بِسْـمِ اللَّهِ الرحمن الرحيم
📚┃ Materi : Kewajiban Amar Ma'ruf Nahi Munkar
🎙┃ Pemateri : Ustadz Mishbah Abu Zakariya hafizhahullah.
🗓┃ Hari, Tanggal : Ahad, 23 November 2025 M / 2 Jumadil Akhir 1447 H
🕌┃ Tempat : Masjid Al-Ikhlas - Safira Residence Singopuran
Setelah memuji Allâh dan bershalawat atas Nabi-Nya, Ustadz mengawali kajian dengan mengingatkan kita untuk selalu bersyukur atas nikmat yang telah Allah Ta’ala berikan.
Setiap Rasul yang Allah utus dan setiap kitab yang Allah turunkan, semuanya mengajarkan amar ma’ruf nahi mungkar.
Ma'ruf menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah adalah suatu nama yang mencakup apa-apa yang dicintai Allah ﷻ dari iman dan amal shaleh. Sedangkan munkar adalah suatu nama yang mencakup apa-apa yang dibenci Allah ﷻ dan dilarangnya.
Dalilnya adalah firman-Nya dalam Al-Qur’an:
كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَلَوْءَامَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُمْ مِّنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرَهُمُ الْفَاسِقُونَ
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik“. [Ali Imron/3 :110]
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةُُ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَأُوْلاَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar; mereka adalah orang-orang yang beruntung“. [Al-Imran/3:104].
Ibnu Katsir berkata dalam menafsirkan ayat ini, ”Maksud dari ayat ini, hendaklah ada sebagian umat ini yang menegakkan perkata ini”.
Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيمَانِ
“Barang siapa yang melihat satu kemungkaran, maka rubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu maka dengan lisannya dan jika tidak mampu maka dengan hatinya, dan itu selemah-lemahnya iman“. [HR Muslim].
Hadits ini mengindikasikan bahwa merubah kemungkaran sifatnya bertingkat tergantung kemampuan kita dalam melakukannya, tidak serta merta seseorang melakukan nahi munkar karena bisa jadi berakibat kemungkaran yang lebih besar.
Syarat-syarat Amar Ma'ruf Nahi Munkar
Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Yusuf Ayat 108:
قُلْ هَٰذِهِۦ سَبِيلِىٓ أَدْعُوٓا۟ إِلَى ٱللَّهِ ۚ عَلَىٰ بَصِيرَةٍ أَنَا۠ وَمَنِ ٱتَّبَعَنِى ۖ وَسُبْحَٰنَ ٱللَّهِ وَمَآ أَنَا۠ مِنَ ٱلْمُشْرِكِينَ
Katakanlah: "Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik".
- Berdakwah harus dengan hujjah yang jelas dilandasi ilmu.
Jangan sampai menghasilkan sesuatu yang terbalik, tauhid dikira syirik dan Syirik dianggap tauhid, demikian juga sunnah dianggap bid'ah dan sebaliknya.
Demikian juga harus memperhatikan apa hasil yang akan didapat, apakah kebaikannya akan lebih banyak ataukah keburukannya akan lebih besar. Seperti seseorang yang menghentikan pemuda yang sedang minum-minuman, apakah dengan menyetopnya, menghasilkan maslahat yang lebih besar daripada mudharatnya, maka pertimbangan inilah yang membolehkan seseorang melakukannya.
Syekhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Barang siapa yang memerintahkan hal yang ma’ruf dan mencegah dari kemungkaran, maka hendaknya dia memiliki ilmu tentang hal yang dia perintahkan dan hal yang dia larang, serta bersikap lembut dan santun ketika memerintah dan melarang. Hendaknya, ilmu didahulukan sebelum memerintah, sedangkan sikap lembut dan santun harus selalu menyertai perintah. Jika tidak berilmu, maka dia tidak boleh mengerjakan segala sesuatu yang ilmu tentangnya tidaklah dia miliki.”
- Mengajak manusia kepada jalan Allah ﷻ.
Firman-Nya dalam ayat di atas: أَدْعُوٓا۟ إِلَى ٱللَّهِ ۚ, )mengajak kepada Allah ﷻ) Bukan mengajak masa ke dirinya, kelompoknya atau organisasinya. Karena standar kebenaran hanyalah dari Allah ﷻ dan Rasul-Nya, bukan dirinya atau makhluk yang lain.
Perhatikan Imam Malik Rahimahullah, Sebagaimana direkam oleh As-Sakhawi (Al-Maqashid Al-Hasanah, Hlm. 513) menyatakan:
كُلُّ أَحَدٍ يُؤْخَذُ مِنْ قَوْلِهِ وَيُرَدُّ إِلا صَاحِبَ هَذَا الْقَبْرِ
“Setiap orang bisa diambil perkataannya, bisa juga ditolak, kecuali penghuni kubur ini (yaitu Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa sallam).”
- Mengajak kepada Tauhid dan Menjauhi Syirik
Amar Ma'ruf harus dilandasi dengan Tauhid yang benar, dan menjauhi syirik.
Menjelaskan tauhid dengan kaidah yang benar baik dari sisi Uluhiyah, Rububiyah maupun asma dan shifat.
Demikian juga mengajak untuk beribadah kepada keikhlasan dan menjauhi kesyirikan. Hanya kepada-Nya kita beribadah dan berdo'a, dan tidak menjadikan kuburan sebagai perantara dalam beribadah.
Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Az-Zumar Ayat 3:
أَلَا لِلَّهِ ٱلدِّينُ ٱلْخَالِصُ ۚ وَٱلَّذِينَ ٱتَّخَذُوا۟ مِن دُونِهِۦٓ أَوْلِيَآءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَآ إِلَى ٱللَّهِ زُلْفَىٰٓ
Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya".
Demikian juga, amar ma'ruf nahi munkar dalam pengaruh jimat (namimah). Bermaksud untuk mendatangkan manfaat –seperti dagangannya laris atau agar penyakitnya sembuh- atau ingin menolak mudhorot (bahaya) –seperti menolak ‘ain (mata dengki) atau menolak wabah penyakit-.
Dari ‘Imron bin Hushain radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- أَبْصَرَ عَلَى عَضُدِ رَجُلٍ حَلْقَةً أُرَاهُ قَالَ مِنْ صُفْرٍ فَقَالَ « وَيْحَكَ مَا هَذِهِ ». قَالَ مِنَ الْوَاهِنَةِ قَالَ « أَمَا إِنَّهَا لاَ تَزِيدُكَ إِلاَّ وَهْناً انْبِذْهَا عَنْكَ فَإِنَّكَ لَوْ مِتَّ وَهِىَ عَلَيْكَ مَا أَفْلَحْتَ أَبَداً
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melihat di lengan seorang pria gelang yang dinampakkan padanya. Pria tersebut berkata bahwa gelang itu terbuat dari kuningan. Lalu beliau berkata, “Untuk apa engkau memakainya?” Pria tadi menjawab, “(Ini dipasang untuk mencegah dari) wahinah (penyakit yang ada di lengan atas). Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda, “Gelang tadi malah membuatmu semakin lemah. Buanglah! Seandainya engkau mati dalam keadaan masih mengenakan gelang tersebut, engkau tidak akan beruntung selamanya.” (HR. Ahmad 4: 445 dan Ibnu Majah no. 3531).
Syarat selanjutnya akan dibahas pada pertemuan selanjutnya... InshaAllah.
•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ
“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم