Niatilah untuk Menuntut Ilmu Syar'i

Rasulullah ﷺ bersabda, “Barangsiapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah, maka Allah akan memahamkan dia dalam urusan agamanya.”
(HR. Bukhari no. 71 dan Muslim no. 2436)
Kajian Islam
Sebelas Catatan tentang Aqidah

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Ringkasan kajian pada Daurah Qatar ke-24 yang disampaikan oleh Ustadz Ammi Nur Baits ST. BA. Hafidzahullah. Dengan judul Buka Mata tentang Aqidah.

Catatan Aqidah

Buka Mata tentang Aqidah

Beberapa Catatan tentang Aqidah
Fokus dakwah Rasulullah ﷺ saat dakwah di kota Mekah lebih menitikberatkan kepada masalah Aqidah dan di Madinah baru berbicara masalah hukum. Saking pentingnya aqidah Rasulullah menjaga bidayah wa nihayah. Dari awal hingga akhir… Aqidah adalah ajaran yang mudah, tidak ada sesuatu yang memberatkan, sudah disediakan guide nya melalui Al-Qur’an dan Sunnah Rasul-Nya. Berikut beberapa catatan tentang Aqidah yang perlu diketahui kaum muslimin sebagai bahan pembelajaran dalam mengenal Rabbnya.

Fokus dakwah Rasulullah ﷺ saat dakwah di kota Mekah lebih menitikberatkan kepada masalah Aqidah dan di Madinah baru berbicara masalah hukum.

Saking pentingnya aqidah Rasulullah menjaga bidayah wa nihayah. Dari awal hingga akhir… Aqidah adalah ajaran yang mudah, tidak ada sesuatu yang memberatkan, sudah disediakan guide nya melalui Al-Qur’an dan Sunnah Rasul-Nya.

Berikut beberapa catatan tentang Aqidah yang perlu diketahui kaum muslimin sebagai bahan pembelajaran dalam mengenal Rabbnya.

Pertama, Isi Alqur’an (keterangan wahyu) ada dua bagian:

(a) Insya’ – Wahyu yang berisi aturan, hukum, perintah dan larangan. Dan bentuk ibadah kita untuk hal ini adalah melakukan perintah dan menjauhi larangan (mengamalkannya).

(b) Khabar – berisi berita tentang khaliq dan makhluk.

Syaikhul Islam Rahimahullah menjelaskan Qulhuwallahu ahad adalah sepertiga Al-Qur’an karena ayat ini berbicara tentang Allâh ﷻ hingga khobar tentang Khaliq dan murni berbicara tentang Allâh ﷻ.

  1. Berita tentang makhluk:
    Makhluk di dunia:
    ▪️ kejadian masa silam
    ▪️ kejadian saat al-Quran diturunkan
  2. Makhluk di akhirat – berupa berita tentang balasan untuk perbuatan manusia.

Allah ta’aala berfirman:

أَلَا لَهُ ٱلْخَلْقُ وَٱلْأَمْرُ

Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. [QS. Al-A’raf ayat 54].

Dalalil nubuwah (bukti kenabian) ada tiga: sebelum menjadi nabi, saat menjadi Nabi ﷺ dan setelah wafatnya beliau. Bentuknya berupa kebenaran yang terjadi dari apa yang telah disampaikan Nabi ﷺ.

Salah satu berita atau guide adalah tatkala Malaikat Jibril alaihissalam mendatangi Rasulullah ﷺ untuk mengajarkan tentang agama. Beliau Rasulullah ﷺ ditanya tentang iman, islam, Ihsan dan hari kiamat.

Kedua, Khabar / berita. Cara ibadahnya adalah dengan membenarkan dan meyakininya.

Allah berfirman,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اٰمِنُوْا بِاللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ وَالْكِتٰبِ الَّذِيْ نَزَّلَ عَلٰى رَسُوْلِهٖ وَالْكِتٰبِ الَّذِيْٓ اَنْزَلَ مِنْ قَبْلُ ۗوَمَنْ يَّكْفُرْ بِاللّٰهِ وَمَلٰۤىِٕكَتِهٖ وَكُتُبِهٖ وَرُسُلِهٖ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلٰلًا ۢ بَعِيْدًا

Wahai orang-orang yang beriman! Tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya (Muhammad) dan kepada Kitab (Al-Qur’an) yang diturunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang diturunkan sebelumnya. Barangsiapa ingkar kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sungguh, orang itu telah tersesat sangat jauh. (Surah An-Nisāʾ: 136)

Allah juga perintahkan agar kita meyakini aneka hal ghaib yang benar. Allah berfirman menyebutkan sifat orang bertaqwa,

الَّذِيْنَ يُؤْمِنُوْنَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيْمُوْنَ الصَّلٰوةَ وَمِمَّا رَزَقْنٰهُمْ يُنْفِقُوْنَ ۙ

(yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, melaksanakan salat, dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka, (Surat Al-Baqarah Ayat 3.)

Dalam hal aqidah, sudah disediakan Allâh ﷻ dan tidak perlu mencari, hanya mengimaninya. Jika mencari maka akan terjebak kepada penyimpangan aqidah. Karena setiap orang akan mendapatkan aqidah sesuai dengan logikanya masing-masing, berbeda dengan sumber aqidah dari wahyu maka semuanya akan mengerucut kepada aqidah yang sama.

Ketiga, Setiap keyakinan memberikan pengaruh perbuatan. Allah ﷻ berfirman:

وَاِذَا ذُكِرَ اللّٰهُ وَحْدَهُ اشْمَـَٔزَّتْ قُلُوْبُ الَّذِيْنَ لَا يُؤْمِنُوْنَ بِالْاٰخِرَةِۚ وَاِذَا ذُكِرَ الَّذِيْنَ مِنْ دُوْنِهٖٓ اِذَا هُمْ يَسْتَبْشِرُوْنَ

Dan apabila yang disebut hanya nama Allah, kesal sekali hati orang-orang yang tidak beriman kepada akhirat. Namun apabila nama-nama sembahan selain Allah yang disebut, tiba-tiba mereka menjadi bergembira. (Surah Az-Zumar: 45)

Sehingga banyak diantara kita, jika disebut Tentang klenik akan langsung nyambung, dan antusias untuk membicarakannya. Namun menolak, dan tidak tertarik jika disebut aqidah. Itulah kenapa orang kafir sangat mengagungkan dunia, hidup tanpa aturan, karena tidak mempercayai urusan akhirat.

Aqidah letaknya di hati, jika aqidah rusak, maka rusaklah hatinya. Demikian juga sebaliknya… Rusaknya hati adalah karena terjerumus dalam maksiat, keharaman dan perkara syubhat (yang masih samar hukumnya).

Dari An Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَلاَ وَإِنَّ فِى الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ . أَلاَ وَهِىَ الْقَلْبُ

Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati (jantung)” (HR. Bukhari no. 52 dan Muslim no. 1599).

Keempat, Apa saja yang perlu diyakini. Dan hal disebutkan dalam rukun iman.

Allah ﷻ berfirman

۞ لَيْسَ الْبِرَّاَنْ تُوَلُّوْا وُجُوْهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلٰكِنَّ الْبِرَّ مَنْ اٰمَنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ وَالْمَلٰۤىِٕكَةِ وَالْكِتٰبِ وَالنَّبِيّٖنَ ۚ وَاٰتَى الْمَالَ عَلٰى حُبِّهٖ ذَوِى الْقُرْبٰى وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنَ وَابْنَ السَّبِيْلِۙ وَالسَّاۤىِٕلِيْنَ وَفىِ الرِّقَابِۚ وَاَقَامَ الصَّلٰوةَ وَاٰتَى الزَّكٰوةَ ۚ وَالْمُوْفُوْنَ بِعَهْدِهِمْ اِذَا عَاهَدُوْا ۚ وَالصّٰبِرِيْنَ فِى الْبَأْسَاۤءِ وَالضَّرَّاۤءِ وَحِيْنَ الْبَأْسِۗ اُولٰۤىِٕكَ الَّذِيْنَ صَدَقُوْا ۗوَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُتَّقُوْنَ

Kebajikan itu bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan ke barat, tetapi kebajikan itu ialah (kebajikan) orang yang beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat-malaikat, kitab-kitab, dan nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat, anak yatim, orang-orang miskin, orang-orang yang dalam perjalanan (musafir), peminta-minta, dan untuk memerdekakan hamba sahaya, yang melaksanakan salat dan menunaikan zakat, orang-orang yang menepati janji apabila berjanji, dan orang yang sabar dalam kemelaratan, penderitaan dan pada masa peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar, dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa. (Al-Baqarah ayat 177).

Maka penyimpangan pertama dalam aqidah adalah dalam masalah iman. Sekte pertama dalam masalah politik adalah khawarij dan Syiah.

Sifat ini tercermin dalam pendirian Dzul Khuwaishirah terhadap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan perkataanya :

فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ اعْدِلْ

“Wahai Rasulullah berlaku adillah”

Sementara penyimpangan dalam masalah pemikiran sangat banyak, yang besar antara qodariyah, mutazilah, karomiyah dan lainnya.

Kelima, Aqidah yang benar adalah aqidah yang sesuai realita, Allah berfirman dalam Surat Yusuf Ayat 111:

لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِأُولِي الْأَلْبَابِ ۗ مَا كَانَ حَدِيثًا يُفْتَرَىٰ وَلَٰكِنْ تَصْدِيقَ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَتَفْصِيلَ كُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ

Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.

Realita ada dua, yang terindera yaitu apapun yang dijumpai di dunia. Yang kedua tidak terindera, dan ini aturannya berpatokan pada dalil. Seperti tidak percaya adanya jin. Karena sudah ada nas yang menjelaskan. Demikian juga mutazilah dan khawarij tidak meyakini adanya syafaat.

Ibnu Katsir : siapa yang tidak mempercayai janji baik di hari kiamat maka hukumannya dia tidak akan mendapatkannya di akhirat.

Contoh lainnya adalah ada yang tidak mempercayai bahwa Nabi ﷺ pernah tersihir. Padahal hadits menjelaskan adanya realita demikian.

Sebaliknya, aqidah yang menyimpang adalah yang bertentang dg realita Allah berfirman, menyebutkan anggapan salah orang musyrik,

وَيَعْبُدُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ مَا لَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنْفَعُهُمْ وَيَقُوْلُوْنَ هٰٓؤُلَاۤءِ شُفَعَاۤؤُنَا عِنْدَ اللّٰهِ ۗقُلْ اَتُنَبِّـُٔوْنَ اللّٰهَ بِمَا لَا يَعْلَمُ فِى السَّمٰوٰتِ وَلَا فِى الْاَرْضِۗ سُبْحٰنَهٗ وَتَعٰلٰى عَمَّا يُشْرِكُوْنَ

Dan mereka menyembah selain Allah, sesuatu yang tidak dapat mendatangkan bencana kepada mereka dan tidak (pula) memberi manfaat, dan mereka berkata, “Mereka itu adalah pemberi syafaat kami di hadapan Allah.” Katakanlah, “Apakah kamu akan memberitahu kepada Allah sesuatu yang tidak diketahui-Nya apa yang di langit dan tidak (pula) yang di bumi?” Mahasuci Allah dan Mahatinggi dari apa yang mereka persekutukan itu. (Yunus ayat 18)

Keenam, Tidak ada aqidah islam yang bertentangan dengan logika Tapi ada banyak aqidah yang tidak bisa dijangkau logika. Allah ﷻ berfirman,

وَمِنْ اٰيٰتِهٖٓ اَنَّكَ تَرَى الْاَرْضَ خَاشِعَةً فَاِذَآ اَنْزَلْنَا عَلَيْهَا الْمَاۤءَ اهْتَزَّتْ وَرَبَتْۗ اِنَّ الَّذِيْٓ اَحْيَاهَا لَمُحْيِ الْمَوْتٰى ۗاِنَّهٗ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

Dan sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya, engkau melihat bumi itu kering dan tandus, tetapi apabila Kami turunkan hujan di atasnya, niscaya ia bergerak dan subur. Sesungguhnya (Allah) yang menghidupkannya pasti dapat menghidupkan yang mati; sesungguhnya Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. (Fushilat: 39)

Sebaliknya, setiap aqidah yang sesat pasti bertentangan dengan akal Allah berfirman, menceritakan kebodohan orang musyrik,

وَاِذَا قِيْلَ لَهُمُ اتَّبِعُوْا مَآ اَنْزَلَ اللّٰهُ قَالُوْا بَلْ نَتَّبِعُ مَآ اَلْفَيْنَا عَلَيْهِ اٰبَاۤءَنَا ۗ اَوَلَوْ كَانَ اٰبَاۤؤُهُمْ لَا يَعْقِلُوْنَ شَيْـًٔا وَّلَا يَهْتَدُوْنَ

Dan apabila dikatakan kepada mereka, “Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah.” Mereka menjawab, “(Tidak!) Kami mengikuti apa yang kami dapati pada nenek moyang kami (melakukannya).” Padahal, nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa pun, dan tidak mendapat petunjuk. [Surah Al-Baqarah: 170]

Allah menyabutkan kebodohan orang musyrik yang menyembah makhluk lemah,

اِنَّ الَّذِيْنَ تَدْعُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ عِبَادٌ اَمْثَالُكُمْ فَادْعُوْهُمْ فَلْيَسْتَجِيْبُوْا لَكُمْ اِنْ كُنْتُمْ صٰدِقِيْنَ

Sesungguhnya berhala-berhala yang kamu seru selain Allah itu adalah makhluk (yang lemah) yang serupa juga dengan kamu. Maka serulah berhalaberhala itu lalu biarkanlah mereka mmperkenankan permintaanmu, jika kamu memang orang-orang yang benar. (al-A’raf: 194)

Ketujuh, Para nabi diutus oleh Allah untuk membimbing manusia memiliki keyakinan yang tidak bisa dijangkau manusia.

Allah ﷻ berfirman,

وَكَذٰلِكَ اَوْحَيْنَآ اِلَيْكَ رُوْحًا مِّنْ اَمْرِنَا ۗمَا كُنْتَ تَدْرِيْ مَا الْكِتٰبُ وَلَا الْاِيْمَانُ وَلٰكِنْ جَعَلْنٰهُ نُوْرًا نَّهْدِيْ بِهٖ مَنْ نَّشَاۤءُ مِنْ عِبَادِنَا ۗوَاِنَّكَ لَتَهْدِيْٓ اِلٰى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيْمٍۙ

Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu (Muhammad) ruh (Al-Qur’an) dengan perintah Kami. Sebelumnya engkau tidaklah mengetahui apakah Kitab (Al-Qur’an) dan apakah iman itu, tetapi Kami jadikan Al-Qur’an itu cahaya, dengan itu Kami memberi petunjuk siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sungguh, engkau benar-benar membimbing (manusia) kepada jalan yang lurus, (As-Syura ayat 52).

Setiap yang tidak bisa dijangkau dengan logika, maka kembalikan kepada prinsip: Sesungguhnya Allâh ﷻ berkuasa atas segala sesuatu.

Kedelapan, Aqidah yang menyimpang bersumber dari 2 hal:

[a] Logika Seperti orang musyrik menolak hari kebangkitan. Allah ﷻ  berfirman,

وَضَرَبَ لَنَا مَثَلًا وَّنَسِيَ خَلْقَهٗۗ قَالَ مَنْ يُّحْيِ الْعِظَامَ وَهِيَ رَمِيْمٌ

Dan dia membuat perumpamaan bagi Kami dan melupakan asal kejadiannya; dia berkata, “Siapakah yang dapat menghidupkan tulang-belulang, yang telah hancur luluh?” (Yasin ayat 78).

Kaum Nabi Nuh mengaku paling cerdas,

فَقَالَ الْمَلَاُ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ قَوْمِهٖ مَا نَرٰىكَ اِلَّا بَشَرًا مِّثْلَنَا وَمَا نَرٰىكَ اتَّبَعَكَ اِلَّا الَّذِيْنَ هُمْ اَرَاذِلُنَا بَادِيَ الرَّأْيِۚ وَمَا نَرٰى لَكُمْ عَلَيْنَا مِنْ فَضْلٍۢ بَلْ نَظُنُّكُمْ كٰذِبِيْنَ

Maka berkatalah para pemuka yang kafir dari kaumnya, “Kami tidak melihat engkau, melainkan hanyalah seorang manusia (biasa) seperti kami, dan kami tidak melihat orang yang mengikuti engkau, melainkan orang yang hina dina di antara kami yang lekas percaya. Kami tidak melihat kamu memiliki suatu kelebihan apa pun atas kami, bahkan kami menganggap kamu adalah orang pendusta.” (Hud ayat 27).

[b] Budaya Mengikuti peninggalan leluhur

وَاِذَا قِيْلَ لَهُمُ اتَّبِعُوْا مَآ اَنْزَلَ اللّٰهُ قَالُوْا بَلْ نَتَّبِعُ مَآ اَلْفَيْنَا عَلَيْهِ اٰبَاۤءَنَا ۗ اَوَلَوْ كَانَ اٰبَاۤؤُهُمْ لَا يَعْقِلُوْنَ شَيْـًٔا وَّلَا يَهْتَدُوْنَ

Dan apabila dikatakan kepada mereka, “Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah.” Mereka menjawab, “(Tidak!) Kami mengikuti apa yang kami dapati pada nenek moyang kami (melakukannya).” Padahal, nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa pun, dan tidak mendapat petunjuk. (Al-Baqarah ayat 170).

وَكَذٰلِكَ مَآ اَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ فِيْ قَرْيَةٍ مِّنْ نَّذِيْرٍۙ اِلَّا قَالَ مُتْرَفُوْهَآ ۙاِنَّا وَجَدْنَآ اٰبَاۤءَنَا عَلٰٓى اُمَّةٍ وَّاِنَّا عَلٰٓى اٰثٰرِهِمْ مُّقْتَدُوْنَ

Dan demikian juga ketika Kami mengutus seorang pemberi peringatan sebelum engkau (Muhammad) dalam suatu negeri, orang-orang yang hidup mewah (di negeri itu) selalu berkata, “Sesungguhnya kami mendapati nenek moyang kami menganut suatu (agama) dan sesungguhnya kami sekedar pengikut jejak-jejak mereka.” (Surah Az-Zukhruf: 23)

Kesembilan, Manusia akan melakukan apapun sesuai keyakinannnya, meskipun bertentangan dengan logika dan fitrahnya. Allahﷻ berfirman menceritakan kondisi orang musyrik yang membunuh anaknya,

قَدْ خَسِرَ ٱلَّذِينَ قَتَلُوٓا۟ أَوْلَٰدَهُمْ سَفَهًۢا بِغَيْرِ عِلْمٍ وَحَرَّمُوا۟ مَا رَزَقَهُمُ ٱللَّهُ ٱفْتِرَآءً عَلَى ٱللَّهِ ۚ قَدْ ضَلُّوا۟ وَمَا كَانُوا۟ مُهْتَدِينَ

Sesungguhnya rugilah orang yang membunuh anak-anak mereka, karena kebodohan lagi tidak mengetahui dan mereka mengharamkan apa yang Allah telah rezeki-kan pada mereka dengan semata-mata mengada-adakan terhadap Allah. Sesungguhnya mereka telah sesat dan tidaklah mereka mendapat petunjuk. (al-An’am: 140)

Bahkan mereka menganggap baik perbuatan yang melanggar norma kemanusiaan itu,

وَكَذَٰلِكَ زَيَّنَ لِكَثِيرٍ مِّنَ ٱلْمُشْرِكِينَ قَتْلَ أَوْلَٰدِهِمْ شُرَكَآؤُهُمْ لِيُرْدُوهُمْ وَلِيَلْبِسُوا۟ عَلَيْهِمْ دِينَهُمْ ۖ وَلَوْ شَآءَ ٱللَّهُ مَا فَعَلُوهُ ۖ فَذَرْهُمْ وَمَا يَفْتَرُونَ

Demikianlah pemimpin-pemimpin mereka telah menjadikan kebanyakan dari orang-orang musyrik itu memandang baik membunuh anak-anak mereka untuk membinasakan mereka dan untuk mengaburkan bagi mereka agamaNya. Dan kalau Allah menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggallah mereka dan apa yang mereka ada-adakan. (al-An’am: 137)

mereka berbuat jahat, sementara mereka merasa itu benar,

اَلَّذِيْنَ كَفَرُوْا لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيْدٌ ەۗ وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ لَهُمْ مَّغْفِرَةٌ وَّاَجْرٌ كَبِيْرٌ ࣖ

Orang-orang yang kafir, mereka akan mendapat azab yang sangat keras. Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, mereka memperoleh ampunan dan pahala yang besar. (Fathir: 7)

Kesepuluh, Dengan aqidah, mental semakin berbobot Aqidah yang lurus akan membuat manusia semakin berani menghadapi tantangan hidup demi kebahagiaan yang abadi. Juga mengajarkan manusia untuk semakin bertawakkal kepada Allah. Allah berfirman menceritakan kondisi Musa dan Bani Israil ketika dikejar Fir’aun,

فَلَمَّا تَرَاۤءَ الْجَمْعٰنِ قَالَ اَصْحٰبُ مُوْسٰٓى اِنَّا لَمُدْرَكُوْنَ ۚ

61. Maka ketika kedua golongan itu saling melihat, berkatalah pengikut-pengikut Musa, “Kita benar-benar akan tersusul.”

قَالَ كَلَّاۗ اِنَّ مَعِيَ رَبِّيْ سَيَهْدِيْنِ

62. Dia (Musa) menjawab, “Sekali-kali tidak akan (tersusul); sesungguhnya Tuhanku bersamaku, Dia akan memberi petunjuk kepadaku.” (as-Syu’ara’: 61-62)

Aqidah itu bisa dibangun dengan banyak mendekat kepada Allah.

وَاَوْحَيْنَآ اِلٰى مُوْسٰى وَاَخِيْهِ اَنْ تَبَوَّاٰ لِقَوْمِكُمَا بِمِصْرَ بُيُوْتًا وَّاجْعَلُوْا بُيُوْتَكُمْ قِبْلَةً وَّاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَۗ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِيْنَ

Dan Kami wahyukan kepada Musa dan saudaranya, “Ambillah beberapa rumah di Mesir untuk (tempat tinggal) kaummu dan jadikanlah rumah-rumahmu itu tempat ibadah dan laksanakanlah salat serta gembirakanlah orang-orang mukmin.” (QS. Yunus: 87)

Kesebelas, Dengan aqidah yang lurus, manusia akan lebih mudah dikendalikan untuk mengikuti aturan. Keterangan Aisyah,  Sesungguhnya yang pertama sekali turun dari Al-Qur’an adalah surat yang menjelaskan berita mengenai surga dan neraka, hingga ketika orang-orang sudah berbondong-bondong masuk Islam, maka turunlah ayat mengenai perkara yang halal dan haram. Kalau seandainya yang pertama kali turun adalah ayat “dan janganlah kamu meminum arak” niscaya mereka akan berkata: “Kami tidak akan meninggalkan arak selama-lamanya”, dan seandainya yang pertama kali turun ayat “janganlah kamu berzina”, niscaya mereka akan berkata: “Kami tidak akan meninggalkan zina selama-lamanya.” [HR. Bukhari].