PERHATIKAN MENIT KE:
Pada tanggal 17 Ramadhan 1431 H yang lalu, di saat kaum muslimin di seluruh penjuru dunia menyibukkan diri untuk beribadah di bulan Ramadhan yang mulia, guna mendekatkan diri kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan ibadah dan ketaatan yang paling dicintai seperti shalat dan puasa, umat Islam dikejutkan dengan adanya perayaan besar yang dilakukan oleh masyarakat Syi’ah Dua Belas Imam di London, Inggris. Acara keji itu dipimpin oleh sejumlah ulama Syi’ah dari berbagai negeri Arab dan non-Arab yang dikepalai oleh Yasir al-Habib. Perayaan itu dilakukan untuk memperingati “kebinasaan” ‘Aisyah di dalam api neraka –wal’iyadzu billah-. Untuk pertama kalinya Syi’ah berani secara terang-terangan melakukan perbuatan nista tersebut. Dahulu mereka melakukan taqiyah yang itu merupakah aqidah suci dalam agama mereka.
Ibadah merupakan suatu perkara yang sangat urgen dalam kehidupan seorang muslim, sebab jika seseorang melazimi suatu ibadah, itu menunjukkan adanya alamat dan tanda kebaikan pada dirinya. Namun yang sangat perlu diperhatikan dalam ibadah ada dua perkara. Dua perkara ini merupakan syarat terpenuhinya dan terkabulnya ibadah seseorang di hadapan Allah -Azza wa Jalla-, yaitu:
Jika seorang ingin diterima amalnya di sisi Allah, maka ia harus mengikhlaskan amalnya dari noda-noda syirik dengan mengharapkan pahala kepada Allah dalam beribadah kepada-Nya saja. Namun jika ia menodainya dengan riya’ (mau dipuji dan diperhatikan), maka ia terkena firman Allah -Ta`ala-,
Allah -Ta`ala- berfirman:
Syaikh Al-AllamahAbdur Rahman bin Hasan Alusy-Syaikh -rahimahullah- berkatadalam mengomentari ayat di atas, ”Ayat ini menerangkan tentang ibadah yang mereka diciptakan karenanya. Sungguh Allah -Ta`ala- menggandengkan perintah ibadah yang diwajibkan dengan larangan berbuat syirik yang telah diharamkan,yaitu kesyirikan dalam beribadah. Maka ayat ini menunjukkan bahwa menjauhi kesyirikan merupakan syarat sahnya suatu ibadah. Maka pada asalnya,tidaklah sah suatu ibadah tanpa adanya syarat tersebut”. [Lihat Fathul Majid (hal.24), cet. Darus Salam]