 
        بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Kajian Kitab: خلاصة الكلام على عمدة الأحكام
Karya: Syaikh Abdullah Alu Bassam Rahimahullah 
Hari/Tanggal: Selasa, 20 Dzulhijjah 1446 / 17 Juni 2025
Bersama Ustadz Mohammad Alif, Lc 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Staff Pengajar Ma'had Imam Bukhari Solo
Tempat: Masjid Al-Ikhlash Jl. Adi Sucipto - Kerten Solo
Video Kajian: Youtube Kajian ke-23
Bab: Menunggu Dingin untuk Shalat Dzuhur Ketika Cuaca Panas
Telah menjadi kebiasaan Nabi ﷺ shalat Zhuhur bersama para shahabatnya, saat musim panas, saat bumi menjadi sangat panas karena terik matahari, ketika para sahabat tidak mampu meletakkan dahi-dahi mereka di atas bumi yang sangat panas, maka mereka menghamparkan baju-bajunya dan sujud di atasnya untuk menghindari panasnya bumi.
عن عبد الله بن عُمَرَ وأبي هُرَيْرَةَ وأبي ذر رضي الله عنهم عن النبي - صلى الله عليه وسلم - أنه قال: «إذا اشْتَدَّ الْحَرُّ فَأَبْرِدُوا بالصلاة. فإن شدة الْحَرِّ من فَيْحِ جَهَنَّمَ».
[صحيح] - [متفق عليه عن أبي هريرة وأبي ذر -رضي الله عنهما-، ورواه البخاري عن ابن عمر -رضي الله عنهما]
Dari Abdullah bin Umar, Abu Hurairah dan Abi Dzar -raḍiyallāhu 'anhum-, dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwasanya beliau bersabda, "Apabila cuaca sangat panas, maka akhirkan salat Zuhur sampai waktu dingin, karena panas yang sangat terik itu merupakan hembusan hawa panas neraka Jahanam."
[Hadis sahih] - [Diriwayatkan oleh Bukhari - Muttafaq 'alaih]
Dua hal utama yang menjadi poin hadits ini:
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu berkata, ahlul hadits lebih menyukai mengakhirkan shalat dzuhur secara mutlak baik Jama'ah atau sendirian.
Ruh dan inti dari shalat adalah khusyuk dan hadirnya hati. Oleh sebab itu, disunnahkan bagi orang yang hendak melaksanakan shalat mengosongkan diri dari amalan-amalan lain yang menyibukkan, dan melakukan amalan yang dapat mengantarkan hadirnya hati. Maka Pembuat syariat memberikan keutamaan untuk mengakhirkan shalat Zhuhur ketika cuaca sangat panas sampai agak dingin, agar cuaca panas itu tidak mengganggu kekhusyukannya.
Dengan demikian, terdapat kemudahan dalam agama ini bagi mereka yang keluar (untuk shalat) di masjid-masjid di bawah terik matahari. Dari makna-makna yang mulia tersebut, disyariatkan mengakhirkan shalat dari awal waktunya. Sehingga hadits ini mengkhususkan (baca: mengecualikan) hadits-hadits yang menjelaskan keutamaan shalat di awal waktu.
Faedah lainya yang perlu diperhatikan:
Selengkapnya: Khulasatul Kalam: Menunggu Dingin untuk Shalat Dzuhur Ketika Cuaca Panas
 
        بسم اﷲالرحمن الرحيم
Bab Ke-Enam : Beriman bahwasannya Al-Qur’an adalah Kalamullah bukan Makhluk
وقال شيخ الإسلام ابن تيمية في العقيدة الواسطية: ومن الإيمان بالله وكتبه: الإيمان بأن القرآن كلام الله، منزل، غير مخلوق، منه بدأ، وإليه يعود،
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: Dan termasuk iman kepada Allah dan kitab-kitab-Nya yaitu beriman bahwasanya Al-Qur’an adalah Kalamulllah yang diturunkan, bukan makhluk. Dari-Nya dan kepada-Nya akan kembali,
Pada bahasan kali ini, kita membicarakan lagi masalah sifat Kalam bagi Allah ﷻ. Kalau kita melihat makhluk, maka ada yang bisa berbicara dan ada yang tidak, seperti halnya batu tidak bisa berbicara. Manusia ada yang bisa berbicara dan ada yang tidak (karena bisu). Karenanya makhluk memiliki kekurangan.
Dan Allah ﷻ memiliki sifat kalam dengan segala kesempurnaanNya. Maka dari surat Al-Fatihah sampai surat An-Nash, Allah ﷻ berfirman dengan firman yang tidak sama dengan makhluk. Allah ﷻ berfirman dengan segala kesempurnaanNya.
Diantara bagian dari rukun iman adalah beriman kepada kitab-kitab Allah ﷻ. Al-Qur’an adalah kalam Allah ﷻ atau firman-Nya, yaitu yang dibaca dan ditulis dalam mushaf. Kalam dinisbatkan kepada siapa yang pertama kali mengeluarkannya, maka orang yang menulis Al-Qur’an adalah menulis kalam Allah ﷻ, atau membaca Al-Qur’an artinya membaca kalam Allah ﷻ.
Manusia berbicara, Allah ﷻ juga berbicara tetapi cara berbicara Allah ﷻ berbeda dengan cara berbicara dengan makhluk. Maka, menetapkan Allah ﷻ berfirman bukan menyamakan Allah ﷻ dengan makhluk.
Tentang sifat kalam bagi Allāh ﷻ:
وَقَوْلُـهُ : وَكَلَّمَ اللَّهُ مُوسَى تَكْلِيمًا
Dan Firman Allāh ﷻ; Dan Allāh ﷻ berbicara kepada Musa تَكْلِيمًا, ini juga termasuk dalil yang menunjukkan bahwasanya Allāh ﷻ memiliki sifat kalam, memiliki sifat taklīm, dan Allāh ﷻ berbicara kepada Musa dengan sebenar-benar pembicaraan.
Dalam Surat Al-Baqarah Ayat 30:
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَٰٓئِكَةِ إِنِّى جَاعِلٌ فِى ٱلْأَرْضِ خَلِيفَةً ۖ
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi".
Firman Allah ﷻ disini adalah firman secara hakikat, dengan suara, adapun suaranya dan bagaimananya hanya Allah ﷻ yang mengetahui.
Demikian juga tatkala Allah ﷻ menurunkan wahyu kepada Nabi ﷺ melalui malaikat Jibril, Allah ﷻ memfirmankan ayat-ayat Al-Qur’an dan diteruskan oleh malaikat Jibril kepada nabi Muhammad ﷺ.
Hal ini mengandung tanda tanya, kenapa hal mudah dan gamblang seperti ini dibahas di kitab-kitab tauhid? Jawabannya, karena ada kelompok yang menyimpang seperti ahli filsafat, yang menafikan sifat-sifat kalam bagi Allah ﷻ. Maka, kita perlu membentengi diri kita dari pengaruh penyimpangan mereka.
Imam Al-Lalika'i rahimahullah menyebutkan ada sekitar 550 ulama yang berkata, barangsiapa yang mengatakan Al-Qur’an adalah makhluk, maka dia telah kafir.
Pada akhirnya, orang-orang yang berpendapat Al-Qur’an adalah makhluk, menjadikan mereka menyepelekan dan meremehkan Al-Qur’an.
وقال شيخ الإسلام ابن تيمية في العقيدة الواسطية:
وأن الله تكلم به حقيقة، وأن هذا القرآن الذي أنزله على محمد -صلى الله عليه وسلم- هو كلام الله حقيقة، لا كلام غيره. ولا يجوز إطلاق القول بأنه حكاية عن كلام الله، أو عبارة؛ بل إذا قرأه الناس، أو كتبوه في المصاحف؛ لم يخرج بذلك عن أن يكون كلام الله تعالى حقيقة، فإن الكلام إنما يضاف حقيقة إلى من قاله مبتدئا، لا إلى من قاله مبلغا مؤديا. وهو كلام الله؛ حروفه، ومعانيه؛ ليس كلام الله الحروف دون المعاني، ولا المعاني دون الحروف.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: Bahwasanya Alloh berkata secara hakikat dan Al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad ﷺ adalah kalamullah yang sebenar-benarnya bukan perkataan orang lain dan tidak boleh memutlakkan perkataan bahwasanya Al-Qur’an adalah hikayat (ungkapan dari) firman Allah atau ibarah (terjemah) dari kalamullah. Bahkan, jika Al-Qur’an dibaca oleh manusia atau mereka menulisnya dalam mushaf, maka tidak keluar dengan hal itu bahwa ia (Al-Qur’an) adalah Kalamullah yang sebenarnya, karena kalam (perkataan) itu disandarkan secara hakikat kepada yang mengatakannya pertama kali, bukan kepada yang mengatakannya sebagai penyampai atau perantaranya. Al-Qur’an adalah Kalamullah, huruf-hurufnya dan maknanya, dan bukan hanya hurufnya saja tanpa makna serta bukan maknanya saja tanpa huruf.
Al-Qur’an diturunkan oleh Allah ﷻ kepada Nabi Muhammad ﷺ dengan perantaraan malaikat jibril, dari-Nya dimulai dan kepada-Nya akan kembali, dan ia merupakan mukjizat oleh Nabi Muhammad ﷺ dan kebenaran orang yang membawa Risalah-Nya dan akan dijaga sampai hari kiamat.
Pembahasan masalah Al-Qur’an sebagai firman Allah sangat penting diketahui siapa mukmin. Kesalahan fatal yang bisa menjerumuskan pada kekafiran tatkala menganggap Al-Qur’an adalah makhluk terutama ketika mengingkari sesuatu dari Al-Qur’an bahkan satu huruf sekalipun.
Dan para pembela kebenaran dari imam-imam terkemuka terus mendakwahkan bahwa Al-Qur’an bukan makhluk, hingga mereka disiksa karena teguh mempertahankan keimanannya. Imam Ahmad bin Hambal dan Imam Al-Bukhari dengan penuh percaya diri mengatakan: “Al-Qur’an adalah Kalamullah bukan makhluk, sedang perkataan hamba dan suara mereka adalah makhluk. Seorang hamba yang membawa Al-Qur’an, suaranya adalah suara orang yang membaca dan perkataannya adalah firman Allah”.
Dari penjelasan diatas semoga keimanan kita semakin mantap dan termotivasi untuk memahami Al-Qur’an. Tidak boleh menafsirkannya dengan akal atau mentakwilkannya sebagaimana perkataan orang-orang sufi dengan perkataan Al-Qur’an ada yang zahir dan dan ada yang batin.
•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ
“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
 
        بِسْـمِ اللَّهِ الرحمن الرحيم
📚┃ Materi : 10 Kaidah dalam Tazkiyatun Nafs (Asyru qawaaida fi tazkiyatin nafsi) karya Syaikh ‘Abdurrazaq bin ‘Abdul Muhsin Al-Badr hafidzahullahu Ta’ala.
🎙┃ Pemateri : Ustadz Ashim, LC Hafidzahullah (Staff pengajar pondok pesantren Imam Bukhori)
🗓┃ Setiap Hari Ahad Pekan 3 - Ba'da Maghrib - Isya'
🕌┃ Tempat :Masjid Umar bin Khaththab (Belakang STMIK AMIKOM Singopuran SKA)
Ustadz mengawali kajian dengan mengingatkan kita kembali akan pentingnya tazkiyatun-nufus. Banyak dalil-dalil yang menyebutkan hal tersebut.
Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an:
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ…….
“……Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan orang-orang yang menyucikan diri” (QS. Al-Baqarah [2]: 222).
قَدۡ اَفۡلَحَ مَنۡ تَزَكّٰىۙ
Sungguh beruntung orang yang menyucikan diri (dengan beriman), (QS Al-a'la Ayat 14).
Umar bin Khattab Radhiyallahu Ta’ala Anhu berkata :
حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوا، وَزِنُوها قَبْلَ أَنْ تُوزَنُوا، وَتَأهَّبُوا لِلْعَرْضِ الْأَكْبَرِ
“Hendaklah kalian menghisab diri kalian sebelum kalian dihisab, dan hendaklah kalian menimbang diri kalian sebelum kalian ditimbang, dan bersiap-siaplah untuk hari besar ditampakkannya amal”
Salah satu manfaat majelis ilmu adalah meningkatkan iman sebagai sarana dalam mensucikan jiwa.
Selengkapnya: Al-Qur’an Al-Karim adalah Sumber Mata Air Penyucian Jiwa
Halaman 82 dari 279