Menu Haji dan Umrah

Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam. (QS. Ali Imran : 97)
Artikel Manasik Haji Manasik Umrah Fatwa Fiqh Download Video
SHALAT DUA RAKAAT SETELAH THAWAF CUKUP SEBAGAI GANTI SHALAT TAHIYATUL MASJID

Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz

Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Jika saya ihram umrah atau haji dan saya telah masuk Masjidil Haram, apakah saya harus shalat dua rakat tahiyatul masjid ataukah saya langsung thawaf .?

Jawaban
Sesuai syari'at Islam bagi orang yang masuk Masjidil Haram baik untuk haji atau umrah adalah memuali thawaf dan cukup baginya dua putaran thawaf pengganti shalat dua raka'at tahiyatul masjid. Demikian itu dikecualikan jika ada udzur syar'i yang menghambat dari tahwaf ketika masuk Masjidil Haram, maka yang dilakukan adalah shalat dua rakaat tahiyyatul masjid kemudian thawaf jika hal itu dapat dilakukannya. Demikian jika seseorang masuk Masjidil Haram ketika telah iqamat shalat, maka dia shalat bersama manusia kemudian thawaf setelah selesai shalat.

THAWAF JAUH DARI KA'BAH

Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz

Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Apa hukum thawaf di belakang maqam Ibrahim atau di belakang sumur zamzam ?

Jawaban
Tidak mengapa thawaf seperti itu. Bahkan walaupun seseorang thawaf di serambi masjid, maka demikian itu cukup baginya. Tapi thawaf pada tempat yang semakin dekat kepada Ka'bah adalah yang utama, dan jika di sana ada keleluasaan dan tidak berdesak-desakan lalu orang mendekat Ka'bah maka demikian itu adalah utama. Tapi jika mendekat Ka'bah terasa berat bagi seseorang lalu dia thawaf jauh dari Ka'bah maka tiada dosa dalam demikian itu.


THAWAF DI DALAM HIJIR ISMAIL

Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz

Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Seseorang thawaf di dalam hijir Ismail lalu sa'i dan tahallul ihram, kemudian dia pulang ke rumahnya dan menggauli istrinya, apakah dia berdosa dalam demikian itu ?

Jawaban
Umrah orang tersebut batal karena thawafnya tidak benar. Maka dia wajib mengulangi thawaf, sa'i dan memotong rambut (tahallul) dan wajib membayar dam dengan menyembelih kambing di Mekkah, sebab kesalahannya menggauli istri sebelum merampungkan umrah sedangkan thawafnya di dalam hijir Ismail tidak benar. Seharusnya dia thawaf di luar hijir Isma'il sehingga sempurna umrahnya. Kemudian dia melakukan umrah lain yang benar dengan ihram di miqat ketika dia ihram umrah pertama. Inilah yang wajib dilakukan karena dia telah merusak umrahnya dengan menggauli istri.


MENGUSAP RUKUN YAMANI DENGAN MENGISYARATKAN KEPADANYA

Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz

Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Apa hukum mengusap atau mengisyaratkan tangan kepada sudut Ka'bah bagian barat daya (Rukun Yamani) ketika thawaf, dan berapa kali takbir yang diucapkan ketika berada pada keuda rukun tersebut .?

Jawaban
Bagi orang yang thawaf disunnahkan mengusap Hajar Aswad dan Rukun Yamani dalam setiap putaran thawaf, bahkan disunnahkan mencium Hajar Aswad secara khusus dalam setiap putaran disertai mengusapnya hingga akhir putaran jika mudah dilakukan. Tapi jika berat dilakukan karena berdesak-desakan maka menjadi makruh hukumnya. Sebagaimana juga disunnahkan mengisyaratkan Hajar Aswad dengan tangan atau dengan tongkat seraya membaca takbir. Adapun untuk Rukun Yamani, maka sepengetahuan kami tidak terdapat dalil yang menunjukkan diperintahkannya mengisyaratkan tangan kepadanya, tapi hanya mengusapnya dengan tangan kanan jika mampu melakukan dan tidak mecium tanganya, dan mengatakan "Bismillah, Allahu Akbar" atau "Allahu Akbar". Tapi jika untuk mengusap Rukun Yamani sangat merepotkan maka tidak boleh dipaksakan untuk mengusapnya, tapi cukup melintasinya ketika thawaf dengan tanpa mengisyaratkan tangan atau takbir karena tidak terdapat dalil dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya tentang demikian itu seperti telah saya jelaskan dalam kitab saya, "At-Tahqiq wal Idhah li Katsir min Masail al Haj wal Umrah wa Ziyarah".

Adapun tentang jumlah hitungan ketika membaca takbir maka cukup sekali. Sebab saya tidak mengetahui dalil syar'i yang menunjukkan pengulangan membaca takbir. Dan hendaknya dalam semua putaran thawaf membaca do'a-do;a dan berbagai dzikir yang dapat dilakukan dengan diakhiri do'a yang diajarkan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, yaitu do'a yang masyhur.
Rabbana atinaa fii ad-dunyaa hasanah, wafil -akhiarati hasanah waqinaa 'adzaabannar

"Ya Allah berikanlah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan peliharalah kami dari siksa api neraka"

Perlu diketahui bahwa semua dzikir dan do'a dalam thawaf dan sa'i adalah sunnah, bukan wajib.


[Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Haji dan Umrah oleh Ulama-Ulama Saudi Arabia, Penyusun Muhammad bin Abdul Aziz Al-Musnad, terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi'i, hal. 148-153, Penerjemah H.Asmuni Solihan Zamaksyari Lc]

Kajian Haji dan Umrah