Menu Haji dan Umrah

Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam. (QS. Ali Imran : 97)
Artikel Manasik Haji Manasik Umrah Fatwa Fiqh Download Video
WAKTU MELONTAR JUMRAH 'AQABAH SECARA UMUM

Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz

Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Dalam hadits disebutkan bahwa Ibnu Abbas Radhiallahu 'anhu berkata : "Saya melontar setelah sore ?" Maka Nabi bersabda : "Tidak mengapa". Hadits ini dinyatakan shahih oleh Al-Baihaqi.

Apakah ini shahih ? Dan apakah boleh melontar jumrah setelah terbenam matahri pada hari Idul Adha ?

Jawaban
Terdapat riwayat bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ditanya pada hari Idul Adha dan bukan hari tasyriq. Dalam shahih Bukhari disebutkan, bahwa seorang sahabat berkata : "Saya melontar setelah sore ?" Maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Tidak mengapa". Maksudnya, apabila penanya melontar pada akhir siang. Dan semua ulama menyatakan sah melontar pada akhir siang hari Idul Adha yaitu setelah dzuhur atau setelah ashar. Dan tidak berarti bahwa penanya tersebut melontar pada malam hari. Sebab dia bertanya kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam sebelum datangnya malam.

Adapun tentang melontar setelah terbenamnya matahari, maka terdapat perbedaan pendapat di antara ulama. Di antara mereka ada yang mengatakan boleh. Demikian ini adalah pendapat yang kuat. Dan sebagian yang lain mengatakan tidak sah melontar setelah terbenam matahari. Tapi harus ditunda pada esok hari ketika matahari telah condong ke barat. Yaitu dengan melontar jumrah 'aqabah terlebih dahulu, kemudian melontar tiga jumrah secara berurutan (ula, wustha dan 'aqabah) untuk hari ke-11 Dzulhijjah.

Demikian inilah yang disyariatkan menurut ulama. Tapi seyogianya setiap Muslim berupaya keras untuk melontar jumrah 'aqabah pada siang hari Idul Adha sebagaimana dilakukan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabat, semoga Allah meridhoi mereka. Demikian pula dalam melontar pada hari tasyriq, seyogianya dilakukan setelah matahari condong ke barat dan sebelum terbenam matahari. Tapi jika mengalami kesulitan sedangkan matahri telah terbenam dan belum melontar, maka boleh melontar setelah terbenam matahari hingga akhir malam, menurut pendapat yang shahih.

MELONTAR JUMRAH UNTUK HARI TASYRIQ PADA MALAM HARI

Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Apakah boleh melontar tiga jumrah (ula, wustha dan 'aqabah) untuk hari tasyriq pada malam hari bagi orang yang tidak ada halangan secara syar'i ?

Jawaban
Menurut pendapat yang shahih, boleh melontar jumrah setelah terbenam matahari. Tapi menurut sunnah waktu melontar adalah setelah matahari condong ke barat sampai matahari terbenam. Dan ini adalah yang utama jika mampu melakukannya. Tapi jika sulit, maka menurut pendapat yang shahih, boleh melontar setelah terbenam matahari.

WAKTU MELONTAR BAGI ORANG-ORANG YANG DATANG BERSAMA KAUM WANITA DARI MUZDALIFAH

Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Apakah orang-orang yang datang dari Muzdalifah bersama kaum wanita dan orang-orang yang lemah setelah tengah malam boleh langsung melontar jumrah aqabah ketika sampai di Mina ataukah tidak ?

Jawaban
Bagi orang-orang yang datang bersama orang-orang yang lemah dan para wanita, seperti para mahram dan lain-lain maka mereka diperbolehkan melontar jumrah aqabah pada akhir malam itu bersama kaum wanita.

RAGU TENTANG JATUHNYA BATU DI BAK TEMPAT MELONTAR

Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Apa hukum bagi orang yang ragu bahwa sebagian batu yang digunakan melontar tidak jatuh dalam bak tempat melontar ?

Jawaban
Siapa yang ragu maka di wajib melengkapi. Yaitu dengan mengambil batu dari bumi yang ada di sisinya di Mina asal bukan dari bak tempat melontar, lalu menyempurnakan melontar dengan batu yang diambilnya itu.

JIKA BATU YANG DILONTAR TIDAK JATUH PADA TEMPAT MELONTAR

Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

Pertanyaan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Seseorang yang haji melontar jumrah aqabah dari arah timur dan batunya tidak jatuh di dalam bak tempat melontar. Apa yang harus dia lakukan, sedangkan dia berada pada hari ke-13 Dzulhijjah ? Dan apakah dia wajib mengulangi (melontar) pada hari-hari tasyriq ?

Jawaban
Tidak wajib mengulang untuk seluruh melontarnya, tapi hanya wajib mengulang melontar yang salah saja. Atas dasar ini, maka dia mengulang melontar jumrah aqabah saja dengan cara yang benar. Sebab melontar jumrah aqabah dari arah timur adalah tidak sah, karena dalam kondisi seperti itu batu yang digunakan melontar tidak jatuh pada bak tempat melontar. Tapi jika melontarnya dilakukan diatas jembatan walaupun dari arah timur, maka telah cukup baginya karena batunya akan jatuh pada bak tempat melontar.

MASIH TERSISA SATU ATAU DUA LONTARAN

Pertanyaan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Jika satu atau dua dari tujuh lontaran tidak tepat sasaran dan masih tersisa waktu satu atau dua hari, apakah wajib mengulang melontar ? Dan jika wajib, apakah hanya wajib mengulang sisanya ?

Jawaban
Jika masih tersisa satu atau dua dari tujuh lontaran, maka ulama fiqih mengatakan, jika yang tersisa itu akhir lontaran maka wajib menyempurnakannya. Maksudnya menyempurnakan yang kurang saja dan tidak wajib melontar yang sebelumnya. Tapi jika yang kurang bukan akhir lontaran maka disamping wajib menyempurnakan kekurangan tersebut juga mengganti lontaran yang setelahnya. Adapun yang benar menurut saya adalah hanya wajib menyempurnakan kekurangannya secara mutlak dan tidak wajib mengulang lontaran yang setelahnya. Sebab keharusan berurutan dalam melontar menjadi gugur jika tidak tahu atau lupa. Sedangkan orang tersebut telah melontar dua kali dan dia yakin bahwa dia tidak wajib atas lontaran yang sebelumnya. Sehingga dia antara tidak tahu atau lupa. Karena itu, kami mengatakan bahwa dia hanya wajib melontar yang kurang dan tidak wajib melontar yang setelahnya. Dan di sini kami ingin mengingatkan bahwa tempat melontar adalah bak tempat bertumpuknya batu-batu jika melontar, bukan tiang yang didirikan untuk menunjukkan tempat melontar tersebut. Maka jika seseorang melontar pada lingkaran bak melontar dan tidak satupun batu dari tujuh batu yang terkena tiang hal itu sudah cukup dan sah.

MELONTAR JUMRAH AQABAH PADA MALAM IDUL ADHA

Oleh
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta

Pertanyaan
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta ditanya : Apakah boleh melontar Jumrah Aqabah pada malam Idul Adha setelah bertolak dari Muzdalifah ke Mina pada malam hari ? Dan bagaimana komentar anda tentang hadits shahih tentang perkataan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada anak-anak muda Bani Abdul Muththalib."Artinya : Janganlah kamu melontar sehingga matahari terbit" [Hadits Riwayat Ahmad dan yang lainnya]

Jawaban
Yang utama bagi orang-orang yang kuat adalah melontar jumrah aqabah pada hari Idul Adha setelah terbit matahari karena mengikuti sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan mengamalkan hadits tersebut. Adapun bagi orang-orang yang berhalangan, yaitu orang-orang yang lemah, maka mereka boleh melontar pada tengah malam bagian kedua karena berpedoman pada beberapa hadits yang berkaitan dengan hal tersebut. Di antaranya hadits Ummi Salamah Radhiallahu anha.

"Artinya : Bahwa dia melontar jumrah sebelum fajar" [Hadits Riwayat Abu Dawud dengan sanad shahih]

Dan hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari dengan sanad dari Abdullah mantan hamba sahaya Asma': "Bahwa dia (Asma') singgah pada malam 'Idul Adha di Muzdalifah lalu shalat, kemudian berkata: "Wahai anakku, apakah bulan telah tenggelam?" Saya berkata: "Belum". Maka dia shalat, kemudian berkata: "Apakah bulan telah tenggelam?" Saya berkata: "Ya". Ia berkata: "Maka berangkatlah kalian" Maka kami berangkat dan berjalan hingga dia melontar jumrah lalu pulang dan shalat shubuh di rumahnya. Maka saya berkata: Wahai ibunda, suasana masih dalam waktu gelap!" Ia berkata: "Wahai anakku, sesungguhnya Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam mengizinkan hal itu kepada wanita".

Adapun hadits dari Ibnu Abbas Radiallahu 'Anhu tentang melontar setelah terbit matahari maka hadits tersebut dinyatakan dha'if oleh sebagian ulama karena sanadnya terputus. Dan seandainya hadits itu shahih tentu diterapkan pada sunnah dan lebih utama, dengan memadukan antara hadits-hadits yang berkaitan tentang melontar seperti dinyatakan oleh al-Hafidz Ibnu Hajar Rahimahullah

SALAH SATU BATU KETIKA MELONTAR TIDAK JATUH DALAM TEMPAT MELONTAR KARENA BERDESAK-DESAKAN

Pertanyaan
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta ditanya : Apa kewajiban orang yang melontar jika salah satu dari tujuh batunya tidak jatuh pada bak tempat melontar jumrah aqabah karena sangat berdesak-desakan yang melemahkan kekuatan badannya ?

Jawaban
Jika memungkinkan, maka dia melontar satu kali lagi untuk menggantinya. Tapi jika tidak, maka sudah cukup baginya, dan tidak wajib fidyah (menyembelih kambing) maupun memberikan makan kepada orang miskin.

[Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Haji dan Umrah oleh Ulama-Ulama Besar Saudi Arabia, Penyusun Muhammad bin Abdul Aziz Al-Musnad, terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi'i, hal 209 -213 Penerjemah H.Asmuni Solihan Zamaksyari Lc]

Kajian Haji dan Umrah