ʙɪꜱᴍɪʟʟᴀʜ
Muqadimah [Lanjutan] - Dua Jenis Akhlak
Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu’anhu berkata,
إِنَّ اللَّهَ قَسَمَ بَيْنَكُمْ أَخْلاقَكُمْ كَمَا قَسَمَ بَيْنَكُمْ أَرْزَاقَكُمْ
“Sesungguhnya Allah Ta’ala membagi akhlak (yang terpuji) kepada kalian, sebagaimana Allah membagi rezeki kalian”
(HR. Ahmad 3490 dan disahikan oleh Al-Albani dalam Ash-Sahihah no. 2714 secara mauquf (bersumber dari para sahabat) dari Abdullah Ibn Mas’ud namun memiliki status hukum sebagai hadis marfu’ (berasal dari Nabi Muhammad ﷺ).
Jika demikian, maka selaiknya, sebagaimana kita bersemangat sembari bertawakal kepada Allah ﷻ dalam mencari rezeki, demikian pula sikap kita ketika mengupayakan akhlak mulia dalam diri kita.
Ucapan Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu’anhu di atas juga menjelaskan, bahwa layaknya kondisi ekonomi seseorang yang fluktuatif, demikian pula taraf kemuliaan akhlak seseorang pun naik-turun. Oleh karenanya Rasulullah ﷺ senantiasa berdoa meminta akhlak yang baik dan berlindung dari akhlak yang buruk.
Akhlak ada dua jenis, yaitu:
Pertama: Jibilly (watak asli).
Rasulullah ﷺ pernah bersabda kepada Al-Asyajj bin Abdul Qais Radhiyallahu’anhu:
يَا أَشَجُّ، إِنَّ فِيكَ خَصْلَتَيْنِ يُحِبُّهُمَا اللهُ وَرَسُولُهُ: الْحِلْمَ وَالْأَنَاةَ
“Wahai Asyaj, sesungguhnya pada dirimu ada dua perangai yang dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya, yaitu kecerdasan dan ketenangan dalam bersikap.”
Mendengar itu, Al-Asyajj Radhiyallahu’anhu pun bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah kedua perangai tersebut adalah hasil usahaku, atau kah Allah yang telah menjadikannya sebagai watak asliku?”
Rasulullah ﷺ pun menjawab:
بَلِ اللهُ جَبَلَكَ عَلَيْهِمَا
“Allah ﷻ telah menjadikan kedua perangai tersebut terpatri sebagai watak aslimu”.
Al-Asyajj Radhiyallahu’anhu pun berkata:
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي جَبَلَنِي عَلَى خُلُقَيْنِ يُحِبُّهُمَا اللهُ وَرَسُولُهُ
“Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan dua perangai yang dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya sebagai watak asliku.” (HR. Ahmad, 39/490 dan asal hadisnya tanpa tambahan pertanyaaan dari al-Asyajj diriwayatkan oleh Muslim, no. 17.)
Kedua : Muktasab (diusahakan dan diperjuangkan dalam mendapatkannya).
Rasulullah ﷺ bersabda:
أَنَا زَعِيمٌ بِبَيْتٍ فِي أَعْلَى الْجَنَّةِ لِمَنْ لِمَنْ حَسَّنَ خُلُقَهُ
“Aku menjamin istana di bagian atas surga bagi orang yang memperindah akhlaknya.” (HR. Abu Dawud no. 4800 dan Tirmidzi no. 1993 dan dinilai sebagai hadis hasan oleh Al-Albani dalam Sahih Al-Jami’, no. 1464. Lihat: ash-Sahihah, no. 273.)
________
- Catatan:
Banyak orang yang mempunyai sifat asli pelit dan kikir, hingga setelah menuntut ilmu, berdo'a dan berusaha diberi taufik untuk mudah bersedekah.
Karena sifat manusia aslinya adalah kikir. Allah berfirman dalam QS. Al Ma'arij ayat 19:
۞ اِنَّ الْاِنْسَانَ خُلِقَ هَلُوْعًاۙ
Sesungguhnya manusia diciptakan dengan sifat keluh kesah lagi kikir. (QS 70 : 19)
Demikian juga sifat pemarah, terkadang seseorang yang mempunyai watak pemarah, setelah dilatih dengan perjuangan akhirnya mampu menahan marah (temperamental).
________
Rasulullah ﷺ juga bersabda:
مَنْ يَتَصَبَّرْ يُصَبِّرْهُ الله
“Siapa yang berusaha bersabar, niscaya Allah ﷻ akan jadikan dia penyabar.” [HR. Al-Bukhari no. 1.469].
Hadis ini menunjukkan bahwa orang yang tadinya pemarah bisa berubah menjadi penyabar jika ia berusaha melatih dirinya untuk itu.
Bagaimana cara memperbaiki akhlak?
Di antara cara mengupayakan terbentuknya akhlak yang baik pada diri seorang hamba adalah sebagai berikut:
- Berjuang secara terus-menerus memperbaiki niat.
Berusahalah untuk selalu memastikan bahwa tindakan dan amal perbuatan kita didasari oleh niat yang tulus karena Allah ﷻ, bukan karena tujuan duniawi atau pujian manusia. Ini adalah proses yang berkelanjutan yang membutuhkan kesadaran diri, introspeksi, dan upaya untuk selalu meluruskan kembali niat ketika mulai menyimpang.
- Belajar tentang akhlak mulia serta mempelajari faktor-faktor pembentuk.
Mempelajari akhlak mulia melibatkan pemahaman tentang nilai-nilai luhur seperti kejujuran, keadilan, kesabaran, dan kasih sayang. Faktor-faktor yang membentuk akhlak mulia meliputi pendidikan, lingkungan, pengalaman, dan keteladanan.
- Mengenali akhlak yang buruk, sehingga ia mampu untuk menghindarinya, atau menghilangkannya dari dirinya.
Lihatlah seorang sahabat yang mulia yaitu Hudzaifah Ibnul Yaman, begitu semangat mengenali kejelekan, di samping ia juga paham amalan baik. Hudzaifah berkata, “Manusia dahulu biasa bertanya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai kebaikan. Aku sendiri sering bertanya mengenai kejelekan supaya aku tidak terjerumus di dalamnya.” ( HR. Bukhari no. 3411 dan Muslim no. 1847)
- Berusaha semaksimal mungkin untuk mengaplikasikan akhlak-akhlak mulia yang telah ia ketahui.
Akhlak bukan teori yang ditulis rapi di buku catatan, tetapi harus dipraktekkan dan diusahakan setiap hari.
- Mengajak orang lain untuk berakhlak mulia, sehingga dirinya pun ikut terpacu untuk mempraktikkannya.
•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•
Hadits 1 – Hak Sesama Muslim
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ : قال رَسُولُ اَللهِ صلى الله عليه وسلم : حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ سِتٌّ. قِيْلَ: مَا هُنَّ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: إِذَا لَقِيْتَهُ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ، وَإِذَا دَعَاكَ فَأَجِبْهُ، وَإِذَا اسْتَنْصَحَكَ فَانْصَحْ لَهُ، وَإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ اللهَ فَشَمِّتْهُ، وَإِذَا مَرِضَ فَعُدْهُ، وَإِذَا مَاتَ فَاتْبَعْهُ
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, ia berkata, Rasūlullāh shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hak seorang muslim terhadap sesama muslim itu ada enam: (1) Jika kamu bertemu dengannya maka ucapkanlah salam, (2) Jika ia mengundangmu maka penuhilah undangannya, (3) Jika ia meminta nasihat kepadamu maka berilah ia nasihat, (4) Jika ia bersin dan mengucapkan ‘Alhamdulillah’ maka do‘akanlah ia dengan mengucapkan ‘Yarhamukallah’, (5) Jika ia sakit maka jenguklah dan (6) Jika ia meninggal dunia maka iringilah jenazahnya.”
(Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya)
Catatan:
1. Bilangan enam yang disebutkan di sini bukan merupakan suatu pembatasan.
2. Yang dimaksud hak di sini adalah perkara yang laa yanbaghi tarkuhu, artinya, yang semestinya tidak ditinggalkan. Bisa jadi hak yang dimaksud adalah perkara yang wajib, bisa jadi pula perkara mustahab yang sangat ditekankan sehingga mirip dengan perkara-perkara wajib yang ditekankan oleh syari’at (lihat Subulus Salaam 2/611).
- Hak yang pertama, sabda Nabi
إِذَا لَقِيْتَهُ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ
jika engkau bertemu seorang muslim maka berilah salam kepadanya.
- Memberi salam merupakan salah satu di antara amalan yang sangat mulia.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا وَلَا تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا أَوَلَا أَدُلُّكُمْ عَلَى شَيْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوهُ تَحَابَبْتُمْ أَفْشُوا السَّلَامَ بَيْنَكُمْ
“Kalian tidak akan masuk surga kecuali kalian beriman, dan kalian tidak akan beriman sampai kalian saling mencintai. Maukah aku tunjukkan kepada kalian tentang suatu perkara jika kalian melakukannya maka kalian akan saling mencintai? Yaitu sebarkanlah salam di antara kalian.” (HR. Muslim no. 54)
- Menjawab salam hukumnya wajib.
- Hindari memberi salam kepada lawan jenis yang dapat mendatangkan fitnah.
- Haram memberi salam kepada orang kafir.
- Jawaban jika diberi salam orang kafir: 'wa'alaikum'.
- Hak yang kedua dari 6 hak seorang muslim terhadap muslim lainnya.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَإِذَا دَعَاكَ فَأَجِبْهُ
“Jika dia mengundangmu maka penuhilah undangannya.”
Sebagian ulama berpendapat bahwa undangan yang disebutkan dalam hadits ini bersifat umum, mencakup segala undangan, baik undangan makan maupun undangan ke rumahnya (sebagaimana pendapat sebagian ulama Syafi’iyah dan ulama Dzohiriyah).
Namun jumhur ulama (mayoritas ulama) mengatakan yang wajib dipenuhi hanyalah undangan walimah pernikahan. Adapun memenuhi undangan-undangan yang lain maka hukumnya mustahab dan tidak sampai kepada hukum wajib.
Syarat-syarat memenuhi undangan:
1. Yang mengundang seorang muslim.
2. Sedang tidak 'dihajr' pemerintah bukan urusan pribadi.
3. Undangan bersifat khusus.
4. Undangan pada hari pertama walimah. Jika diundang hari kedua hukumnya tidaklah wajib.
5. Tidak memberatkan.
6. Tidak ada kemungkaran di acara tersebut.
- Yang ketiga, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَإِذَا اسْتَنْصَحَك فَانْصَحْه
“Jika dia minta nasihat kepadamu, maka nashihatilah dia.”
Seseorang disunnahkan untuk menasihati saudaranya. Jarir bin Abdillah radhiallahu ‘anhumaa berkata,
بَايَعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى إِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَالنُّصْحِ لِكُلِّ مُسْلِمٍ
“Saya membai’at Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berjanji untuk menegakkan sholat, membayar zakat, dan memberi nasihat bagi setiap muslim.” (HR. Al-Bukhari no. 57 dan Muslim no. 56)
Sebagai orang yang mengenal pribadi orang yang ditanyakan, maka kita berusaha menjelaskan bagaimana kebaikan orang tersebut, bagaimana kekurangannya, bagaimana penilaian kita, dan sebagainya, seakan-akan yang akan dilamar adalah putri kita sendiri.
Ini namanya benar-benar seorang naashih, seorang pemberi nasihat bagi saudara kita. Karena nasihat itu berarti kita ingin memberikan kebaikan atau yang terbaik bagi pihak yang diberi nasehat.
- Yang keempat, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ اللَّهَ فَسَمِّتْهُ
“Jika dia bersin, kemudian dia mengucapkan “alhamdulillah” maka jawablah dengan “yarhamukallah.”“
- Kewajiban menjawab bersin, jika yang bersin mengucapkan alhamdulillah.
- Jika bersin lebih dari tiga kali, maka tidak perlu dijawab, tetapi do'akan syafakallah.
- Setelah bersin dijawab, maka balas yahdikumullahu wayushlihu baalakum.
- Yang kelima, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَإِذاَ مَرِضَ فَعُدْهُ
“Jika dia sakit maka jenguklah dia.”
Ini adalah sunnah yang harus kita kerjakan dan hukumnya adalah fardhu kifayah. Artinya, jika salah seorang muslim sakit, tidak semua muslim lainnya harus menjenguk. Akan tetapi jika sebagian muslim sudah menjenguknya, itu sudah mencukupi.
Menjenguk orang sakit memiliki keutamaan yang sangat besar. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ عَادَ مَرِيْضًا لَمْ يَزَلْ فِي خُرْفَةِ الْجَنَّةِ حَتَّى يَرْجِعَ
“Barangsiapa yang menjenguk orang sakit, maka ia senantiasa berada di jalan menuju surga (atau sedang memetik buah surga) hingga ia kembali.” (HR. Muslim no. 2.568)
- Jenguklah dengan adab yang baik, jaga ucapan jangan sampai memberikan pernyataan yang menjatuhkan mental.
- Do'akan kebaikan.
- Yang keenam, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَإِذاَ ماَتَ فاتْبَعْهُ
“Jika dia meninggal, maka ikutilah jenazahnya.”
Seorang muslim yang telah meninggal tetap dimuliakan oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla, sampai-sampai orang yang menyolatkannya akan mendapatkan pahala satu qirath dan orang yang mengikuti jenazahnya sampai mengkafankannya dan menguburkannya akan mendapatkan 2 qirath, yaitu masing-masing qirath-nya besarnya seperti gunung Uhud.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ شَهِدَ الْجَنَازَةَ حَتَّى يُصَلِّيَ فَلَهُ قِيرَاطٌ وَمَنْ شَهِدَ حَتَّى تُدْفَنَ كَانَ لَهُ قِيرَاطَانِ قِيلَ وَمَا الْقِيرَاطَانِ قَالَ مِثْلُ الْجَبَلَيْنِ الْعَظِيمَيْنِ
“Barangsiapa yang menghadiri janazah hingga menyolatkannya maka baginya pahala seukuran qiroth, dan barangsiapa yang menghadirinya hingga dikuburkan maka baginya pahala dua qiroth.” Ditanyakan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Apa itu dua qiroth?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Seperti dua gunung yang besar.” (HR. Al-Bukhari no. 1.325)
Semoga Allah Ta’ala memudahkan kita untuk istiqomah dalam mengamalkan ilmu yang bermanfaat. Aamiin.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم