ’ Orang-orang Nasrani berkata: ‘Al-Masih (Isa) adalah anak Allah.’ Itulah ucapan yang diucapkan mulut-mulut mereka, menyerupai ucapan orang-orang kafir sebelum mereka.” (At-Taubah: 30)

Kemudian muncul di kalangan muslimin orang-orang yang ghuluw terhadap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan orang-orang shalih. Padahal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:

لاَ تُطْرُوْنِي كَمَا أَطْرَتِ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ

”Janganlah kalian mengultuskan aku, sebagaimana orang-orang Nasrani mengultuskan Isa ibnu Maryam.”

Di kalangan umat ini ada kelompok Sufi yang mengkultuskan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, mengklaim bahwa beliau mengetahui ilmu ghaib. Bahkan sebagian mereka menyatakan semua makhluk diciptakan karena Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala menyatakan tentang hikmah diciptakannya jin dan manusia:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَاْلإِنْسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُوْنِ

“Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.” (Adz-Dzariyat: 56)

Demikian juga kelompok Syi’ah yang mengkultuskan orang-orang yang mereka anggap sebagai imam mereka. Di antara bentuk pengkultusan mereka adalah meyakini bahwa imam mereka ma’shum (terjaga dari kesalahan) dan mengetahui perkara ghaib.

Khomeini (tokoh Syiah) berkata: “Sesungguhnya termasuk perkara yang penting dalam madzhab kami, bahwasanya para imam memiliki kedudukan yang tidak bisa dicapai oleh malaikat muqarrabun (yang dekat) ataupun nabi yang diutus.”

Dalam kitab sesat mereka Al-Kafi disebutkan: “Bab: Para imam mengetahui apa yang telah dan akan terjadi, serta tidak ada sesuatupun yang tersembunyi bagi mereka.”

Inilah ucapan-ucapan kufur yang menunjukkan ghuluw kaum Syi’ah terhadap orang-orang yang mereka anggap sebagai imam.

2. Mentahrif Kalamullah
Tahrif maknanya memalingkan ucapan dari makna yang dzahir kepada makna lain yang tidak ditunjukkan oleh konteks kalimat, tanpa ada dalil yang menunjukkannya.

Tahrif ada dua macam: tahrif lafdzi dan tahrif maknawi.

Tafrif lafdzi ada tiga macam:

a. Mengubah harakat, seperti mereka mentahrif firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَكَلَّمَ اللهُ مُوْسَى تَكْلِيْمًا

“Dan Allah telah berbicara kepada Musa secara langsung.” (An-Nisa`: 164)

mereka membacanya dengan me-nashab-kan lafzhul jalalah sehingga dibaca: اللهَ sehingga maknanya Nabi Musa lah yang berbicara kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

b. Menambah satu huruf, seperti tahrif yang dilakukan ahlul bid’ah terhadap kata: اسْتَوَى (naik di atas) mereka tahrif menjadi اسْتَوْلَى (menguasai).

c. Menambah satu kata, seperti tahrif yang mereka lakukan dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَجَاءَ رَبُّكُ (Rabb-mu datang) menjadi وَجَاءَ أَمْرُ رَبِّكَ (perintah Rabb-mu datang).

Tahrif maknawi adalah mengubah makna suatu kata tanpa mengubah harakat atau lafadznya. Sebagai contoh mereka memaknakan: يَدُ اللهُ (tangan Allah Subhanahu wa Ta’ala) dengan makna kekuatan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Tahrif adalah perbuatan orang-orang Yahudi. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang mereka:

مِنَ الَّذِيْنَ هَادُوا يُحَرِّفُوْنَ الْكَلِمَ عَنْ مَوَاضِعِهِ

“Di antara orang Yahudi ada yang mentahrif (menyelewengkan makna) firman Allah dari makna yang benar.” (An-Nisa`: 46)

Di antara bentuk tahrif Yahudi, ketika mereka diperintah untuk mengucapkan حِطَّةٌ (ampunilah) mereka malah mengucapkan حِنْطَةٌ (gandum).

Di kalangan umat ini muncul kelompok-kelompok yang men-tahrif firman Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk mendukung kebid’ahan dan aqidah mereka yang rusak, seperti Mu’tazilah, Asy’ariyah, Maturidiyah, dan ahlul bid’ah lainnya. Mereka melakukan tahrif lafdzi dan maknawi yang telah diterangkan di atas.

3. Menjadikan kuburan sebagai masjid
Di antara sebab dilaknatnya Yahudi dan Nasrani adalah menjadikan kuburan sebagai masjid. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَعَنَ اللهُ الْيَهُوْدَ وَالنَّصَارَى، اتَّخَذُوا قُبُوْرَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ

“Allah melaknat Yahudi dan Nasrani karena mereka menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai masjid.”

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memperingatkan umatnya dari perbuatan yang demikian. Beliau pernah berkata:

اللَّهُمَّ لاَ تَجْعَلْ قَبْرِي وَثَنًا يُعْبَدُ

“Ya Allah, janganlah Engkau jadikan kuburanku sebagai berhala yang disembah.”

Namun muncul orang-orang Sufi dan semisal mereka –seperti Rafidhah dan lainnya– yang mengagungkan kuburan-kuburan dan menyembahnya. Mereka melakukan haul, thawaf, dan berbagai macam ritual yang tidak diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah berkata:
“Di antara bentuk ghuluw kepada kuburan dan penghuni kubur adalah mendirikan bangunan di atas kuburan, memberinya lentera, meletakkan kelambu padanya, menulisi nisannya, mengapur (mengecatnya) serta bentuk ghuluw lainnya. Oleh karena itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang semua perbuatan ini.” (Syarh Masa`il Jahiliyyah, hal. 226)

4. Berloyalitas kepada musuh-musuh Allah Subhanahu wa Ta’ala

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang perbuatan Bani Israil (Yahudi):

تَرَى كَثِيْرًا مِنْهُمْ يَتَوَلَّوْنَ الَّذِيْنَ كَفَرُوا لَبِئْسَ مَا قَدَّمَتْ لَهُمْ أَنْفُسُهُمْ أَنْ سَخِطَ اللهُ عَلَيْهِمْ وَفِي الْعَذَابِ هُمْ خَالِدُوْنَ

“Kamu melihat kebanyakan dari mereka berwala’ (berloyalitas) kepada orang-orang yang kafir (musyrik). Sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka persiapkan bagi diri mereka, yaitu kemurkaan Allah kepada mereka; dan mereka akan kekal dalam siksaan.” (Al-Ma`idah: 80)

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengharamkan berloyalitas dengan orang kafir. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا لاَ تَتَّخِذُوا الْيَهُوْدَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللهَ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِيْنَ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadikan orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin (teman dekatmu); sebagian mereka adalah pemimpin (teman dekat) bagi sebagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu berwala’ (berloyalitas) kepada mereka (menjadikannya sebagai pemimpin atau teman dekat), maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (Al-Ma`idah:51)

Allah Subhanahu wa Ta’ala melarang kaum muslimin melakukan perbuatan seperti Yahudi yaitu berloyalitas dan cinta kepada orang-orang kafir. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

لاَ يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُوْنَ الْكَافِرِيْنَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُوْنِ الْمُؤْمِنِيْنَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللهِ فِي شَيْءٍ إِلاَّ أَنْ تَتَّقُوا مِنْهُمْ تُقَاةً

“Janganlah orang-orang mukmin menjadikan orang-orang kafir sebagai pemimpin (teman dekat) dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barangsiapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka.” (Ali ‘Imran: 28)

Jelaslah bahwa memusuhi dan berlepas diri dari orang kafir dan agama mereka adalah wajib. Prinsip al-wala` wal bara` termasuk kewajiban dalam Islam yang paling besar.

Namun di umat ini ada Syi’ah Rafidhah dan kaum Sufi yang sering membuka hubungan dan ber-wala` dengan orang kafir. Mereka tidak segan-segan berkhianat untuk membantu orang kafir dalam menghadapi muslimin. Pengkhianatan yang pernah mereka lakukan merupakan satu di antara sekian banyak sejarah kelam mereka.

Seorang tokoh Rafidhah bernama Nashir At-Tushi membuat bait-bait syair menyanjung Al-Mu’tashim, salah seorang pemimpin dari Bani Abbasiyyah. Tetapi ketika pemimpin Tartar, Hulagu Khan punya kesempatan untuk membunuhnya, ia pun memberikan isyarat untuk membunuhnya. Pengkhianatan inipun melibatkan seorang Rafidhah lainnya yang bernama Ibnu Alqami. Dialah yang menyarankan Al-Mu’tashim untuk mengurangi pasukan sehingga Hulagu leluasa membunuhnya. (‘Aqidah Ahlus Sunnah wa Mafhumuha, hal. 65)

5. Sihir
Orang-orang Yahudi termasuk orang-orang yang menggunakan sihir, bahkan salah seorang mereka telah menyihir Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka telah membuang apa yang dibawa para rasul, lalu beriman kepada kitab-kitab sihir, sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala terangkan:

وَلَمَّا جَاءَهُمْ رَسُوْلٌ مِنْ عِنْدِ اللهِ مُصَدِّقٌ لِمَا مَعَهُمْ نَبَذَ فَرِيْقٌ مِنَ الَّذِيْنَ أُوتُوا الْكِتَابَ كِتَابَ اللهِ وَرَاءَ ظُهُوْرِهِمْ كَأَنَّهُمْ لاَ يَعْلَمُوْنَ. وَاتَّبَعُوا مَا تَتْلُو الشَّيَاطِيْنُ عَلَى مُلْكِ سُلَيْمَانَ وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلَكِنَّ الشَّيَاطِيْنَ كَفَرُوا يُعَلِّمُوْنَ النَّاسَ السِّحْرَ

“Dan setelah datang kepada mereka seorang Rasul dari sisi Allah yang membenarkan apa (Kitab) yang ada pada mereka, sebagian orang-orang yang diberi Kitab (Taurat) melemparkan Kitab Allah ke belakang (punggung)-nya, seolah-olah mereka tidak mengetahui (bahwa itu adalah Kitab Allah). Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh setan-setan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidaklah kafir (tidak mengerjakan sihir). Hanya setan-setanlah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia.” (Al-Baqarah: 101-102)

Amalan Yahudi yang kufur inipun diikuti oleh sebagian orang yang menisbatkan diri kepada Islam. Sebagian mereka mendalami ilmu sihir dan menjauhkan diri dari ilmu agama Allah Subhanahu wa Ta’ala.

6. Beriman kepada sebagian ayat Allah Subhanahu wa Ta’ala dan mengingkari sebagian yang lain.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman menerangkan sebagian sifat Yahudi:

أَفَتُؤْمِنُوْنَ بِبَعْضِ الْكِتَابِ وَتَكْفُرُوْنَ بِبَعْضٍ

“Apakah kalian beriman kepada sebagian kitab dan mengingkari sebagiannya?” (Al-Baqarah: 85)

Mereka tidak beriman kecuali yang sesuai dengan hawa nafsu mereka. Padahal keimanan mereka kepada sebagian ayat Allah Subhanahu wa Ta’ala tidaklah bermanfaat bagi mereka jika mendustakan yang lainnya.

Asy-Syaikh Shalih Fauzan hafizhahullah berkata:
“Termasuk orang yang mengingkari sebagian ayat adalah orang yang menyatakan Al-Qur`an adalah makhluk, baik lafadz dan maknanya. Atau menyatakan: Lafadznya makhluk, adapun maknanya bukan; seperti ucapan Asy’ariyah. Ini semua adalah ucapan yang mendustakan Al-Qur`an. Barangsiapa yang menyatakan Al-Qur`an adalah makhluk, baik lafadz dan maknanya sebagaimana ucapan Jahmiyah; atau menyatakan bahwa lafadznya makhluk sedangkan maknanya dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, inipun kufur. Kecuali jika yang mengucapkannya adalah seorang muqallid (orang yang taklid) atau muta`awil (mentakwil) maka dia telah sesat. Karena Al-Qur`an adalah Kalamullah, baik lafadz dan maknanya. Huruf-huruf dan maknanya, semuanya adalah Kalamullah…” (Syarh Masa`il Jahiliyyah, hal. 170)

7. Ta’ashub (fanatik buta)
Di antara sifat Yahudi adalah ta’ashub kepada madzhab yang batil. Mereka berkata sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَلاَ تُؤْمِنُوا إِلاَّ لِمَنْ تَبِعَ دِيْنَكُمْ

“Janganlah kalian percaya kecuali kepada orang yang mengikuti agama kalian.” (Ali ‘Imran: 73)

Dalam ayat lain:

نُؤْمِنُ بِمَا أُنْزِلَ عَلَيْنَا

“Kami beriman kepada kitab yang diturunkan kepada kami.” (Al-Baqarah: 91)

Yakni (beriman) kepada kitab yang turun kepada nabi-nabi kami saja.

Padahal kewajiban mereka adalah beriman kepada apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala turunkan kepada nabi mereka dan nabi yang selain dari mereka. Hakikatnya, mereka pun tidak beriman kepada apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala turunkan kepada nabi mereka. Oleh karena itu Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

فَلِمَ تَقْتُلُوْنَ أَنْبِيَاءَ اللهِ

“Mengapa kalian membunuh nabi-nabi Allah?” (Al-Baqarah: 91)

Yakni, apakah yang Allah Subhanahu wa Ta’ala turunkan kepada kalian adalah ajaran membunuh para nabi, seperti yang kalian lakukan?

Amalan Yahudi inipun diikuti oleh sebagian kaum muslimin. Sebagian mereka fanatik kepada madzhab atau kelompok tertentu tanpa ada dalil. Bahkan dalam hal yang menyelisihi dalil Al-Qur`an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

8. Hiyal (tipu muslihat)
Di antara amalan Yahudi yang tercela adalah melakukan hiyal dalam rangka menolak apa yang dibawa para rasul serta menyelamatkan kekufuran dan kesesatan mereka. Hal ini mereka lakukan karena tidak mampu menolak secara terang-terangan, sehingga mereka melakukan makar secara tersembunyi. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang mereka:

وَمَكَرُوا وَمَكَرَ اللهُ وَاللهُ خَيْرُ الْمَاكِرِيْنَ

“Orang-orang kafir itu membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya mereka itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya.” (Ali ‘Imran: 54)

Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam hijrah ke Madinah dan menang dalam perang Badr, orang Yahudi tidak mampu menghalangi manusia dari agama Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka pun melakukan hiyal dan makar. Sekelompok mereka berkata: “Masuk Islamlah kalian di awal siang, jika sudah di akhir siang murtadlah kalian dari Islam. Ucapkanlah oleh kalian: ‘Tidak kami dapati kebaikan di dalam agama Muhammad’, niscaya manusia mengikuti langkah kalian karena kalian adalah ahlul kitab. Allah Subhanahu wa Ta’ala membongkar makar mereka ini dalam firman-Nya:

وَقَالَتْ طَائِفَةٌ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ آمِنُوا بِالَّذِي أُنْزِلَ عَلَى الَّذِيْنَ آمَنُوا وَجْهَ النَّهَارِ وَاكْفُرُوا آخِرَهُ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ

“Sekelompok ahli kitab (kepada sesamanya) berkata: ‘Perlihatkanlah (seolah-olah) kalian beriman kepada apa yang diturunkan kepada orang-orang beriman (sahabat-sahabat Rasul) pada permulaan siang dan ingkarilah ia pada akhirnya, supaya mereka (orang-orang mukmin) kembali (kepada kekafiran)’.” (Ali ‘Imran: 72)

Di antara bentuk hiyal dan makar Yahudi adalah ketika mereka dilarang mengambil ikan di hari Sabtu. Maka mereka memasang jaring (jala) di hari Jum’at dan mengambilnya setelah Sabtu. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَاسْأَلْهُمْ عَنِ الْقَرْيَةِ الَّتِي كَانَتْ حَاضِرَةَ الْبَحْرِ إِذْ يَعْدُوْنَ فِي السَّبْتِ إِذْ تَأْتِيْهِمْ حِيْتَانُهُمْ يَوْمَ سَبْتِهِمْ شُرَّعًا وَيَوْمَ لاَ يَسْبِتُوْنَ لاَ تَأْتِيْهِمْ كَذَلِكَ نَبْلُوْهُمْ بِمَا كَانُوا يَفْسُقُوْنَ

“Dan tanyakanlah kepada Bani Israil tentang negeri yang terletak di dekat laut ketika mereka melanggar aturan pada hari Sabtu, di waktu datang kepada mereka ikan-ikan (yang berada di sekitar) mereka terapung-apung di permukaan air, dan di hari-hari yang bukan Sabtu, ikan-ikan itu tidak datang kepada mereka. Demikianlah kami mencoba mereka disebabkan mereka berlaku fasik.” (Al-A’raf: 163)

Inilah beberapa aqidah dan amalan kaum Yahudi yang Allah Subhanahu wa Ta’ala terangkan kepada kita, kami sebutkan agar kita menjauhinya. Hudzaifah radhiyallahu 'anhu berkata: “Dahulu para sahabat bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang kebaikan, adapun aku bertanya kepadanya tentang kejelekan karena khawatir akan menimpaku.”

Seorang penyair berkata:

عَرَفْتُ الشَّرَّ لاَ لِلشَّرِّ وَلَكِنْ لِتَوَقِّيْهِ

وَمَنْ لَمْ يَعْرِفِ الْخَيْرَ مِنَ الشَّرِّ وَقَعَ فِيْهِ

Aku kenal kejelekan bukan untuk melakukannya, namun untuk menjauhinya
Siapa yang tidak kenal kebaikan dari kejelekan, tentu akan terjerumus padanya

Sebetulnya masih banyak kesesatan yang dilakukan sebagian orang yang menisbatkan diri mereka kepada Islam, seperti ucapan sesat orang-orang Syi’ah bahwa Al-Qur`an telah diubah. Ini juga ucapan yang pernah dilontarkan kaum Yahudi (lihat kitab Lillah tsumma Litarikh).

Demikian juga talbis (mencampuradukkan kebenaran dengan kebatilan) yang banyak dilakukan ahlul bid’ah, merupakan warisan Yahudi. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَلاَ تَلْبِسُوا الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُوا الْحَقَّ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ

“Dan janganlah kalian campur adukkan yang haq dengan yang batil, dan janganlah kalian sembunyikan yang haq itu, sedang kalian mengetahuinya.” (Al-Baqarah: 42)

Mudah-mudahan apa yang kami tulis ini bermanfaat. Dan mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi taufiq kepada kita untuk menjauhi jalan-jalan kesesatan Yahudi dan orang kafir lainnya.

Wa akhiru da’wana anilhamdulillahi rabbil ‘alamin.

Sumber : www.asysyariah.com
  • Media
    Sarana belajar Agama Islam melalui video dan audio kajian dari Asatidz Indonesia yang bermanhaj salaf...
    Ebook
    Bahan bacaan penambah wawasan berupa artikel online maupun e-book yang bisa diunduh. Ebook Islami sebagai bahan referensi dalam beberapa topik yang insyaAllah bermanfaat.
  • image
    Abu Hazim Salamah bin Dînâr Al-A’raj berkata, “Setiap nikmat yang tidak mendekatkan kepada Allah, maka hal tersebut adalah ujian/petaka.” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abid Dunyâ dalam Asy-Syukr Lillâh]
    image
    ‘Ammâr bin Yâsir radhiyallâhu ‘anhumâ berkata,“Ada tiga perkara, siapa yang mengumpulkannya, sungguh dia telah mengumpulkan keimanan: inshaf dari jiwamu, menebarkan salam kepada alam, dan berinfak bersama kefakiran.” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhâry secara Mu’allaq dan Al-Baihaqy]

Share Some Ideas

Punya artikel menarik untuk dipublikasikan? atau ada ide yang perlu diungkapkan?
Kirim di Sini