بِسْـمِ اللَّهِ الرحمن الرحيم
🗓️┃ Hari, Tanggal : Kamis, 30 Oktober 2025 M / 8 Jumadil Awwal 1447
🕌┃ Tempat : Masjid Al-Qomar Purwosari Solo
Beriman kepada Takdir merupakan salah satu rukun Iman, Dalam hadits Jibril, Nabi ﷺ diajarkan malaikat Jibril tentang iman, Islam dan Ihsan.
Tatkala ditanya tentang Iman, Beliau bersabda, “Kamu beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir, dan kamu beriman kepada qadar yang baik maupun yang buruk.” (HR. Muslim, no. 8).
Manusia menerima takdir, baik itu takdir yang baik maupun yang buruk (dari sisi manusia) seperti berbagai macam musibah ataupun kesusahan saat di dunia, karena takdir bagi Allah ﷻ semuanya baik. Karena Allah ﷻ Maha Mengetahui (Al-Ilm) dan Maha Bijaksana (hikmah), maka segala hal yang ditakdirkan pasti ada hikmah yang baik bagi manusia.
Tatkala Allah ﷻ menciptakan iblis, maka ada hikmah dibalik itu, maka akan ada kehidupan yang baik, ada usaha manusia hingga diuji kebaikan mereka hingga masuk surga.
Dalam salah satu doa iftitah yang terdapat dalam hadits ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu disebutkan,
وَالْخَيْرُ كُلُّهُ فِى يَدَيْكَ وَالشَّرُّ لَيْسَ إِلَيْكَ
“Kebaikan itu seluruhnya pada kedua tangan-Mu dan kejelekan tidak disandarkan kepada-Mu.” (HR. Muslim, no. 771)
Sifat-Sifat Allah Ta’ala yang ditetapkan bagi-Nya di dalam Al Kitab dan As Sunnah bisa dibagi menjadi dua:
1. Sifat Dzatiyah Yaitu sifat yang senantiasa melekat pada Diri Allah, Sifat-Sifat yang tidak terpisahkan dari Dzat Ilahiyah. Seperti sifat wajah Allah, tangan Allah ﷻ, sifat Ilmu, sifat Hikmah (kebijaksanaan), dan lainya. 
2. Sifat Fi’liyah Yaitu Sifat-Sifat yang kemunculannya berkaitan erat dengan Kehendak Allah. Sifat semacam ini terbagi menjadi dua berdasarkan sebab yang terkait dengannya:
- Sifat Allah yang sebabnya kita ketahui, seperti sifat Ridha, sifat rahmat, dan lainnya.
- Sifat Allah yang tidak memiliki sebab yang diketahui, seperti sifat Istiwa’/bersemayam.
Maka, Allah ﷻ mengetahui dan pasti bijak dalam menentukan segala sesuatu melalui takdir-Nya. Allah ﷻ telah merancanakan, menulis, eksekusi atau ciptakan yang tidak lepas dari kehendak Allah ﷻ. Inilah kunci-kunci dalam memahami Takdir-Nya:
1. Ilmu: Percaya bahwa Allah Maha Mengetahui segala sesuatu sebelum terjadi, sedang terjadi, sudah terjadi dan tidak terjadi.
Allâh Azza wa Jalla juga berfirman,
إِنَّمَا إِلَٰهُكُمُ اللَّهُ الَّذِي لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۚ وَسِعَ كُلَّ شَيْءٍ عِلْمًا
Sesungguhnya Rabbmu hanyalah Allâh, yang tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi selain Dia. Pengetahuan-Nya meliputi segala sesuatu.” [Thaha/20:98]
2. Kitabah: Percaya bahwa Allah telah menuliskan segala ketetapan di Lauhul Mahfuzh sebelum segala sesuatu terjadi.
كَتَبَ اللهُ مَقَادِيْرَ الْخَلاَئِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضَ بِخَمْسِيْنَ أَلْفَ سَنَةٍ.
“Allah telah mencatat seluruh taqdir makhluk lima puluh ribu tahun sebelum Allah menciptakan langit dan bumi.”[HR. Muslim no. 2653]
إِنَّ أَوَّلَ شَيْءٍ خَلَقَهُ اللهُ تَعَالٰى الْقَلَمُ وَأَمَرَهُ أَنْ يَكْتُبَ كُلُّ شَيْءٍ يَكُوْنُ.
“Sesungguhnya yang pertama kali Allah ciptakan adalah Al-Qalam. Dan Dia memerintahkan untuk menulis tiap-tiap sesuatu yang ada.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Ya’la (1/126) dan Al-Baihaqi dalam Al-Asma’ wash-Shifat (hal. 271).
3. Iradah (Kehendak): Percaya bahwa semua yang terjadi adalah sesuai dengan kehendak Allah yang Maha Kuasa yang tertulis di lauhul mahfudz.
Allah al-‘Aliim al-Hakiim al-Qadiir berfirman:
قُلِ اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَن تَشَاءُ وَتَنزِعُ الْمُلْكَ مِمَّن تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَن تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَن تَشَاءُ ۖ بِيَدِكَ الْخَيْرُ ۖ إِنَّكَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ تُولِجُ اللَّيْلَ فِي النَّهَارِ وَتُولِجُ النَّهَارَ فِي اللَّيْلِ ۖ وَتُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَتُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ ۖ وَتَرْزُقُ مَن تَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Katakanlah: ‘Wahai Rabb Yang memiliki kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan-Mu-lah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu. Engkau masukkan malam ke dalam siang dan Engkau masukkan siang ke dalam malam, Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup. Dan Engkau beri rizki atas siapa yang Engkau kehendaki tanpa hisab (batas).” [Ali ‘Imran/3: 26-27]
4. Penciptaan: Percaya bahwa Allah adalah pencipta segala sesuatu, termasuk perbuatan makhluk-Nya.
Sebagaimana firman-Nya:
لَّهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ ۖ وَهُوَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ وَكِيلٌ
“Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu.” [Az-Zumar/39: 62]
Imam Ahmad rahimahullah berkata, "Takdir adalah kekuasaan Allah." Oleh karena itu, mengingkari takdir sama saja dengan mengingkari kekuasaan Allah ﷻ dan memungkiri sifat-sifat Allah ﷻ atau salah satunya berseberangan dengan keimanan kepadaNya. Sebab di antara pokok keimanan kepadaNya adalah beriman kepada takdir-takdirNya.
Diantara Faedah-faedah Beriman kepada Takdir Allah ﷻ adalah:
1. Agar kita bersabar terhadap apa yang telah Allah ﷻ takdirkan meskipun kita merasa berat.
Allah Ta’ala berfirman,
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ (22) لِكَيْلَا تَأْسَوْا عَلَى مَا فَاتَكُمْ وَلَا تَفْرَحُوا بِمَا آَتَاكُمْ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ (23)
“Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri” (QS. Al Hadid: 22-23)
Diriwayatkan bahwa Ubadah bin Ash-Shamit Radhiyallahu anhu memberikan wasiat kepada anaknya:
يَا بُنَيَّ إِنَّكَ لَنْ تَطْعَمَ طَعْمَ الْإِيمَانِ، وَلَنْ تَبْلُغْ حَقَّ حَقِيقَةِ الْعِلْمِ بِاللهِ حَتَّى تُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ قَالَ: قُلْتُ: يَا أَبَتَاهُ وَكَيْفَ لِي أَنْ أَعْلَمَ مَا خَيْرُ الْقَدَرِ مِنْ شَرِّهِ؟ قَالَ: تَعْلَمُ أَنَّ مَا أَخْطَأَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُصِيبَكَ، وَمَا أَصَابَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُخْطِئَكَ. يَا بُنَيَّ إِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: ” إِنَّ أَوَّلَ مَا خَلَقَ اللهُ الْقَلَمُ، ثُمَّ قَالَ: اكْتُبْ فَجَرَى فِي تِلْكَ السَّاعَةِ بِمَا هُوَ كَائِنٌ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ ” يَا بُنَيَّ إِنْ مِتَّ وَلَسْتَ عَلَى ذَلِكَ دَخَلْتَ النَّارَ
Wahai anakku! Sungguh kamu tidak akan bisa merasakan lezatnya iman, dan tidak akan mencapai kebenaran hakekat ilmu terhadap Allâh, sebelum kamu meyakini takdir yang baik dan yang buruk. Anaknya bertanya, “Wahai bapakku, bagaimana aku mengetahui takdir yang baik dan yang buruk?” Beliau menjawab, “Kamu mengetahui bahwa apa yang telah ditakdirkan tidak menimpa dirimu pasti tidak akan menimpamu, dan apa yang telah ditakdirkan menimpa dirimu pasti tidak akan meleset. Wahai anakku, aku telah mendengar Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya pertama kali yang diciptakan Allâh adalah pena, kemudian Allâh berfirman kepadanya: “Tulislah!”. Maka terjadilah semenjak saat itu dengan apa yang terjadi sampai hari kiamat. Wahai anakku, jika kamu mati tidak dalam keyakinan seperti ini, kamu pasti masuk neraka. [HR. Ahmad, no. 22705; Dishahihkan oleh Syaikh Syu’aib al-Arnauth]
2. Agar kita tidak Sombong
Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an:
لِكَيْلَا تَأْسَوْا عَلَى مَا فَاتَكُمْ وَلَا تَفْرَحُوا بِمَا آَتَاكُمْ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ (23)
(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri” (QS. Al Hadid: 22-23)
Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ قَالَ رَجُلٌ إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً قَالَ إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ
“Tidak akan masuk surga seseorang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan sebesar biji sawi.” Ada seseorang yang bertanya, “Bagaimana dengan seorang yang suka memakai baju dan sandal yang bagus?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain.“ (HR. Muslim no. 91)
3. Agar tidak Ujub
Karena kita tidak tahu kesudahan di surgaNya atau neraka. Kita masih banyak dosa dan sedikit amal kebaikan yang belum tentu diterima.
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
الرجلَ ليعمل الزمنَ الطويلَ بعمل أهلِ الجنَّةِ ، ثم يُختَمُ له عملُه بعمل أهلِ النَّارِ ، و إنَّ الرجلَ لَيعمل الزمنَ الطويلَ بعملِ أهلِ النَّارِ ثم يُختَمُ [ له ] عملُه بعمل أهلِ الجنَّةِ
“Ada seseorang yang ia sungguh telah beramal dengan amalan penghuni surga dalam waktu yang lama, kemudian ia menutup hidupnya dengan amalan penghuni neraka. Dan ada seseorang yang ia sungguh telah beramal dengan amalan penghuni neraka dalam waktu yang lama, lalu ia menutup hidupnya dengan amalan penghuni surga” (Hadits ini shahih. Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari hadits Ibnu Mas’ud radhiallahu’ahu).
Maknanya, bahwa seseorang terkadang mengamalkan amalan penghuni surga, yaitu berbagai ketaatan kepada Allah. Namun dalam hatinya ada penyakit hati atau ia terkena penyakit hati, sehingga ia beralih mengamalkan amalan penghuni neraka. Dan ia ditulis sebagai penghuni neraka.
Ibnu Dhaqiq menjelaskan bahwa golongan yang kedua lebih banyak, artinya banyak yang tadinya buruk kemudian bertaubat,maka ia menjadi baik.
Sebagian contoh untuk menjadi bahan renungan : Abdullah Al-Qasemi adalah seorang intelektual Saudi yang terkenal karena transisinya dari tokoh agama menjadi ateis. Awalnya dikenal sebagai pembela Salafisme, Al-Qasemi kemudian secara radikal menolak agama dan mempertanyakan keberadaan Tuhan, yang menyebabkan buku-bukunya dilarang di Timur Tengah dan membuatnya menghadapi pengucilan serta ancaman pembunuhan. Ia meninggal di Mesir pada tahun 1996. Na'udzubillahmindalik.
4. Agar kita tidak Hasad
Hasad adalah berharap hilangnya nikmat Allah pada orang lain. Nikmat ini bisa berupa nikmat harta, kedudukan, ilmu, dan lainnya. Demikian penjelasan Syaikh Ibnu ‘Utsaimin dalam Syarh Al-Arba’in An-Nawawiyyah, hlm. 368.
Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,
لا حَسَدَ إلَّا على اثنتَينِ: رجُلٌ آتاهُ اللهُ مالًا، فهو يُنْفِقُ مِنهُ آناءَ اللَّيلِ وآناءَ النَّهارِ، ورجُلٌ آتاهُ اللهُ القُرآنَ، فهو يَقومُ به آناءَ اللَّيلِ وآناءَ النَّهارِ.
“Tidak boleh ada hasad kecuali pada dua perkara: ada seseorang yang dianugerahi harta lalu ia gunakan untuk berinfak pada malam dan siang, juga ada orang yang dianugerahi Al-Qur’an, lantas ia berdiri dengan membacanya malam dan siang.” (HR. Bukhari, no. 5025, 7529 dan Muslim, no. 815)
Maka, Allah ﷻ lebih tahu apa yang maslahat untuk kita, maka Kita paham apa yang Allah ﷻ tetapkan untuk kita itulah yang terbaik.
Seharusnya setiap orang memperhatikan bahwa setiap nikmat sudah pas diberikan oleh Allah pada setiap makhluknya sehingga tak perlu iri dan hasad. Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللَّهُ بِهِ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبُوا وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبْنَ وَاسْأَلُوا اللَّهَ مِنْ فَضْلِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا
“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. An-Nisaa’: 32)
•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ
“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
 
             
     
  
  
		