Menu Haji dan Umrah

Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam. (QS. Ali Imran : 97)
Artikel Manasik Haji Manasik Umrah Fatwa Fiqh Download Video

DO'A BERSAMA DI ARAFAH DAN TEMPAT LAIN

Oleh: Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz

Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Apa hukum do'a bersama pada hari 'Arafah baik di Arafah atau tempat lainnya ? Di mana seseorang dari jama'ah haji membaca do'a yang terdapat dalam kitab-kitab do'a yang disebut 'Do'a Arafah' dan do'a-do'a lainnya, sedangkan para jama'ah mengulangi apa yang diucapkan oleh seseorang tersebut dan mereka tidak mengucapkan amin. Apakah berdo'a seperti itu dinilai bid'ah atau tidak, beserta dalilnya ?

Jawaban
Yang utama bagi orang yang haji pada hari Arafah yang besar itu adalah tekun dalam berdo'a dan merendahkan diri kepada Allah seraya mengangkat kedua tangan. Sebab Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tekun dalam berdo'a dan dzikir pada hari tersebut hingga matahari terbenam. Yaitu setelah shalat dzuhur dan ashar dengan jama' dan qashar di lembah Arafah, maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menuju ketempat wukuf lalu wukuf disamping batu-batu besar dan di bukit yang sekarang dinamakan 'Al-Aal". Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tekun dalam berdo'a dan dzikir seraya mengangkat kedua tangan dan menghadap kiblat dengan duduk di atas untanya. Allah mensyari'atkan kepada hamba-hamba-Nya untuk berdo'a dengan merendahkan diri, suara pelan dan khusyu' kepada Allah seraya penuh harap dan cemas. Terlebih bahwa bukit Arafah merupakan salah satu tempat berdo'a yang paling utama. Allah berfirman.

"Artinya : Berdo'alah kepada Rabbmu dengan merendahkan diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampui batas' [Al-Ar'arf : 55]

Dan Allah Subhanahu wa Ta'ala juga berfirman.

"Artinya : Dab sebutlah (nama) Rabbmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut dan tidak dengan mengeraskan suara" [Al-A'raf : 205]

Dan dalam Shahihaian disebutkan.

"Artinya : Abu Musa al-Asyari Radhiallahu 'anhu berkata : 'Manusia mengeraskan suara dengan bedo'a, maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : 'Wahai manusia, rendahkanlah suaramu, sesungguhnya kamu tidak berdo'a kepada yang tuli dan yang tidak hadir dalam majlis. Sesungguhnya dzat yang kalian berdo'a kepada-Nya adalah Maha Mendengar lagi Maha Dekat lebih dekat kepada seseorang diantara kamu dari leher binatang tunggangannya" [Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim]

Dan Allah Subhanahu wa Ta'ala memuji Nabi Zakariya 'Alaihis Salam karena berdo'a dengan suara lembut.

"Artinya : (Yang dibacakan ini adalah) penjelasan tentang rahmat Rabb kamu kepada hamba-Nya, Zakariya, yaitu tatkala ia berdo'a kepada Rabbnya dengan suara yang lembut". [Maryam : 2-3]

Dan Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.

"Artinya : Berdo'alah kepada-Ku niscaya akan Ku-perkenankan bagimu" [Al-Mukmin : 60]

Banyak ayat Al-Qur'an dan Hadits yang menghimbau untuk dzikir dan berdo'a kepada Allah. Di tempat ini disyari'atkan berdo'a dengan lebih khusus, yaitu dengan memperbanyak dzikir dan do'a dengan ikhlas dan khusyu' serta penuh harap dan cemas. Sepengetahuan saya adalah disyari'atkan mengeraskan suara dalam berd'oa dan talbiyah di Arafah sebagaimana dilakukan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya, semoga Allah meridhai mereka. Tapi jika seseorang berdo'a dalam jama'ah dan jama'ah mengaminkan do'anya maka demikian itu tidak mengapa, seperti dalam do'a qunut, do'a khatam al-Qur'an, do'a istisqa, dan lain-lain. Adapun berkumpul pada hari Arafah selain padang Arafah maka tidak ada dasarnya sama sekali dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, bahkan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Artinya : Barangsiapa mengerjakan suatu amal yang tidak berdasarkan perintah kami, maka dia ditolak". [Hadits Riwayat Muslim dalam Shahihnya]
Dan allah adalah yang memberikan pertolongan kepada kebenaran.

[Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Haji dan Umrah oleh Ulama-Ulama Besar Saudi Arabia, penyusun Muhammad bin Abadul Aziz Al-Musnad, terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi'i, hal. 181 - 186, Penerjemah H.Asmuni Solihan Zamaksyari Lc]

Kajian Haji dan Umrah