بسم الله الرحمن الرحيم
𝗗𝗔𝗨𝗥𝗔𝗛 𝗤𝗔𝗧𝗔𝗥 𝗞𝗘-𝟮𝟲 & 𝗦𝗔𝗙𝗔𝗥𝗜 𝗗𝗔𝗞𝗪𝗔𝗛 𝗤𝗔𝗧𝗔𝗥
bersama : 𝗨𝘀𝘁𝗮𝗱𝘇 𝗔𝗺𝗺𝗶 𝗡𝘂𝗿 𝗕𝗮𝗶𝘁𝘀, 𝗦𝗧., 𝗕𝗔 𝘏𝘢𝘧𝘪𝘻𝘩𝘢𝘩𝘶𝘭𝘭𝘢𝘩
📚 Bersama Keluarga Meraih Surga
📆 Kamis, 3 Rabi’ul Akhir 1447/ 25 September 2025
🕌 Masjid #1235 Wakra Qatar
📖 Daftar Isi:
Mengulang ilmu tidak seharusnya membuat orang bosan, karena ilmu bukan hiburan lucu yang jika diulang terasa membosankan. Tetapi, akan banyak kebaikan yang selalu bisa didapatkan.
Ada hadits yang menyatakan bahwa seorang shahabiyah sampai hafal surat Qaf karena Nabi ﷺ selalu membacanya disaat Jum'atan.
عَنْ بِنْتٍ لِحَارِثَةَ بْنِ النُّعْمَانِ قَالَتْ مَا حَفِظْتُ ق إِلَّا مِنْ فِي رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ بِهَا كُلَّ جُمُعَةٍ قَالَتْ وَكَانَ تَنُّورُنَا وَتَنُّورُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاحِدًا
Dari salah seorang putri Ma'in binti Haritsah bin Nu'man ia berkata; "Tidaklah saya menghafal surat Qaaf kecuali dari mulut Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, beliau membacanya pada setiap kali khutbah Jum'at. Dan tempat pembuatan roti kami dengan pembuatan roti Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam adalah satu. (HR. Muslim: 1441)
Hidup di dunia, terkadang Allah ﷻ lapangkan rezeki seseorang sementara di belahan lain ada yang kesusahan, seperti halnya orang tua bekerja dengan nyaman dan makan cukup di Qatar, tetapi terkadang anak-anak di pondok kekurangan uang jajan.
Gambaran seperti ini juga terlihat si surga, dimana salah satu anggota keluarga berada di bagian bawah dan Allah ﷻ pertemukan dengan orang tuanya di satu tempat di surga.
Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Thur ayat 21:
وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَٱتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُم بِإِيمَٰنٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَآ أَلَتْنَٰهُم مِّنْ عَمَلِهِم مِّن شَىْءٍ ۚ كُلُّ ٱمْرِئٍۭ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ
Dan orang-oranng yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya.
Dari ayat ini dimungkinkan bertemunya anggota keluarga dalam satu tempat, meskipun amalan-amalan dan keimanan mereka berbeda. Dan Allah ﷻ memberikan ganjaran dengan sangat detail, maka meninggalkan amalan-amalan sunnah meskipun kecil akan dihitung dan diganjar dengan derajat surga yang berbeda.
Bahkan Allah ﷻ menyediakan 100 derajat surga bagi orang-orang yang berjihad di jalan Allah ﷻ.
عن أبي هريرة رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: «إنَّ في الجنَّة مائةَ دَرَجَة أعَدَّهَا الله للمُجاهِدين في سَبِيل الله ما بَيْنَ الدَّرَجَتَيْنِ كما بين السماء والأرض».
[صحيح] - [رواه البخاري]
Dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-bersabda, “Sesungguhnya di dalam surga terdapat 100 (seratus) tingkatan yang telah disiapkan Allah untuk para mujahid di jalan Allah. Jarak antara 2 (dua) tingkat seperti jarak antara langit dan bumi.” [Hadis sahih] - [Diriwayatkan oleh Bukhari]
Ada beberapa pendapat cara Allah ﷻ mengumpulkan anggota keluarga mereka di surga:
- Bagi yang meninggal sudah dewasa:
- Allah ﷻ angkat derajat di surga ke tingkat yang lebih atas.
- Surga mereka sesuai kedudukan yang Allah ﷻ tetapkan, tetapi bisa saling berkunjung. (Dikuatkan pendapat oleh Ibnul Jauzy Rahimahullah dalam Zaadul Masir). - Bagi yang meninggal sebelum baligh, maka dia gabungkan ke salah satu status iman diantara kedua orang tuanya.
Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah tatkala menjelaskan ayat ini berkata:
‘Allah mengabarkan tentang kebaikan, kemuliaan, pemberian, dan kelembutan-Nya pada makhluk-Nya. Yaitu, bahwa orang-orang beriman, jika anak cucunya mengikuti mereka dalam keimanan, Allah akan mempertemukan mereka kembali dalam satu kedudukan. Walaupun kedudukan tersebut tidak dicapai oleh anak cucunya. Sehingga orang tua ini merasa bahagia dengan kehadiran anak cucunya bersama mereka di surga.
Allah mengumpulkan mereka dalam penampilan yang terbaik. Allah mengangkat kekurangan amal sang anak-cucu dan menjadikan amal mereka sempurna tanpa mengurangi amal dan kedudukan orang tua. Akhirnya, mereka pun berada dalam derajat yang sama. Karenanya Allah berfirman, ‘Kami pertemukan mereka dengan anak cucu mereka (di dalam surga), dan Kami tiada mengurangi sedikit pun pahala amal (kebajikan) mereka.’
Ini bentuk kebaikan Allah pada sang anak karena keberkahan amalan orang tua.”
قَالَ الْحَافِظُ الطَّبَرَانِيُّ: حَدَّثَنَا الْحُسَيْنُ بْنُ إِسْحَاقَ التُّسْتَرِي، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ غَزْوان، حَدَّثَنَا شَرِيكٌ، عَنْ سَالِمٍ الْأَفْطَسِ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ -أَظُنُّهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-قَالَ: "إِذَا دَخَلَ الرَّجُلُ الْجَنَّةَ سَأَلَ عَنْ أَبَوَيْهِ وَزَوْجَتِهِ وَوَلَدِهِ، فَيُقَالُ: إِنَّهُمْ لَمْ يَبْلُغُوا دَرَجَتَكَ. فَيَقُولُ: يَا رَبِّ، قَدْ عَمِلْتُ لِي وَلَهُمْ. فَيُؤْمَرُ بِإِلْحَاقِهِمْ بِهِ، وَقَرَأَ ابْنُ عَبَّاسٍ {وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ} الْآيَةَ
Al-Hafiz Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Husain ibnu Ishaq At-Tusturi, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdur Rahman ibnu Gazwan, telah menceritakan kepada kami Syarik, dari Salim Al-Aftas, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang menurutnya Ibnu Abbas pasti dari Nabi ﷺ. Disebutkan: Apabila seseorang masuk surga, maka ia ditanyai tentang kedua orang tuanya, istrinya, dan anak-anaknya. Maka dikatakan, "Sesungguhnya mereka masih belum dapat mencapai derajatmu.” Maka ia berkata, "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah beramal untuk diriku dan juga untuk mereka, " maka diperintahkan agar mereka dihubungkan (digabungkan) bersamanya.
Bagaimana Cara Berkunjung di Surga
Ibnul Qayyim rahimahullah dalam Hadil Arwah Ila Biladil Afrah menjelaskan bahwa penduduk surga bisa saling berkunjung, dalam Hadits Thabrani dari Abu Umamah Radliyallahu ‘anhu yang berkata, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya, “Apakah penghuni surga bisa saling kunjung mengunjungi sesama mereka?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Penghuni surga kelas atas bisa mengunjungi penghuni surga kelas bawah. Penghuni surga kelas bawah tidak bisa mengunjungi penghuni surga kelas atas kecuali orang-orang yang saling mencintai karena Allah semata. Mereka bebas pergi ke mana saja yang mereka sukai dengan mengendarai unta (pilihan).”
Humaid bin Hilal dalam shifatul Jannah, kami mendapati riwayat bahwa penduduk surga yang atas bisa berkunjung ke bawah, tetapi yang bawah tidak bisa berkunjung ke yang atas.
Namun kami tidak mengetahui validitas penyebutan riwayat yang disebutkan Ibnul Qayyim rahimahullah di atas.
Keadaan Penduduk Neraka
Diantara siksaan penduduk neraka selain siksaan fisik adalah siksaan bathin antara lain:
- Tidak ada hak bicara, sehingga keinginan mereka tidak akan dipenuhi.
Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Mukminun ayat 107-108:
رَبَّنَآ أَخْرِجْنَا مِنْهَا فَإِنْ عُدْنَا فَإِنَّا ظَٰلِمُونَ
Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami daripadanya (dan kembalikanlah kami ke dunia), maka jika kami kembali (juga kepada kekafiran), sesungguhnya kami adalah orang-orang yang zalim".
قَالَ ٱخْسَـُٔوا۟ فِيهَا وَلَا تُكَلِّمُونِ
Allah berfirman: "Tinggallah dengan hina di dalamnya, dan janganlah kamu berbicara dengan Aku.
Ayat ini menunjukkan bahwa Allah ﷻ sudah tidak peduli lagi, tidak mau mendengarkan permintaan mereka. Kemudian mereka meminta kepada malaikat Malik agar dimatikan. Dalam surat Az-Zuhruf ayat 77:
وَنَادَوْا۟ يَٰمَٰلِكُ لِيَقْضِ عَلَيْنَا رَبُّكَ ۖ قَالَ إِنَّكُم مَّٰكِثُونَ
Mereka berseru: "Hai Malik biarlah Tuhanmu membunuh kami saja". Dia menjawab: "Kamu akan tetap tinggal (di neraka ini)".
Dalam salah satu tafsir mereka meminta selama 1000 tahun, tetapi tidak digubris dan kekal di sana. Na'udzubillahmindalik.
Setelah putus asa meminta kepada malaikat Malik, mereka minta lagi kepada malaikat penunggu neraka lainya (tidak ada yang tahu jumlah totalnya, tetapi pemimpinnya malaikat zabaniyah ada 19 dengan dipimpin oleh malaikat Malik). Allah Ta’ala berfirman dalam Al-Qur’an Surat Ghafir ayat 49:
وَقَالَ ٱلَّذِينَ فِى ٱلنَّارِ لِخَزَنَةِ جَهَنَّمَ ٱدْعُوا۟ رَبَّكُمْ يُخَفِّفْ عَنَّا يَوْمًا مِّنَ ٱلْعَذَابِ
Dan orang-orang yang berada dalam neraka berkata kepada penjaga-penjaga neraka Jahannam: "Mohonkanlah kepada Tuhanmu supaya Dia meringankan azab dari kami barang sehari".
Kemudian permintaan selanjutnya mereka meminta kepada penduduk surga, dalam ayat 50 surat Al-A'raf :
وَنَادَىٰٓ أَصْحَٰبُ ٱلنَّارِ أَصْحَٰبَ ٱلْجَنَّةِ أَنْ أَفِيضُوا۟ عَلَيْنَا مِنَ ٱلْمَآءِ أَوْ مِمَّا رَزَقَكُمُ ٱللَّهُ ۚ قَالُوٓا۟ إِنَّ ٱللَّهَ حَرَّمَهُمَا عَلَى ٱلْكَٰفِرِينَ
Dan penghuni neraka menyeru penghuni surga: "Limpahkanlah kepada kami sedikit air atau makanan yang telah direzekikan Allah kepadamu". Mereka (penghuni surga) menjawab: "Sesungguhnya Allah telah mengharamkan keduanya itu atas orang-orang kafir,
- Allah ﷻ pisahkan diantara penghuni neraka diantara keluarga mereka. Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Az-Zumar Ayat 15:
قُلْ إِنَّ ٱلْخَٰسِرِينَ ٱلَّذِينَ خَسِرُوٓا۟ أَنفُسَهُمْ وَأَهْلِيهِمْ يَوْمَ ٱلْقِيَٰمَةِ ۗ أَلَا ذَٰلِكَ هُوَ ٱلْخُسْرَانُ ٱلْمُبِينُ
Katakanlah: "Sesungguhnya orang-orang yang rugi ialah orang-orang yang merugikan diri mereka sendiri dan keluarganya pada hari kiamat". Ingatlah yang demikian itu adalah kerugian yang nyata.
Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan makna 'orang-orang yang merugikan diri mereka sendiri dan keluarganya' yaitu mereka tercerai berai dan tidak akan bertemu lagi selamanya, apakah keluarga mereka dimasukkan ke dalam surga, sedangkan mereka sendiri masuk neraka atau semuanya menjadi penghuni neraka. Akan tetapi tidak ada kebersamaan dan kebahagiaan bagi mereka.
Agar bisa Mendapat Kebahagiaan Hakiki
1. Menciptakan Suasana Surga Dunia
Yaitu membikin suasana rumah dalam balutan iman. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan,
“Di dunia itu terdapat surga. Barangsiapa yang tidak memasukinya, maka dia tidak akan memperoleh surga akhirat, yaitu kelezatan iman.”
Ibnul Qayyim menjelaskan bahwa surga dunia adalah mencintai Allah, mengenal Allah, senantiasa mengingat-Nya, merasa tenang dan thuma’ninah ketika bermunajat pada-Nya, menjadikan kecintaan hakiki hanya untuk-Nya, memiliki rasa takut dan dibarengi rasa harap kepada-Nya, senantiasa bertawakkal pada-Nya dan menyerahkan segala urusan hanya pada-Nya.
Inilah surga dunia yang dirindukan oleh para pecinta surga akhirat. Ibrahim bin Adham Rahimahullah berkata :
لَوْ يَعْلَمُ المُلُوْكُ وَأَبْنَاءُ المُلُوْكِ مَا نَحْنُ فِيْهِ لَجَلِدُوْنَا عَلَيْهِ بِالسُّيُوْفِ
“Seandainya para raja dan pangeran itu mengetahui kenikmatan yang ada di hati kami ini, tentu mereka akan menyiksa kami dengan pedang (untuk merebutnya).” [Rawai’ut Tafsir Ibnu Rajab 2/134, Darul ‘Ashimah, cet.I, 1422 H, Syamilah].
- Mencari pasangan yang baik
Contoh kerjasama dalam kebaikan untuk membangun nuansa iman dalam keluarganya:
وعن أَبي هريرة – رضي الله عنه – ، قَالَ : قَالَ رسول الله – صلى الله عليه وسلم – : (( رَحِمَ اللهُ رَجُلاً قَامَ مِنَ اللَّيْلِ ، فَصَلَّى وَأيْقَظَ امْرَأَتَهُ ، فَإنْ أبَتْ نَضَحَ في وَجْهِهَا المَاءَ ، رَحِمَ اللهُ امْرَأَةً قَامَتْ مِنَ اللَّيْلِ ، فَصَلَّتْ وَأيْقَظَتْ زَوْجَهَا ، فَإن أبَى نَضَحَتْ فِي وَجْهِهِ المَاءَ )) رواه أَبُو داود بإسناد صحيح
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah merahmati seorang lelaki yang bangun pada malam hari, lalu ia shalat dan membangunkan istrinya. Jika istrinya menolak, ia memercikkan air pada wajahnya. Allah merahmati seorang perempuan yang bangun pada malam hari, lalu ia shalat dan membangunkan suaminya. Jika suaminya menolak, ia memercikkan air pada wajahnya.”
(HR. Abu Daud, sanadnya sahih) [HR. Abu Daud, no. 1308, 1450; An-Nasai, 3:205; Ibnu Majah, no. 1339; Ahmad, 2:250, 436. Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilaly mengatakan bahwa hadits ini hasan].
Ada kisah tentang seorang ayah yang mengadu kepada Umar bin Khattab Radhiyallahu’anhu soal anaknya yang durhaka. Pria itu mendatangi Umar bin Khattab untuk mengadukan ihwal kedurhakaan anaknya.
Lalu, Umar mendatangkan anak yang disebut ayahnya telah durhaka dengan maksud untuk menceritakan kedurhakaannya terhadap ayahnya itu dan kelalaiannya untuk memenuhi hak-hak orang tua.
Lantas anak itu menjawab, "Wahai Amirul Mukminin, bukankah anak juga mempunyai hak-hak yang harus diberikan oleh ayahnya?"
Umar berkata, "Tentu". Anak itu bertanya, "Apakah itu, wahai Amirul Mukminin?"
Umar menjawab, "Memilihkan ibunya, memberikan nama yang baik kepadanya dan mengajarkan Al-Kitab (Alquran) kepadanya."
Lalu, anak itu berkata lagi, "Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya ayahku belum pernah melakukan satu pun di antara semua itu. Adapun ibuku seorang bangsa Etiopia dari keturunan orang yang beragama Majusi. Ayahku telah memberikan nama Ju'al (kumbang kelapa) kepadaku dan belum pernah mengajarkan satu huruf pun dari Al-Kitab."
Kemudian, Umar menoleh kepada pria itu (ayah anak tersebut), dan berkata, "Engkau telah datang kepadaku untuk mengadukan anakmu telah berbuat durhaka kepadamu, padahal engkau telah mendurhakainya sebelum ia mendurhakai kamu dan engkau telah berbuat buruk kepadanya sebelum ia berbuat buruk kepadamu."
Salah satu sunatullah,
الْجَزَاءُ مِنْ جِنْسِ الْعَمَلِ
(al-jaza’ min jinsil ‘amal, artinya balasan sesuai dengan perbuatan).
Suatu ketika ada seseorang yang dipukuli anaknya dan diseret hingga titik tertentu, kemudian sang ayah berteriak, cukup anakku, dulu aku juga menyeret bapakku sampai di titik ini.. Subhanallah... Balasan sesuai perbuatan.
Maka, jika ada anak-anak kita yang durhaka, hendaknya kita sadar diri, barangkali itu adalah hukuman Allah ﷻ bagi dosa-dosa kita yang telah lalu.
2. Pendidikan dalam Keluarga
Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat At-Tahrim Ayat 6:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ قُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
Salah satu penafsiran Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu adalah ajarkanlah adab kepada mereka dan ajarkanlah ilmu kepada mereka.
Disini adab dan ilmu dibedakan, meskipun ada adalah bagian dari ilmu. Yang pendidikan adab dimulai dari kecil. Walhamdulillah kelebihan anak-anak Indonesia terkenal dengan ramah dan sopan santun.
3. Berusahalah menjadi Baik
Karena taqwa akan dibalas dengan taqwa, kalau seseorang bertaqwa maka akan menjadikannya makhluk takut kepadanya.
Jika kita sering membaca surah Al Kahfi tiap hari Jum’at dan mentadabburinya, kita akan menemukan sebuah kisah perjalanan Nabi Musa dan Nabi Khidir yang kesepakatan awanya adalah Nabi Musa tidak boleh mempertayakan apapun yang dilakukan Nabi Khidir.
Salah satu yang dilakukan Nabi Khidir saat itu adalah membangun dinding rumah yang hampir roboh di sebuah negeri asing. Mengapa tiba-tiba dibangun kembali? Karena ternyata di bawah dinding itu tersimpan harta karun milik dua orang anak yatim.
Dalam Al Qur’an QS Al Kahfi ayat 82:
وَأَمَّا الْجِدَارُ فَكَانَ لِغُلَامَيْنِ يَتِيمَيْنِ فِي الْمَدِينَةِ وَكَانَ تَحْتَهُ كَنزٌ لَّهُمَا وَكَانَ أَبُوهُمَا صَالِحا
“Dan adapun dinding rumah itu adalah milik dua anak yatim di kota itu, yang di bawahnya tersimpan harta bagi mereka berdua, dan ayahnya seorang yang saleh.” (Peran Orangtua dalam Mendidik Anak Agar Menjadi Saleh dan Salihah)
Ibnu Abbas Radhiyallahu’anhuma berkata bahwa dua anak shaleh itu dijaga karena kesalehan kedua orang tuanya.
Maka, dahulu Sayyid bin Musayyid rahimahullah selalu memperbanyak jumlah raka’at shalatnya setiap kali ingat agar Allah ﷻ menjaga anak-anaknya.
Kisah Umar bin Khattab Dengan Penjual Susu
Ketika Umar bin Khattab radhiallahu anhu pada masa kekuasannya melarang mencampur laban (susu) dengan air, suatu malam dia mengelilingi kota Madinah. Kemudian dia bersandar di sebuah dinding untuk beristirahat. Ternyata seorang wanita sedang berpesan kepada puterinya untuk mencampur laban dengan air.
Maka sang puteri tersebut berkata, ‘Bagaimana aku mencampurnya sedangkan Amirul Mukminin melarang hal tersebut.” Lalu wanita tersebut berkata, “Amirul Mukminin tidak mengetahuinya.” Maka sang anak menjawab, “Jika Umar tidak mengetahuinya, maka Tuhannya Umar mengetahuinya. Aku tidak akan melaksanakannya selama hal tersebut telah dilarang.”
Ucapan sang anak perempuan tersebut sang berkesan di hati Umar bin Khattab Radhiyallahu anhu. Maka di pagi harinya dia memanggil puteranya bernama Ashim, lalu dia ceritakan kejadiannya dan dia beritahu tempatnya, kemudian dia berkata, “Pergilah wahai anakku, nikahilah anak tersebut.” Maka akhirnya Ashim menikahi puteri tersebut (Ummu Amarah bintu Sufyan), dan dari perkawinan tersebut, lahirlah Abdu Aziz bin Marwan bin Hakam, kamudian darinya lahir Umar bin Abdul Aziz (Sang Khilafah yang terkenal alim dan bijaksana)
Di antara pelajaran dalam kisah ini:
1. Kesungguhan kalangan salaf dalam mendidik anak-anak mereka.
2. Selalu merasa diawasi Allah dalam sepi dan ramai.
3. Tidak mengapa memberikan nasehat kepada kedua orang tua.
4. Memilihkan suami atau isteri yang saleh bagi anak laki maupun perempuan.
•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ
“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم