Niatilah untuk Menuntut Ilmu Syar'i

Rasulullah ﷺ bersabda, “Barangsiapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah, maka Allah akan memahamkan dia dalam urusan agamanya.”
(HR. Bukhari no. 71 dan Muslim no. 2436)
Kajian Islam
12 Catatan Mengenai Takdir

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Ringkasan kajian pada Daurah Qatar ke-24 yang disampaikan oleh Ustadz Ammi Nur Baits ST. BA. Hafidzahullah. Dengan judul Saat Takdir tidak Berpihak kepadaku.

Catatan Takdir

12 Catatan Mengenai Takdir

Saat Takdir tidak Berpihak kepadaku
Keimanan seorang mukmin yang benar harus mencakup enam rukun. Yang terakhir adalah beriman terhadap takdir Allah, baik takdir yang baik maupun takdir yang buruk. Salah memahami keimanan terhadap takdir dapat berakibat fatal, menyebabkan batalnya keimanan seseorang. Terdapat beberapa permasalahan yang harus dipahami oleh setiap muslim terkait masalah takdir ini. Semoga paparan ringkas ini dapat membantu kita untuk memahami keimanan yang benar terhadap takdir Allah. Wallahul musta’an.

Berikut beberapa catatan tentang Takdir:

1. Pertama, Iman kepada Takdir mendapatkan perhatian khusus dalam syariat sebagaimana diisyaratkan dalam hadis Jibril, dimana ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam ditanya tentang rukun iman beliau memisahkan iman kepada Taqdir dari 5 rukun iman sebelumnya.

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, Engkau beriman kepada Allah, para Malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasulNya, dan hari akhir. Serta engkau beriman kepada taqdir, yang baik maupun yang buruk. (HR. Muslim)

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam memisahkan iman kepada taqdir sebagai bentuk penekanan. Karena potensi penyimpangan terkait iman dalam masalah taqdir sangat besar.

2. Kedua, Kelompok sesat di tengah umat islam Secara umum, kelompok sesat di tengah kaum muslimin ada 2 latar belakang.

[a] Karena latar belakang politik: seperti khawarij (Sudah ada sejak zaman Utsman, Ali – krn mengkafirkan kaum muslimin. Muawiyah & Aisyah tidak disebut khawarij). Bahkan bibitnya sudah ada di zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, yaitu Dzul Huwaishirah yang menuduh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tidak adil dengan perkataanya :

فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ اعْدِلْ

“Wahai Rasulullah berlaku adillah”

Lalu beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menyebutkan tentang Dzul Huwaishirah, Akan muncul dari keturunan orang ini sekelompok manusia yang yang membaca al-Quran namun tidak melewati ujung lehernya. Mereka melesat dari agama, sebagaimana anak panah melesat dari sasarannya. Mereka membunuh kaum muslimin dan membiarkan penyembah berhala. (HR. Bukhari)

[b] Karena latar belakang pemikiran Seperti Qadariyah, Jabariyah, Jahmiyah, Mu’tazilah, Maturidiyah, Kullabiyah, Karramiyah, dan yang lainnya.

Mereka menjadikan logika dan hasil olah pikir mereka sebagai sumber aqidah. Sehingga lahirlah konsep aqidah yang berwarna-warni sejumlah logika manusia.

Kelompok yang menyimpang atas dasar pemikiran, jumlahnya sangat banyak. Jika agama diambil diambil dari pemikiran, maka akan banyak penyimpangan. Ini berawal dari filsafat Yunani yang banyak diterjemahkan ke dalam bahasa Arab.

3. Ketiga, Ada kelompok sesat pertama karena latar belakang pemikiran adalah Qadariyah.

Qadariyah adalah kelompok menyimpang karena gagal paham masalah taqdir Sekte Qadariyah sudah ada sejak Ibnu Umar – Pencetus: Ma’bad bin Khalid alJuhani (80 H). lalu diteruskan oleh Ghailan ad-Dimasyqi (106 H).

Imam Muslim rahimahullah di awal kitab beliau, Shahih Muslim, meriwayatkan sebuah atsar yang panjang yang mengisahkan kemunculan paham Qadariyah, “Dari Yahya bin Ya’mar, beliau mengatakan, “Orang yang pertama kali berbicara masalah takdir di Bashrah adalah Ma’bad bin Khalid Al Juhani. Aku dan Humaid bin ‘Abdirrahman kemudian pergi berhaji –atau ‘umrah- dan kami mengatakan, “Seandainya kita bertemu salah seorang sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kita akan mengadukan pendapat mereka tentang takdir tersebut”

Kami pun bertemu dengan Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma yang sedang memasuki masjid. Lalu kami menggandeng beliau, satu dari sisi kanan dan satu dari sisi kiri. Aku menyangka sahabatku menyerahkan pembicaraan kepadaku sehingga akupun berkata kepada Ibnu ‘Umar, “Wahai Abu ‘Abdirrahman (panggilan Ibnu ‘Umar –pen), sungguh di daerah kami ada sekelompok orang yang berpandangan takdir itu tidak ada, dan segala sesuatu itu baru ada ketika terjadinya (tidak tertulis di catatan takdir dan tidak pula diketahui oleh Allah sebelumnya –pen).

Maka Ibnu ‘Umar berkomentar, “Kalau kamu bertemu dengan mereka, beritahukan mereka bahwa aku berlepas diri dari mereka dan mereka berlepas diri dariku! (Beda agama). Demi Dzat yang Ibnu ‘Umar bersumpah dengan-Nya, seandainya mereka memiliki emas sebanyak gunung Uhud lantas menginfaqkannya, niscaya Allah tidak akan menerima infaq mereka tersebut sampai mereka mau beriman kepada takdir” (HR. Muslim)

Ada 2 kelompok yang gagal paham dalam masalah taqdir. Dan semua salah paham dalam masalah taqdir, muaranya ke kedua kelompok ini.

a. Qadariyah: kelompok yang meyakini bahwa Allah tidaklah mengetahui dan menetapkan takdir sesuatu yang akan terjadi di masa yang akan datang, dan meyakini kalau perbuatan makhluk bukan Allah yang menciptakan.

b. Jabariyah: Dimana mereka berpendapat bolehnya beralasan dengan takdir untuk maksiat. [meniadakan keinginan dan pilihan untuk manusia].

4. Keempat, Sehebat apapun debat manusia dalam masalah taqdir tidak akan mengubah takdir, Allâh ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Qashash ayat 68:

وَرَبُّكَ يَخْلُقُ مَا يَشَاۤءُ وَيَخْتَارُ ۗمَا كَانَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ ۗسُبْحٰنَ اللّٰهِ وَتَعٰلٰى عَمَّا يُشْرِكُوْنَ

Dan Tuhanmu menciptakan dan memilih apa yang Dia kehendaki. Bagi mereka (manusia) tidak ada pilihan. Mahasuci Allah dan Mahatinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan.

Allâh ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat At-Takwir ayat 29:

وَمَا تَشَاۤءُوْنَ اِلَّآ اَنْ يَّشَاۤءَ اللّٰهُ رَبُّ الْعٰلَمِيْنَ

Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan seluruh alam.

Jika begitu, apa fungsi mempelajari Taqdir? Agar kita tidak salah dalam memahami takdir. Karena jika tidak mengambil jalan yang salah, maka ada konsekuensi di akhirat. Maka ambillah yang simpel dan tidak terlalu mendalam,cukup memahami agar kita tidak menyimpang dan tidak terluka mendalam.

5. Kelima, Peringatan Nabi – jika diajak debat masalah takdir : agar kita diam Membahas taqdir bukan untuk diperdebatkan.

Memperdebatkan masalah taqdir bisa mengarah kepada penyimpangan seperti Qadariyah dan Jabariyah. Dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda,

Jika dibahas tentang sahabatku, diamlah. Jika dibahas tentang ilmu perbintangan, diamlah. Jika diperdebatkan masalah taqdir, diamlah. (HR. Thabrani).

6. Keenam, Boleh membahas masalah takdir dengan tujuan agar manusia bisa memahami status keberadaan nikmat dan musibah.

Sehingga manusia tidak bangga dengan nikmat, dan merasa kehilangan terhadap musibah. Allah menjelaskan hikmah masalah taqdir dalam firman-Nya dalam QS. Al-Hadid Ayat 22-23:

مَاۤ اَصَابَ مِنۡ مُّصِيۡبَةٍ فِى الۡاَرۡضِ وَلَا فِىۡۤ اَنۡفُسِكُمۡ اِلَّا فِىۡ كِتٰبٍ مِّنۡ قَبۡلِ اَنۡ نَّبۡـرَاَهَا ؕ اِنَّ ذٰ لِكَ عَلَى اللّٰهِ يَسِيۡرٌۚ

22. Setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang menimpa dirimu sendiri, semuanya telah tertulis dalam Kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami mewujudkannya. Sungguh, yang demikian itu mudah bagi Allah.

لِّـكَيۡلَا تَاۡسَوۡا عَلٰى مَا فَاتَكُمۡ وَلَا تَفۡرَحُوۡا بِمَاۤ اٰتٰٮكُمۡ‌ؕ وَاللّٰهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخۡتَالٍ فَخُوۡرِۙ‏

23. Agar kamu tidak bersedih hati terhadap apa yang luput dari kamu, dan jangan pula terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong dan membanggakan diri,

Bencana ada dua: Mencakup seluruh manusia seperti bencana alam dan yang menimpa diri sendiri seperti sakit.

Maka orang-orang yang memahami takdir tidak akan tenggelam dalam kesedihan yang berlarut.

7. Ketujuh, Allah tidak akan ditanya terhadap perbuatan yang Dia lakukan, tapi manusia yang akan ditanya Sehingga adanya taqdir apapun, Allah tidak akan dimintai pertanggung jawaban.

Allah berfirman,

لَا يُسْـَٔلُ عَمَّا يَفْعَلُ وَهُمْ يُسْـَٔلُوْنَ

“Dia (Allah) tidak ditanya tentang apa yang dilakukan, tetapi merekalah yang akan ditanya.“ (QS al-Anbiya’ [21] : 23).

Maka fokuslah apa yang kita lakukan karena kitalah yang akan dipertanggungjawabkan.

8. Kedelapan, Tidak ada yang keluar dari kehendak Allah apapun yg terjadi di alam ini Karena semua yang ada di alam ini berarti berada di dalam kerajaan Allah. Dan tidak ada apapun yang terjadi di kerajaan Allah kecuali dengan kehendak Allah. Allah berfirman,

لِلّٰهِ مُلْكُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَمَا فِيْهِنَّ ۗوَهُوَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

Milik Allah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada di dalamnya; dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. (QS Al-Maidah ayat 120).

Semua perbuatan Allâh ﷻ adalah baik. Kita lihat tatkala Allâh ﷻ memenangkan kaum muslimin dalam surat Al – ahzab ayat 9-10,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اذْكُرُوْا نِعْمَةَ اللّٰهِ عَلَيْكُمْ اِذْ جَاۤءَتْكُمْ جُنُوْدٌ فَاَرْسَلْنَا عَلَيْهِمْ رِيْحًا وَّجُنُوْدًا لَّمْ تَرَوْهَا ۗوَكَانَ اللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرًاۚ

9. Wahai orang-orang yang beriman! Ingatlah akan nikmat Allah (yang telah dikaruniakan) kepadamu ketika bala tentara datang kepadamu, lalu Kami kirimkan kepada mereka angin topan dan bala tentara yang tidak dapat terlihat olehmu. Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.

اِذْ جَاۤءُوْكُمْ مِّنْ فَوْقِكُمْ وَمِنْ اَسْفَلَ مِنْكُمْ وَاِذْ زَاغَتِ الْاَبْصَارُ وَبَلَغَتِ الْقُلُوْبُ الْحَنَاجِرَ وَتَظُنُّوْنَ بِاللّٰهِ الظُّنُوْنَا۠ ۗ

10. (Yaitu) ketika mereka datang kepadamu dari atas dan dari bawahmu, dan ketika penglihatan(mu) terpana dan hatimu menyesak sampai ke tenggorokan dan kamu berprasangka yang bukan-bukan terhadap Allah.

Dalam perang ahzab ini kaum muslimin menang tanpa berperang, karena dikirim angin dingin oleh Allâh ﷻ. Karena tiada seorang pun dari pasukan kaum muslim yang berani menandinginya.

9. Kesembilan, Semua perbuatan Allah didasari dengan hikmah dan ilmu, dan tidak semua manusia mengetahuinya Allah menetapkan taqdir sesuai hikmah dan ilmu-Nya sehingga tidak ditetapkan secara serampangan. Allah berfirman,

وَاللّٰهُ خَلَقَكُمْ مِّنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُّطْفَةٍ ثُمَّ جَعَلَكُمْ اَزْوَاجًاۗ وَمَا تَحْمِلُ مِنْ اُنْثٰى وَلَا تَضَعُ اِلَّا بِعِلْمِهٖۗ وَمَا يُعَمَّرُ مِنْ مُّعَمَّرٍ وَّلَا يُنْقَصُ مِنْ عُمُرِهٖٓ اِلَّا فِيْ كِتٰبٍۗ اِنَّ ذٰلِكَ عَلَى اللّٰهِ يَسِيْرٌ

Dan Allah menciptakan kamu dari tanah kemudian dari air mani, kemudian Dia menjadikan kamu berpasangan (laki-laki dan perempuan). Tidak ada seorang perempuan pun yang mengandung dan melahirkan, melainkan dengan sepengetahuan-Nya. Dan tidak dipanjangkan umur seseorang dan tidak pula dikurangi umurnya, melainkan (sudah ditetapkan) dalam Kitab (Lauh Mahfuzh). Sungguh, yang demikian itu mudah bagi Allâh ﷻ. (Fathir ayat 11).

▪️ Perkataan Mutazilah: Maha suci Allâh ﷻ dari terjadinya yang tidak disukai oleh Allâh ﷻ.

▪️ Ahlus Sunnah berkata: Maha suci Allâh ﷻ dari terjadinya sesuatu di Kerajaan Nya di luar kehendak-Nya.

Maka kalu ada kejadian di dalam Kerajaan Allâh ﷻ yang terjadi di luar kehendak Allâh ﷻ, berarti kerjaan Allâh ﷻ tidak sempurna!.

Inilah yang membedakan Mu’tazilah dan Ahlussunnah. Aqidah Mu’tazilah mengikuti Qodariyah dalam masalah takdir dimana mereka memiliki prinsip keadilan dimana perbuatan hamba yang tidak disukai Allâh ﷻ adalah bukan ciptaan Allâh ﷻ,tetapi murni perbuatan hamba sehingga dibantah Ahlussunnah: tidak mungkin ada kejadian di alam raya ini didalam kerajaan Allâh ﷻ di luar kehendakNya. Jika ada berarti kerjaan Allâh ﷻ tidak sempurna!.

10. Kesepuluh, Semua perbuatan manusia adalah makhluk. Manusia itu makhluk, dan perbuatan manusia juga makhluk. Berbeda dengan keyakinan qadariyah, mereka menggap bahwa perbuatan manusia itu diciptakan oleh manusia bukan Allah.

Allâh ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat As-Shafat ayat 96:

وَاللّٰهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُوْنَ

“Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu.”

Menurut Qadariyah, perbuatan makhluk bukan merupakan makhluk-Nya. Makhluk Allâh ﷻ itu manusianya tetapi perbuatan manusia ciptaan manusia. Maka Qadiriyah disebut majusi umat ini… Allâh ﷻ yang menciptakan manusia dan manusia yang menciptakan perbuatan buruknya sendiri. Sebagaimana Majusi yang mempunyai Tuhan cahaya yang menciptakan kebaikan dan Tuhan kegelapan yang menciptakan keburukan.

11. Kesebelas, Manusia tidak pernah dipaksa untuk berbuat. Sehingga mereka punya kesadaran dan pilihan terhadap apa yang mereka perbuatan. Berbeda dengan keyakinan Jabariyah, dimana manusia dianggap tidak punya pilihan, ibarat wayang yang dikendalikan dalang. Allah berfirman,

لِمَنْ شَاۤءَ مِنْكُمْ اَنْ يَّسْتَقِيْمَۗ

(yaitu) bagi siapa di antara kamu yang menghendaki menempuh jalan yang lurus. (At-Takwir ayat 28).

Jika kita dan perbuatan kita diciptakan Allâh ﷻ dan di sisi lain perbuatan kita dihisab dan diminati pertanggungjawaban di akhirat, bukankah ini kontradiksi?

Para ulama menjelaskan, Manusia itu ‘musayyar‘ dan ‘mukhayyar‘ juga, sebab Allah subhanahu wa ta’ala telah menakdirkan atasnya apa yang akan terjadi terhadapnya dan apa yang akan dilakukannya. Namun demikian, Allah subhanahu wa ta’ala juga telah memberikannya kekuatan dan kemampuan yang dengannya dia dapat melakukan aktifitas-aktifitasnya dan bebas memilih perbuatan yang diganjar pahala atau diganjar dosa. Padahal, Allah Mahakuasa untuk mengembalikannya kepada petunjukNya.

▪️ Mukhayyar : dari kata Ikhtiyar yang artinya usaha sendiri. Mukhayyar berarti memiliki kuasa penuh dalam berbuat, tanpa ada campur tangan orang lain, baik itu manusia, jin, malaekat maupun Allah itu sendiri. (Golongan Qadariyah dan Mu’tazilah).

▪️ Musayyar : dari kata Istiyar yang artinya dikendalikan. Musayyar berarti bahwa segala tindakan dan perbuatan kita dikendalikan oleh Allah, ketika kita berbuat sesuatu, bukanlah kita yang berbuat melainkan Allâh ﷻ. (Pemahaman Jabariyah – seperti wayang yang dikendalikan dalang).

12. Kedua belas, Tahapan taqdir Semua yang ditakdirkan Allah melalui 4 tahapan: Ilmu → pencatatan → kehendak → penciptaan Allah berfirman,

وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَّرَقَةٍ اِلَّا يَعْلَمُهَا وَلَا حَبَّةٍ فِيْ ظُلُمٰتِ الْاَرْضِ وَلَا رَطْبٍ وَّلَا يَابِسٍ اِلَّا فِيْ كِتٰبٍ مُّبِيْنٍ

Tidak ada sehelai daun pun yang gugur yang tidak diketahui-Nya. Tidak ada sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak pula sesuatu yang basah atau yang kering, yang tidak tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh). (QS. Al-An’am: 59)

Allahu a’lam.


اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ

“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم