Niatilah untuk Menuntut Ilmu Syar'i

Rasulullah ﷺ bersabda, “Barangsiapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah, maka Allah akan memahamkan dia dalam urusan agamanya.”
(HR. Bukhari no. 71 dan Muslim no. 2436)
Kajian Islam

بسم الله الرحمن الرحيم

📚 Kajian Kitab Al-Manhaj As-Salafi ┃Karya Prof. Dr. Muhammad bin Umar Bazmul Hafidzahullah
🎙┃ Ustadz Mohammad Alif, Lc. حفظه الله تعالى
🗓┃Jum'at, 13 Juni 2025 /17 Dzulhijjah 1446 H
🕰┃ Ba'da Maghrib
🕌┃ Masjid Al-Qomar - Jl. Slamet Riyadi No. 414 Rel Bengkong Purwosari, Solo, Jawa Tengah 57142



Ciri Kedua Manhaj Salaf: Syiar yang selalu Didakwahkan adalah Ittibâ kepada Nabi ﷺ

Imam Ibnu Abi Zaid Al-Qairawani (Imam madzhab Maliki) berkata Perkara yang disepakati oleh Ahlussunnah adalah berserah diri terhadap Sunnah ajaran Nabi ﷺ tidak ditentang dengan pendapat akal pribadi dan kias-kias manusia.

Tidak ada ijtihad jika sudah ada nash (dalil) yang shahih. Apa yang ditafsirkan para Shalafush Shalih, maka kita menerimanya, apa yang mereka kerjakan kita lakukan, demikian juga apa yang ditinggalkan, maka kita pun meninggalkannya.

Merekalah yang paling semangat untuk beramal. Kita mengikuti apa yang mereka fatwakan, dan Ahlus Sunnah tidak boleh keluar dari Jama’ah baik apa yang mereka sepakati atau apa saja yang mereka perselisihkan.

Jika ada dua pendapat yang berselisih, maka kita tidak boleh menambah perselisihan yang ketiga. Cukup memilih yang ada, berdasarkan petunjuk para ulama.

Para ulama berkata,

لَوْ كَانَ خَيرْاً لَسَبَقُوْنَا إِلَيْهِ

“Seandainya amalan tersebut baik, tentu mereka (para sahabat) sudah mendahului kita untuk melakukannya.”

Dan kita hendaknya menjaga apa yang mereka jaga, kita ikuti apa yang telah mereka fatwakan, kita tidak boleh keluar dari jamaah mereka. Apa yang kami (Abu Zaid) jelaskan di atas, adalah pendapat para ulama Ahlus Sunnah dan Imam malik Rahimahumullah.

Abu Abdallah Muhammad ibn Abdillah bin Abi Zamanin (Kitab Ushul Sunnah Ibnu Abi Zamanin) berkata sunnah adalah dalil bagi Al-Qur’an dan tidak bisa didapatkan dengan qiyas. Maka, sumber hukum adalah Al-Qur’an dan sunnah. Dab landasan akidah adalah wahyu, bukan dari akal. Seseorang ketika berpegang pada tafsir Al-Qur'an harus berpegang pada jumhur ulama Ahlussunnah.

Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Az-Zumar Ayat 18:

ٱلَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ ٱلْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُۥٓ ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ هَدَىٰهُمُ ٱللَّهُ ۖ وَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمْ أُو۟لُوا۟ ٱلْأَلْبَٰبِ

Yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal.

Dalam Surat Yusuf Ayat 108:

قُلْ هَٰذِهِۦ سَبِيلِىٓ أَدْعُوٓا۟ إِلَى ٱللَّهِ ۚ عَلَىٰ بَصِيرَةٍ أَنَا۠ وَمَنِ ٱتَّبَعَنِى ۖ وَسُبْحَٰنَ ٱللَّهِ وَمَآ أَنَا۠ مِنَ ٱلْمُشْرِكِينَ

Katakanlah: "Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik".

Imam Abu'l Mudhafar  Al-Samani rahimahullah berkata sesungguhnya kita diperintahkan untuk ittibâ mengikuti ajaran Nabi ﷺ dan terus ittibâ dan dilarang dari berbuat bid'ah dan syiar Ahlus Sunnah adalah mengikuti salafus Shahih dan meninggalkan bid'ah.

Imam al-Asfahani rahimahullah menekankan kewajiban setiap hamba untuk waspada terhadap hal-hal baru yang muncul dalam agama. Setiap perkara yang baru dalam agama adalah bid'ah dan kewajiban Ahlus sunnah adalah membenarkan dan tidak menentang seluruh ajaran Rasulullah ﷺ. Berbicara atau berdebat perkara agama yang sudah jelas dalilnya adalah bid'ah, dan itu akan membuat keraguan dalam hati dan menghalangi kebenaran.

Maka, jika sudah jelas maka sampaikan, jika untuk berdebat maka tinggalkan.

Seseorang dikatakan alim, bukan dari banyaknya riwayat, (ijazah) tetapi seorang dikatakan berilmu jika dia benar-benar ittibâ dan ilmunya bermanfaat bagi dirinya.

Maka, ada istilah Hadits musalsal bil awwaliyah, yaitu hadits yang disampaikan pertama kali, dan hal ini menjadi tradisi yang diwariskan kepada para murid. Hadits musalsal bil awwaliyah yang terkenal adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi berikut.

الرَّاحِمُونَ يَرْحَمُهُمُ الرَّحْمَنُ ، ارْحَمُوا مَنْ فِي الأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ

“Orang-orang yang suka mengasihi (sesamanya) akan dikasihi oleh Zat Yang Maha Pengasih. Maka kasihilah penghuni bumi, maka kalian akan dikasihi para penghuni langit,” (Lihat Abu Isa At-Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi, juz III, halaman 217).

Siapa yang menyelisihi ajaran sahabat, maka dia sesat meskipun dia banyak ilmunya. Karena apa yang didapat dari sahabat adalah berasal dari Nabi ﷺ yang merupakan wahyu. Rasul-Nya telah menjelaskan perkara agama dengan gamblang, maka siapa yang menyelisihi sahabat maka dia sesat!

Merekalah golongan yang selamat. Dalam riwayat At-Tirmidzi, dari ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,

“.... Sesungguhnya bani Israil terpecah menjadi tujuh puluh dua golongan dan umatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan. Semuanya masuk ke dalam neraka. kecuali satu golongan.”

Para sahabat bertanya, “Siapakah mereka, wahai Rasulullah?”

Beliau menjawab, “Mereka adalah golongan yang berjalan di atas jalan ditempuh oleh aku dan para sahabatku. ” (HR. Tirmidzi no. 2641, dinilai hasan oleh Al-Albani)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ

“Sebaik-baik manusia ialah pada generasiku, kemudian generasi berikutnya, kemudian generasi berikutnya.” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 3651, dan Muslim, no. 2533)

Ahlussunnah tidak memiliki organisasi, tidak memiliki pemimpin dan yang memimpin adalah Rasulullah ﷺ. Manhaj adalah apa yang tertancap di hati. Inilah prinsip Ahlus Sunnah.

Mereka mengikuti ulama yang memiliki pemahaman yang sesuai dengan cara yang Rasulullah dan para sahabat lakukan.

Dakwah salaf tidak memiliki kelompok atau organisasi yang rahasia (diam-diam), tidak ada aksi rahasia yang khusus, tidak ada baiat kecuali kepada pemimpin negeri tersebut. Tidak ada baiat kepada pemimpin organisasi dan tidak ada agenda atau pertemuan rahasia.

Baiat syar'i ada dua:
1. Baiat kepada Rasulullah ﷺ dengan mengikuti sunnah-sunnahnya.
2. Baiat kepada pemimpin dengan mengikuti apa yang sesuai dengan syariat.

Di kalangan sufi, biasanya ada baiat pemimpinnya seperti mayit yang pasrah diapakan saja sehingga menjadi taklid buta.

Dakwah salafiyah tidak tertutup, terbuka untuk siapa saja asal muslim dan tidak musyrik. Tidak memiliki sayap politik atau militer, dan tidak menentang pemerintah resmi. Ahlussunnah memberikan nasihat baik kepada pemerintah dan rakyat dengan

Berkata Imam Ibnu Taimiyyah rahimahullah, mereka para ulama mengikuti risalah Nabi ﷺ, tidak berbicara tanpa dalil, karena akan menjadi sebab munculnya bid'ah di tengah umat. Hingga mereka binasa, maka berpegang teguh kepada sunnah adalah kunci keselamatan.

Imam Malik rahimahullah berkata:

السنة سفينة نوح، من ركبها نجا و من تخلف عنها غرِق

“Sunnah itu seperti perahu Nabi Nuh. Siapa saja yang menaikinya, maka selamat. Dan siapa saja yang terlambat menaikinya, maka ia akan tenggelam (binasa)".

Ucapan ini sungguh benar karena sesungguhnya yang naik perahu nabi Nuh adalah orang-orang yang membenarkan para rasul sedangkan yang tidak naik adalah yang mendustakan para rasul. Maka siapa yang mengikuti sunnah seperti orang-orang yang naik perahu nabi Nuh secara dzahir dan bathin.

Orang-orang yang tidak mengikuti Nabi ﷺ seperti orang yang tidak naik perahu nabi Nuh, begitulah apabila seorang muslim mengikuti ajaran ahlul kalam ~ filsafat, maka akan mendapat kesesatan dan kekufuran. Sungguh sangat sedikit yang selamat kecuali yang Allah beri rahmat.

Maka, akidah tidak diambil dari ahli filsafat, dimana mempelajari agama diambil dari orang-orang kafir. Tapi, para sahabat adalah manusia yang paling tahu agama ini, karena mereka belajar langsung dari Nabi ﷺ. Merekalah yang paling kuat berjihad.

Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu’anhu berkata, “Barangsiapa diantara kalian yang ingin menjadikan seseorang sebagai panutan, maka jadikanlah orang yang sudah mati sebagai panutan. Karena yang masih hidup tidak aman dari fitnah. Mereka (yang sudah mati itu, red) adalah para sahabat Rasulullah. Mereka adalah orang-orang yang paling utama (generasi terbaik) dari umat ini, hati mareka paling bertaqwa, paling dalam ilmunya, dan paling sedikit menyusahkan diri. Allah memilih mereka untuk menemani NabiNya, menegakkan agamaNya. Maka, fahamilahlah keutamaan mereka dan ikutilah jejak mereka. Sesungguhnya mereka berada diatas jalan yang lurus.”

Dalam riwayat lain disebutkan ‘Abdullah Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu mengatakan,

إِنَّ اللهَ نَظَرَ فِي قُلُوْبِ الْعِبَادِ فَوَجَدَ قَلْبَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَيْرَ قُلُوْبِ الْعِبَادِ، فَاصْطَفَاهُ لِنَفْسِهِ فَابْتَعَثَهُ بِرِسَالَتِهِ، ثُمَّ نَظَرَ فِي قُلُوْبِ الْعِبَادِ بَعْدَ قَلْبِ مُحَمَّدٍ، فَوَجَدَ قُلُوْبَ أَصْحَابِهِ خَيْرَ قُلُوْبِ الْعِبَادِ فَجَعَلَهُمْ وُزَرَاءَ نَبِيِّهِ يُقَاتِلُوْنَ عَلَى دِيْنِهِ، فَمَا رَأَى الْمُسْلِمُوْنَ حَسَنًا فَهُوَ عِنْدَ اللهِ حَسَنٌ، وَمَا رَأَوْا سَيِّئًا فَهُوَ عِنْدَ اللهِ سَيِّئٌ

“Sesungguhnya Allah memperhatikan hati para hamba-Nya. Allah mendapati hati Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah hati yang paling baik, sehingga Allah memilihnya untuk diri-Nya dan mengutusnya sebagai pembawa risalah-Nya. Kemudian Allah melihat hati para hamba-Nya setelah hati Muhammad. Allah mendapati hati para sahabat beliau adalah hati yang paling baik. Oleh karena itu, Allah menjadikan mereka sebagai para pendukung Nabi-Nya yang berperang demi membela agama-Nya. Apa yang dipandang baik oleh kaum muslimin (para sahabat), pasti baik di sisi Allah. Apa yang dipandang buruk oleh mereka, pasti buruk di sisi Allah.” (Diriwayatkan oleh Ahmad dalam al-Musnad, I/379, no. 3600. Syaikh Ahmad Syakir mengatakan bahwa sanadnya shohih).

Para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang-orang yang paling tinggi ilmunya. Merekalah yang paling paham perkataan dan perilaku Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Merekalah manusia yang paling paham tentang Al-Qur’an, karena mereka telah mendampingi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala wahyu diturunkan, sehingga para sahabat benar-benar mengetahui apa yang diinginkan oleh Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.

•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ

“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم