Niatilah untuk Menuntut Ilmu Syar'i

Rasulullah ﷺ bersabda, “Barangsiapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah, maka Allah akan memahamkan dia dalam urusan agamanya.”
(HR. Bukhari no. 71 dan Muslim no. 2436)
Kajian Aqidah

بسم الله الرحمن الرحيم

📚 Kajian Kitab Manhaj Salaf, Karya Prof. Dr. Muhammad bin Umar Bazmul Hafidzahullah
🎙┃ Ustadz Mohammad Alif, Lc. حفظه الله تعالى
🗓️┃Jum'at, 3 Oktober / 11 Rabi’ul Awal 1447 H
🕰️┃ Ba'da Maghrib
🕌┃ Masjid Al-Qomar - Jl. Slamet Riyadi No. 414 Rel Bengkong Purwosari, Solo



Ciri-ciri dakwah salaf telah dijelaskan sebelumnya:

1. Sikap loyalitas (wala'dan bara') dibangun diatas ittibâ kepada Rasulullah ﷺ.
2. Syiarnya mengikuti dan meneladani Rasulullah ﷺ.
3. Berjalan di atas Pertengahan dalam segala urusan mereka.
4. Mereka adalah orang yang Menjaga Persatuan dan Keteguhan di Atas Kebenaran.

Lanjutan ciri ke-4:

Dan orang-orang yang bersabar atas perkataan ahlul ahwa, karena mengandung kebenaran; Setiap bid'ah yang didukung oleh suatu golongan besar, pasti mengandung sebagian kebenaran yang dibawa oleh Rasulullah dan disepakati oleh para ahli sunnah dan hadis, sehingga mewajibkan diterimanya bid'ah tersebut. Sebab, bid'ah yang bathil tidak dapat diterima dalam kondisi apa pun.

Singkatnya, keteguhan dan kemantapan para ahli Sunnah dan sunah berkali-kali lipat lebih besar daripada para ahli kalam dan filsafat. Sungguh, seorang filsuf (ahlul filsafat) lebih banyak bingung dan bimbang daripada ahlul kalam, karena Ahlul Kalam masih ada memiliki kebenaran yang ia terima dari para nabi yang tidak dimiliki oleh seorang filsuf (filsafat). Karena alasan inilah, Anda akan mendapati Abu al-Husain al-Basri dan semisalnya (dari kalangan ahlul Kalam) lebih teguh daripada Ibnu Sina dan sejenisnya (Dari kalangan ahlul filsafat).

Demikian pula, Anda akan menemukan bahwa para ahlulkalam dan filsafat adalah orang-orang yang paling terpecah belah, padahal masing-masing mengklaim bahwa apa yang mereka katakan adalah kebenaran mutlak yang dibuktikan dengan bukti. Ahli Sunnah dan Hadits adalah yang paling sepakat dan bersatu.

Setiap kelompok yang paling dekat dengan Ahlussunnah adalah yang paling dekat dalam hal kesepakatan dan persatuan. Mu'tazilah lebih sepakat dan bersatu daripada para filsafat, karena para filsuf memiliki lebih banyak perkataan tentang wahyu ilahi, kebangkitan, dan nubuat, bahkan tentang fisika, matematika, dan deskripsi langit yang paling banyak menyimpang yang tidak dapat dihitung kecuali oleh Yang Maha Agung.

Mereka yang menghimpun kitab-kitab para ulama terdahulu (dari ahlul Kalam dan filsafat), seperti Abu al-Hasan al-Asy'ari dalam kitabnya al-Maqalat, dan Qadhi Abu Bakar dalam kitabnya al-Daqa'iq dari kitab-kitab mereka, menyebutkan lebih banyak dari al-Farabi, Ibnu Sina, dan orang-orang seperti mereka, berkali-kali..." ( Naqdhi Al-Mantiq (hlm. 42-44).).

Ahlussunnah, Mereka tidak memiliki perselisihan yang tercela yang merupakan sebab kelemahan, dan seseorang tidak dapat diselamatkan darinya kecuali dengan menaati Allah dan Rasul-Nya.

Allah ﷻ berfirman:

وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ ۖ وَاصْبِرُوا ۚ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ [ الأنفال: 46]

Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. [Anfal: 46]

Maka, dengan mengikuti Sunnah, mengamalkannya, dan memahaminya sebagaimana para salafusaleh, maka berarti pula taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Itulah jalan keselamatan dari perbedaan yang tercela.

Al-Tirmidzi meriwayatkan dalam Sunan-nya, dalam Kitab Ilmu, bab tentang Berpegang pada Sunnah dan Menjauhi Bid'ah, dan Abu Dawud memasukkannya dalam Kitab Sunnah-nya, bab tentang Berpegang pada Sunnah:

عَنِ الْعِرْبَاضِ بْنِ سَارِيَةَ رَضِيَ اللّٰـهُ عَنْهُ قَالَ :صَلَّـىٰ بِنَا رَسُوْلُ اللّٰـهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ ، ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَيْنَا ، فَوَعَظَنَا مَوْعِظَةً بَلِيْغَةً ؛ ذَرَفَتْ مِنْهَا الْعُيُوْنُ ، وَوَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُوْبُ ، قَالَ قَائِلٌ : يَا رَسُوْلَ اللّٰـهِ ! كَـأَنَّ هٰذِهِ مَوْعِظَةُ مُوَدِّعٍ ، فَـمَـاذَا تَعْهَدُ إِلَيْنَا ؟ فَقَالَ : «أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللّٰـهِ ، وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدٌ حَبَشِيٌّ ، فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِيْ فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِـيْرًا ، فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِيْ وَسُنَّةِ الْـخُلَفَاءِ الْـمَهْدِيِّيْنَ الرَّاشِدِيْنَ ، تَـمَسَّكُوْا بِـهَا وَعَضُّوْا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ ،

Diriwayatkan dari al-‘Irbâdh bin Sâriyah Radhiyallahu anhu bahwa ia berkata, “Suatu hari Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat bersama kami, kemudian beliau menghadap kepada kami, lalu memberikan nasehat kepada kami dengan nasehat yang membekas pada jiwa, yang menjadikan air mata berlinang dan membuat hati menjadi takut, maka seseorang berkata, ‘Wahai Rasulullâh! Seolah-olah ini adalah nasehat dari orang yang akan berpisah, maka apakah yang engkau wasiatkan kepada kami?’ Maka Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Aku wasiatkan kepada kalian agar tetap bertakwa kepada Allah, tetaplah mendengar dan taat, walaupun yang memerintah kalian adalah seorang budak dari Habasyah. Sungguh, orang yang masih hidup di antara kalian sepeninggalku, niscaya ia akan melihat perselisihan yang banyak, maka wajib atas kalian berpegang teguh kepada Sunnahku dan Sunnah Khulafâr Râsyidîn yang mendapat petunjuk. Peganglah erat-erat dan gigitlah dia dengan gigi geraham kalian.”

Dalam riwayat Ibnu Majah, beliau berkata: Rasulullah ﷺ bersabda:

قَدْ تَرَكْتُكُمْ عَلَى الْبَيْضَاءِ لَيْلُهَا كَنَهَارِهَا لاَ يَزِيغُ عَنْهَا بَعْدِيْ إِلاَّ هَالِكٌ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِمَا عَرَفْتُمْ مِنْ سُنَّتِيْ وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّينَ عَضُّوْا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَعَلَيْكُمْ بِالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا فَإِنَّمَا الْمُؤْمِنُ كَالْجَمَلِ اْلأَنِفِ حَيْثُمَا قِيدَ انْقَادَ

“Aku telah meninggalkan kalian di atas (agama) yang putih (terang, jelas); malamnya seperti siangnya, tidak ada seorang pun menyimpang darinya, melainkan orang yang binasa. Barangsiapa di antara kalian yang hidup setelahku, dia akan melihat perselisihan yang banyak. Maka, hendaklah kalian berpegang teguh dengan sesuatu yang kalian ketahui dari Sunnahku dan Sunnah para khulafâur râshidin yang mendapat petunjuk. Gigitlah sunnah-sunnah tersebut dengan geraham-geraham kalian. Hendaklah kalian taat walaupun kepada budak Habsyi (yang menjadi pemimpinmu), karena seorang Mukmin itu seperti onta yang penurut (jinak), ke mana ia di bawa, ia tunduk”.

Wasiat Rasulullah ini merupakan salah satu perkataan yang ringkas namun maknanya lengkap (Jaami’ul kalim), yang tidak ada satu hal pun yang dikecualikan darinya.

Ini adalah prinsip dasar agama yang agung. Hal ini karena kehidupan manusia dikelilingi oleh hubungan.

1. Hubungan tersebut bisa berupa hubungan antara seorang hamba dengan Tuhannya.
2. Hubungan antara seorang hamba dengan masyarakatnya.
3. Hubungan dengan dirinya sendiri.

Hadis ini menjelaskan hubungan hamba dengan Tuhannya dalam firman-Nya: "أوصيكم بتقوى الله" "Aku menasihatimu untuk bertakwa kepada Allah."

Hadis ini juga menjelaskan hubungan hamba dengan masyarakatnya, dalam firmannya:

وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدٌ حَبَشِيٌّ ، فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِيْ فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِـيْرًا ، فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِيْ وَسُنَّةِ الْـخُلَفَاءِ الْـمَهْدِيِّيْنَ الرَّاشِدِيْنَ ، تَـمَسَّكُوْا بِـهَا وَعَضُّوْا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ

"Tetaplah mendengar dan taat, walaupun yang memerintah kalian adalah seorang budak dari Habasyah. Sungguh, orang yang masih hidup di antara kalian sepeninggalku, niscaya ia akan melihat perselisihan yang banyak, maka wajib atas kalian berpegang teguh kepada Sunnahku dan Sunnah Khulafâr Râsyidîn yang mendapat petunjuk. Peganglah erat-erat dan gigitlah dia dengan gigi geraham kalian."

Hubungan dengan diri sendiri dijelaskan dalam perintah untuk bertakwa kepada Allah ﷻ dan berpegang teguh pada Sunnah. Perintah ini memberi tahu kita tentang keutamaan mengikuti Sunnah Rasulullah.

Hadis ini juga memberi tahu kita tentang sesuatu yang akan terjadi. Apakah perkara itu? Beliau bersabda bahwa akan ada banyak perbedaan di antara umat Islam dibandingkan dengan apa yang terjadi pada zamannya:

مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِيْ فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِـيْرًا

"Orang yang masih hidup di antara kalian sepeninggalku, niscaya ia akan melihat perselisihan yang banyak."

Apa itu keselamatan? Apa itu pembebasan? Bagaimana seseorang bisa ikhlas?

"فعلیكم بسنتي، وسنة الخلفاء الراشدين المهديين من بعدي، عضوا عليها بالنواجذ"

Ia bersabda: "Maka, berpeganglah pada Sunnahku dan Sunnah para Khalifah yang datang setelahku. Peganglah erat-erat."

Dengan mengikuti jejak Rasulullah dan para sahabatnya, Anda telah melindungi diri dari perbedaan-perbedaan yang tercela. Anda melindungi diri dari terjerumus ke dalam bentuk-bentuk perbedaan dan perpecahan yang dikutuk Islam.

Ciri Kelima: Mereka Menyibukkan Diri untuk menegakkan agama dengan mencari dan mengamalkan ilmu Syar’i.

Bagi mereka Ahlussunnah, ilmu berarti mengikuti sunah-sunah. Mereka mengumpulkan ayat-ayat dan hadits-hadist,serta hadits-hadits yang diriwayatkan dari para sahabat, dan mempelajarinya. Mereka mengikuti pemahaman para Muslim terdahulu, dan tidak menggunakan penafsiran apa pun dalam memahami teks-teks yang menyimpang dari pemahaman para sahabat.

Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: "Ilmu yang disyariatkan dan ritual-ibadah yang disyariatkan berasal dari para sahabat Rasulullah. Adapun ilmu-ilmu setelah mereka (para sahabat), maka ilmu tersebut tidak boleh dijadikan landasan pokok, meskipun pemiliknya dimaafkan. Akan tetapi, ia diberi pahala atas ijtihad atau taqlidnya. Barangsiapa yang mendasarkan pembahasan ilmunya—dasar-dasar dan cabang-cabangnya—pada Al-Qur'an, Sunnah, dan hadis-hadis yang diriwayatkan dari para pendahulunya, maka ia telah menempuh jalan kenabian. Demikian pula, barangsiapa yang mendasarkan kehendak, ibadah, amal, dan mendengarkan dasar-dasar amal dan cabang-cabangnya, termasuk keadaan amalan hati dan badan, pada iman, Sunnah, dan tuntunan yang telah ditetapkan Muhammad dan para sahabatnya, maka ia telah mengikuti jalan nubuwah (kenabian). Inilah jalan para imam terdahulu.

Setiap kali Imam Ahmad menyebutkan prinsip-prinsip Sunnah, beliau bersabda: "Ia mengikuti apa yang diikuti oleh para sahabat Rasulullah ﷺ." Beliau menulis kitab-kitab tafsir yang disandarkan kepada Nabi ﷺ, para sahabat, dan para tabi'in.

Beliau juga menulis kitab-kitab hadis dan hadis yang disandarkan kepada Nabi ﷺ, para sahabat, dan para tabi'in. Beliau bersandar pada prinsip-prinsip ini dan cabang-cabangnya dalam karya-karya ilmiahnya, sampai-sampai beliau berkata dalam suratnya kepada Khalifah pada masanya, al-Mutawakkil: "Aku tidak suka membahas hal-hal ini kecuali yang ada di dalam Kitab Allah, atau dalam hadis yang disandarkan kepada Rasulullah ﷺ, para sahabat, atau para tabi'in. Adapun selain dari itu, maka membahasnya tidak terpuji."

•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ

Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم