Berkali-kali kita mendengarkan dan menyaksikan berbagai peristiwa peledakan fasilitas umum, seperti pusat perbelanjaan, stasiun kereta api, hotel, restoran, dan bangunan-bangunan milik pemerintah, swasta, maupun milik orang asing. Peledakan tersebut telah banyak memakan korban, jiwa atau materi, baik dari kalangan muslimin maupun non muslim. Tak ketinggalan negri-negri kaum muslimin, seperti Saudi Arabia, yang di sana terdapat kiblat umat Islam di Makkah dan masjid Nabawi di Madinah pun ikut menjadi sasaran peledakan, seperti yang pernah terjadi di Kota Riyadh dan Khubar bahkan di Makkah al-Mukarramah tanah Haram.
Para pelaku peledakan atau penyerangan itu mengklaim dirinya sebagai mujahidin dan peledakan yang mereka lakukan sebagai jihad. Alasannya adalah karena yang mereka jadikan sasaran adalah orang kafir atau kaum muslimin dan pemerintah muslim yang bekerjasama dengan orang kafir. Dan mereka juga menuduh para ulama yang anti terhadap mereka sebagai ulama yang ditekan (pesanan) pemerin-tah, sehingga tidak mau melakukan jihad. Benarkah peledakan, penge-boman, pembunuhan maupun penye-rangan yang mereka lakukan adalah merupakan bentuk jihad fisabilillah?
Menyorot Akar Permasalahan
Kalau kita memperhatikan dengan cermat berbagai kasus peledakan atau pengeboman tempat-tempat umum sebagaimana tersebut di atas, maka kita akan mendapati dua masalah mendasar yang menjadi latar belakang dilakukan-nya aksi itu. Dua masalah pokok tersebut yang pertama yaitu; Anggapan halalnya darah orang yang dijadikan korban, dan yang ke dua; Klaim jihad atas aksi yang dilakukan. Oleh karena itu marilah kita melihat dua masalah ini secara lebih rinci.
Kapan Darah Seseorang Boleh Ditumpahkan
Masalah ini kita bagi menjadi dua bagian, yakni kelompok muslim dan kelompok non muslim. Mengenai kapan darah seorang muslim itu dihalalkan, maka Islam telah menjelaskan dengan sangat gamblang, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam,
"Tidak halal darah seorang muslim untuk ditumpahkan kecuali dengan salah satu dari tiga sebab; Jiwa dibayar dengan jiwa (qisash); Pelaku zina muhshan (telah menikah) dengan rajam; Orang yang murtad dari agamanya keluar dari jama'ah kaum muslimin." (Muttafaq 'alih)
Menyerap ilmu bisa dilakukan salah satunya dengan membaca buku. Tapi kalau sembarang buku dibaca justru racun yang masuk. Buku dari kalangan liberalis yang dibangun di atas filsafat ahli kalam, misalnya.
Berikut kami tampilkan beberapa buku yang layak dibaca oleh kaum Muslimin. Buku-buku ini telah direkomendasikan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullah. Kiranya daftar ini bisa menjadi salah satu acuan.
[1] Tsalatsatul-Ushul; [2] Al-Qawa'idul-Arba'; [3] Kasyfu Syubhat; [4] Kitabut-Tauhid (Keempatnya adalah karya Syaikhul-Islam Muhammad al-Tamimi rahimahullah); [5] Al-Aqidah al-Wasithiyah yang membahas al-Asma' wash-Shifat. Ini buku terbaik yang pernah ditulis dalam pembahasan masalah ini, sangat layak untuk dibaca dan dirujuk. [6] Al-Hamawiyah dan [7] at-Tadmuriyah, kedua buku ini lebih luas bahasannya daripada al-Wasithiyah. Ketiga buku tersebut karya Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah. [8] Al-Aqidah ath-Thahawiyah karya Abul-Hasan 'Ali bin Abil 'Izz. [9] Ad-Durarus-Saniyyah fil-Ajwibatin-Najdiyah yang dihimpun oleh Syaikh 'Abdurrahman bin Qasim rahimahullah. [10] Ad-Duratul Mudhiyyah fi 'Aqidatil-Firqatil-Mardhiyyah karya Muhammad bin Ahmad as-Safaraini al-Hanbali, didalamnya ada kesalahan berupa ithlaqat (pemutlakan penafian sifat tanpa perincian, penrj.) yang menyelisihi madzhab Salaf, seperti ucapan beliau;
“Rabb kami tidaklah memiliki fisik dan jiwa. Tidak pula raga, Dia Maha tinggi di tempat yang tinggi.”
Oleh karena itu, para penuntut ilmu haruslah mempelajari buku ini dibawah bimbingan Syaikh yang paham dengan 'aqidah Salafiyah agar dapat menjadi (tidak tersesat) dengan adanya kesalahan ithlaqat dalam buku tersebut. 'Aqidah ini menyelisihi 'aqidah as-Salaf ash-Shalih.
Dari Abdullah bin ‘Umar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya orang yang menghafalkan Al Qur’an adalah bagaikan unta yang diikat. Jika diikat, unta itu tidak akan lari. Dan apabila dibiarkan tanpa diikat, maka dia akan pergi.” (HR. Bukhari no. 5031 dan Muslim no. 789).
Dalam riwayat Muslim yang lain terdapat tambahan,
”Apabila orang yang menghafal Al Qur’an membacanya di waktu malam dan siang hari, dia akan mengingatnya. Namun jika dia tidak melakukan demikian, maka dia akan lupa.” (HR. Muslim no. 789)
Anak balita mempunyai pikiran yang jernih dan pemahaman yang masih fitrah, maka ajarkanlah mereka aqidah dan manhaj yang benar. Didik mereka dengan membiasakan mereka menghafal, terutama menghafal al qur'an. Berikut adalah sebuah tips yang disampaikan oleh Syeikh kita Abu Hudzaifah semoga Allah menjaganya mengajarkan kepada anak-anak didiknya secara tidak langsung, dan cara ini terbukti karena beginilah ulama-ulama salaf mendidik anak-anak mereka.
Ketika Syeikh mengajarkan anaknya dalam menghafal al-qur'an atau yang lain, setelah ana perhatikan ternyata masyaallah, cara yang sungguh menakjubkan dan murah tanpa biaya, akan tetapi hal ini membutuhkan peran dari ortua.