Niatilah untuk Menuntut Ilmu Syar'i

Rasulullah ﷺ bersabda, “Barangsiapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah, maka Allah akan memahamkan dia dalam urusan agamanya.”
(HR. Bukhari no. 71 dan Muslim no. 2436)
Kajian Islam
Ikhlas Sulit, tapi Tidak Mustahil
Ikhlas Sulit, tapi Tidak Mustahil

Ikhlas Sulit, tapi Tidak Mustahil

Pembahasan Masalah Ikhlas yang Penting untuk Selalu Diingatkan!

DAURAH QATAR KE-23
Bersama: Ustadz Ahmad Zainudin, Lc Hafidzahullah
Doha, 19 Mei 2023 / 29 Syawal 1444

Ikhlas merupakan amalan hati yang perlu mendapatkan perhatian khusus secara mendalam dan dilakukan secara terus-menerus. Baik ketika hendak beramal, sedang beramal, maupun ketika sudah beramal. Hal ini dilakukan agar amalan yang dilakukan bernilai di hadapan Allah. 
 
Ibnul Qayim Rahimahullah menjelaskan keagungan amalan-amalan hati : Amalan–amalan hati ialah pokok adapun amalan–amalan anggota badan adalah pengikut dan penyempurna. Sesungguhnya niat sekedudukan dengan ruh, adapun amalan sekedudukan dengan jasad, sehingga apabila ruh telah terpisah dengan jasad maka binasalah. Oleh sebab itu mengetahui hukum – hukum hati lebih penting dari pada mengetahui hukum-hukum jasad.
 

Ringkasan kajian pada Daurah Qatar ke-23 yang disampaikan oleh Ustadz Ahmad Zainuddin Al-Banjary Hafidzahullah



Setelah memuji Allâh Ta'ala dan bershalawat kepada Nabi ﷺ, Ustadz mengawali kajian dengan mengingatkan kita untuk selalu bersyukur atas nikmat yang diberikan kepada kita, hingga dipertemukan di rumah Allâh ﷻ untuk menuntut ilmu syar’i. Judul kajian kita pada hari ini adalah Ikhlas Sulit, tapi Tidak Mustahil.

Dengan nama-nama Allâh ﷻ yang khusna dan sifat-sifat Allâh ﷻ yang 'ulya kita berdo'a:

اَللّٰهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا وَرِزْقًا طَيِّبًا وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً

ᴀʟʟᴀʜᴜᴍᴍᴀ ɪɴɴɪ ᴀꜱ-ᴀʟᴜᴋᴀ ‘ɪʟᴍᴀɴ ɴᴀᴀꜰɪ’ᴀɴ ᴡᴀ ʀɪᴢQᴏɴ ᴛʜᴏʏʏɪʙᴀɴ ᴡᴀ ‘ᴀᴍᴀʟᴀɴ ᴍᴜᴛᴀQᴀʙʙᴀʟᴀ

“Ya Allah, sungguh aku memohon kepadaMu, ilmu yang bermanfaat, rizki yang baik, dan amalan yang diterima". (HR. Ibnu Majah).

Rasulullah ﷺ selalu memberikan perhatian kepada para sahabat dalam mengajarkan kebaikan dengan metodologi yang mudah dan menarik perhatian. Pentingnya tema ini: ikhlas adalah bagaikan pondasi dalam sebuah bangunan, ruh dalam sebuah anggota tubuh. Bangunan tidak ada manfaatnya jika tidak ada pondasi dan manusia tidak ada gunanya tanpa ruh.

Urgensi ikhlas:

1. Ikhlas adalah pondasi amalan. Bagaikan ruh dalam jiwa atau pondasi dalam bangunan.

Ikhlas adalah dasar kesuksesan dan dasar keberuntungan yang dicari di dunia dan akhirat. Ikhlas ditinjau dari amalan seperti pondasi bangunan dan seperti kedudukan ruh dalam tubuh manusia, maka sebagaimana bangunan tidak akan kokoh selain ada pondasi yang kokoh dan dihalangi yang merusak, demikian juga amalan tanpa ikhlas tidak diterima amalannya.

Allâh ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an:

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاء وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya.” (Qs.Al-Bayyinah: 5)

2. Syarat Diterimanya amalan

Allah juga berfirman,

فَمَنْ كَانَ يَرْجُوْا لِقَاۤءَ رَبِّهٖ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَّلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهٖٓ اَحَدًا ࣖ

Maka barangsiapa mengharap pertemuan dengan Tuhannya maka hendaklah dia mengerjakan kebajikan dan janganlah dia mempersekutukan dengan sesuatu pun dalam beribadah kepada Tuhannya. (Surat Kahfi ayat 110).

Yakni dengan mengerjakan amal yang semata-mata hanya karena Allah, tiada sekutu bagi-Nya. Demikianlah syarat utama dari amal yang diterima oleh-Nya, yaitu harus ikhlas karena Allah dan sesuai dengan tuntunan syariat yang telah dijelaskan oleh Rasulullah ﷺ.

Maka para penuntut ilmu harus naik kelas, bukan hanya sekedar menggugurkan amal, tapi berusaha diterimanya amal.

3. Banyak sekali hal-hal yang melalaikan keikhlasan

Seorang ulama yang bernama Sufyan Ats Tsauri pernah berkata, “Sesuatu yang paling sulit bagiku untuk aku luruskan adalah niatku, karena begitu seringnya ia berubah-ubah.” Niat yang baik atau keikhlasan merupakan sebuah perkara yang sulit untuk dilakukan. (Tadzkiratus Sami’ wal Mutakallim dinukil dari Ma’alim fii Thariq Thalabil ‘Ilmi, hal. 19)

Kenapa sulit?

Karena tidak nampak dari hasil ibadah.

Sahl bin Abdullah rahimahullah mengatakan, ”Tidak ada sesuatu yang lebih berat bagi jiwa daripada keikhlasan, karena di dalamnya hawa nafsu tidak ambil bagian sama sekali.” (Jami’ul ‘Ulum, hal. 25)

💡 Konsep ikhlas: semakin rahasia maka semakin ikhlas. Ikhlas tidak mengambil bagian dari amal yang kelihatan kasat mata. Karena sifat manusia suka sanjungan, pujian dan hadiah.

💡 Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: tidak akan terkumpul di qalbu seorang hamba ikhlas dan riya. Karena sifat manusia ingin dipuji dan hadiah. Seperti bercampurnya minyak dan air.

💡 Diriwayatkan dari Mutharrif bin Abdullah rahimahullah bahwa dia mengatakan, ”Baiknya hati adalah dengan baiknya amalan. Sedangkan baiknya amalan adalah dengan baiknya niat.” (Jami’ul ‘Ulum, hal. 17)

💡 Yusuf bin Al Husain Ar-Razi rahimahullah mengatakan, ”Sesuatu yang paling sulit di dunia ini adalah ikhlas. Betapa sering aku berusaha mengenyahkan riya’ dari dalam hatiku, namun sepertinya ia kembali muncul dengan warna yang lain.” (Jami’ul ‘Ulum, hal. 25).

Imam Qurthubi rahimahullah berkata, seluruh amal bisa dimasuki riya kecuali puasa. Karena hanya Allâh ﷻ yang tahu nilai puasa, di dalamnya terdapat ikhlas. Dan pahalanya tidak dicatat malaikat, tetapi langsung Allâh ﷻ yang menilainya.

Ibnul Jauzi Rahimahullah berkata seluruh amal akan nampak mengerjakan dan sangat minim yang selamat dari kotoran kecuali puasa.

اَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللّٰهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ اَصْلُهَا ثَابِتٌ وَّفَرْعُهَا فِى السَّمَاۤءِۙ

Ibrahim ayat 24: Tidakkah kamu memperhatikan bagai-mana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya kuat dan cabangnya (menjulang) ke langit,

Makna Ikhlas:

Secara etimologi: Berasal dari huruf arab خَلُصَ bermakna Kebersihan (ashofa) , kebeningan(an naqaa) , dan kemurnian yaitu sesuatu yang murni yang tidak tercampur dengan hal-hal yang bisa mencampurinya.

Dikatakan bahwa “madu itu murni” jika sama sekali tidak tercampur dengan campuran dari luar, dan dikatakan “harta ini adalah murni untukmu” maksudnya adalah tidak ada seorangpun yang bersyarikat bersamamu dalam memiliki harta ini.

Allâh ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat An-Nahl ayat 66:

وَاِنَّ لَكُمْ فِى الْاَنْعَامِ لَعِبْرَةً ۚ نُسْقِيْكُمْ مِّمَّا فِيْ بُطُوْنِهٖ مِنْۢ بَيْنِ فَرْثٍ وَّدَمٍ لَّبَنًا خَالِصًا سَاۤىِٕغًا لِّلشّٰرِبِيْنَ

Dan sungguh, pada hewan ternak itu benar-benar terdapat pelajaran bagi kamu. Kami memberimu minum dari apa yang ada dalam perutnya (berupa) susu murni antara kotoran dan darah, yang mudah ditelan bagi orang yang meminumnya.

Yaitu susu itu sangatlah bersih dan tidak tercampur dengan setetes darahpun dan setitik kotoranpun.

Secara Syariat:

  • Imam Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan definisi ikhlas: seseorang tidak menuntut orang lain untuk melihat dalam amalnya kecuali Allâh ﷻ dan tidak menuntut diberi hadiah amalnya kecuali oleh Allâh ﷻ.

Ibnul Qoyyim rahimahullah menjelaskan, ada dua buah pertanyaan yang semestinya diajukan kepada diri kita sebelum mengerjakan suatu amalan. Yaitu: Untuk siapa? dan Bagaimana? Pertanyaan pertama adalah pertanyaan tentang keikhlasan. Pertanyaan kedua adalah pertanyaan tentang kesetiaan terhadap tuntunan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebab amal tidak akan diterima jika tidak memenuhi kedua-duanya (lihat Ighatsat al-Lahfan, hal. 113).

  • Ikhlas adalah menjadikan Allâh ﷻ satu-satunya yang diniatkan dalam Ibadah.
  • Ikhlas adalah setaranya amalan-amalan hamba baik dihadapan orang banyak atau sendirian.

Maka jika tidak istiqomah di saat sendirian, maka perlu dipertanyakan keikhlasannya.

Abdullah bin aun rahimahullah berkata: aku masuk waktu pagi dan aku berada dalam dua nikmat yang aku tidak tahu mana yang lebih besar, yaitu aku masuk Islam dan dosa-dosa yang Allâh ﷻ tutupi yang dengannya aib-aibku terjaga.

Persamaan (sinonim) nama ikhlas

Bermakna Iman:

QS An Nisa ayat 124:

وَمَنْ يَّعْمَلْ مِنَ الصّٰلِحٰتِ مِنْ ذَكَرٍ اَوْ اُنْثٰى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَاُولٰۤىِٕكَ يَدْخُلُوْنَ الْجَنَّةَ وَلَا يُظْلَمُوْنَ نَقِيْرًا

Dan barangsiapa mengerjakan amal kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan sedang dia beriman, maka mereka itu akan masuk ke dalam surga dan mereka tidak dizalimi sedikit pun.

Bermakna Islam

QS Ali Imran ayat 85:

وَمَنْ يَّبْتَغِ غَيْرَ الْاِسْلَامِ دِيْنًا فَلَنْ يُّقْبَلَ مِنْهُۚ وَهُوَ فِى الْاٰخِرَةِ مِنَ الْخٰسِرِيْنَ

Dan barangsiapa mencari agama selain Islam, dia tidak akan diterima, dan di akhirat dia termasuk orang yang rugi.

Bermakna Tauhid: Dalilnya Surat Al-Ikhlas.

Agar bisa ikhlas:

1. Mengetahui penyebab keikhlasan dan mengetahui kebalikan dari ikhlas dan penyebabnya.

Kebalikan ikhlas adalah riya (memperlihatkan atau memperbagus amal di hadapan manusia agar orang-orang memujinya dan memberi hadiah). Memperlihatkan amal terkadang tidak diinilai riya seperti untuk memberi contoh.

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata tidak akan berkumpul ikhlas dengan suka pujian dan sanjungan serta hadiah dari manusia. Agar terjauhkan dari niat dipuji dan disanjung, maka harus yakin dalam hati bahwa pujian dan sanjungan manusia tidak ada manfaatnya kecuali dari Allâh ﷻ.

Dalam sebuah hadits dinyatakan “Sesungguhnya apabila Allah mencintai seorang hamba, maka Dia menyeru Jibril dan berkata: wahai Jibril, sesungguhnya Aku mencintai fulan, maka cintailah ia. Maka Jibril pun mencintainya. Kemudian Jibril menyeru kepada penduduk langit: sesungguhnya Allah mencintai fulan, maka cintailah ia. Maka penduduk langit pun mencintainya. Kemudian ditanamkanlah kecintaan padanya di bumi. Dan sesungguhnya apabila Allah membenci seorang hamba, maka Dia menyeru Jibril dan berkata : wahai Jibril, sesungguhnya Aku membenci fulan, maka bencilah ia. Maka Jibril pun membencinya. Kemudian Jibril menyeru kepada penduduk langit: sesungguhnya Allah membenci fulan, maka benciilah ia. Maka penduduk langit pun membencnya. Kemudian ditanamkanlah kebencian padanya di bumi.” (HR. Bukhari Muslim)

2. Apapun yang kita inginkan dari manusia kecuali datang dari Allâh ﷻ

Manusia harus menjadikan Allah sebagai tujuan dengan senantiasa mengharap ridha-Nya, karena tidak ada manfaatnya menyandarkan sesuatu kepada manusia.

3. Banyak Berdo'a

Di antara yang dapat menolong seorang hamba untuk ikhlas adalah dengan banyak berdoa kepada Allah. Lihatlah Nabi kita Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, di antara doa yang sering beliau panjatkan adalah doa:

« اَللّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لاَ أَعْلَمُ »

ᴀʟʟᴏʜᴜᴍᴍᴀ ɪɴɴɪ ᴀᴜᴅᴢᴜʙɪᴋᴀ ᴀɴᴜꜱʏʀɪᴋᴀ ʙɪᴋᴀ ᴡᴀᴀɴᴀᴀ ᴀ'ᴀʟᴀᴍᴜ ᴡᴀ ᴀꜱᴛᴀɢʜꜰɪʀᴜᴋᴀ ʟɪᴍᴀᴀ ʟᴀᴀ ᴀ'ᴀʟᴀᴍᴜ.

“Ya Allah, aku memohon perlindungan kepada-Mu dari perbuatan menyekutukan-Mu sementara aku mengetahuinya, dan akupun memohon ampun terhadap perbuatan syirik yang tidak aku ketahui.” (Hadits Shahih riwayat Ahmad)

Dan lain sebagainya (karena tidak memungkinkan dijelaskan dalam waktu yang singkat.

Beberapa permasalahan yang berkaitan dengan Ikhlas:

1. Beramal karena inginkan surga atau pahala

Kedua-duanya tidak mengurangi keikhlasan.

  • Allah Memerintahkan untuk Berlomba Meraih Kenikmatan di Surga.

Setelah menyebutkan berbagai kenikmatan di surga dalam surat Al Muthaffifin, Allah Ta’ala pun memerintah untuk berlomba-lomba meraihnya,

وَفِي ذَلِكَ فَلْيَتَنَافَسِ الْمُتَنَافِسُونَ

“Dan untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba. ” (QS. Al Muthaffifin: 26)

  • Nabi Ibrahim ‘alaihis salam pun Meminta Surga

Sebagaimana do’a Nabi Ibrahim -kholilullah/ kekasih Allah-,

وَاجْعَلْنِي مِنْ وَرَثَةِ جَنَّةِ النَّعِيمِ (85) وَاغْفِرْ لِأَبِي إِنَّهُ كَانَ مِنَ الضَّالِّينَ (86) وَلَا تُخْزِنِي يَوْمَ يُبْعَثُونَ

“Dan jadikanlah aku termasuk orang-orang yang mempusakai surga yang penuh kenikmatan, dan ampunilah bapakku, karena sesungguhnya ia adalah termasuk golongan orang-orang yang sesat, dan janganlah Engkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan.” (QS. Asy Syu’ara: 85-87)

  • Dalam Al Qur’an pun Disebutkan Balasan dari Suatu Amalan

Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ كَانَتْ لَهُمْ جَنَّاتُ الْفِرْدَوْسِ نُزُلًا (107) خَالِدِينَ فِيهَا لَا يَبْغُونَ عَنْهَا حِوَلًا (108)

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka adalah surga Firdaus menjadi tempat tinggal, mereka kekal di dalamnya, mereka tidak ingin berpindah dari padanya.” (QS. Al Kahfi: 107-108)

Mengenai perkataan sebagian sufi,

لَمْ أَعْبُدْكَ شَوْقًا إلَى جَنَّتِكَ وَلَا خَوْفًا مِنْ نَارِكَ

“Aku tidaklah beribadah pada-Mu karena menginginkan nikmat surga-Mu dan takut pada siksa neraka-Mu”, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah telah memberikan jawaban,

“Perkataan ini muncul karena sangkaannya bahwa surga sekedar nama tempat yang akan diperoleh berbagai macam nikmat. Sedangkan neraka adalah nama tempat yang mana makhluk akan mendapat siksa di dalamnya. Ini termasuk mendeskreditkan dan meremehkan yang dilakukan oleh mereka-mereka karena salah paham dengan kenikmatan surga. Kenikmatan di surga adalah segala sesuatu yang dijanjikan kepada wali-wali Allah dan juga termasuk kenikmatan karena melihat Allah. Yang terakhir ini juga termasuk kenikmatan di surga. Oleh karenanya, makhluk Allah yang paling mulia selalu meminta surga pada Allah dan selalu berlindung dari siksa neraka.” (Majmu Fatawa)

Melihat wajah Allah di akhirat kelak, itulah kenikmatan yang paling besar dan istimewa dari kenikmatan lainnya.

2. Apakah bersedekah dengan mengharap balasan dari Allâh ﷻ akan kebaikan duniawi mengurangi keikhlasan?

Jawabannya tidak karena Allâh ﷻ telah berjanji memberikan balasan. Tetapi pahalanya berbeda antar ikhlas dan mengharap pahala dunia.

مَن جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا

“Siapa yang melakukan suatu kebaikan, maka ia akan mendapatkan balasan 10 kali lipatnya.” (QS. Al-An’am: 160).

3. Meninggalkan amalan karena takut disangka riya

Jawabannya tidak boleh. Karena dia sedang ingin dipuji. Para ulama mengatakan, orang yang meninggalkan amal ibadah karena takut riya, itulah riya.

Al Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah berkata,

تَرْكُ الْعَمَلِ لِأَجْلِ النَّاسِ رِيَاءٌ وَالْعَمَلُ لِأَجْلِ النَّاسِ شِرْكٌ

“Meninggalkan amalan karena manusia termasuk riya’ dan beramal karena manusia termasuk syirik.” (Majmu’atul Fatawa karya Ibnu Taimiyah, 23: 174).

4. Kapan boleh memperlihatkan amalan?

  • Memang amalan tersebut harus dilihat, seperti Jama’ah di masjid.
  • Amalan-amalan yang diperintahkan untuk disembunyikan, maka sembunyikanlah.
  • Amalan yang dilakukan rahasia atau terang-terangan maka tidak bisa diklaim sebagai riya. Seperti sedekah yang bisa dilakukan terang-terangan atau sembunyi.

💡 Riya terjadi disaat sedang beramal
💡 Riya terjadi setelah kejadian maka disebut ujub.

•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ

“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم