بِسْـمِ اللَّهِ الرحمن الرحيم
📚┃ Materi : Sirah Nabawiyah - Perang Mu'tah [Kitab "Arrahiq Al Makhtum" - Syaikh Syafiyur Rahman Al Mubaraktury رحمه الله تعالى]
🎙┃ Pemateri : Ustadz Iqbal Muammar hafizhahullah.
🗓┃ Hari/Tanggal : Sabtu, 8 November 2025 M / 17 Rabi’ul Awal 1447 H
🕌┃ Tempat : Masjid Al-Ikhlas - Safira Residence Singopuran
Ustadz mengawali kajian dengan mengingatkan kita untuk selalu bersyukur atas nikmat yang telah Allah Ta’ala berikan, baik yang disadari atau tidak, yang nampak atau tersembunyi, hingga diberi kesempatan untuk shalat subuh berjama'ah dan menuntut ilmu.
Setelah menyelesaikan beberapa kisah perang Nabi ﷺ, kita lanjutkan dengan Ghazwah Mu'tah.
Perang Mu'tah adalah salah satu perang penting yang menunjukkan:
- Eksistensi keberadaan Islam dengan cara menghadapi kekuatan besar Kekaisaran Romawi dan menunjukkan keberanian umat Islam yang didasari keimanan dan strategi perang yang cerdas.
- Membantah syubhat bahwa Islam adalah agama perang. Dimana mereka menuduh selama 20 tahun kerjaan Rasulullah ﷺ adalah perang.
Padahal perintah Perang dimulai pada 2H (Waddan dan Badar) dan berakhir tahun 10H (perang tabuk) dimana dimulai setelah berada di Madinah, maka dakwah di Mekah selama 13 tahun dilalui tanpa peperangan. Dan musuh Islam sejatinya hanya Kafir Quraisy Mekah, Yahudi dan Romawi.
Perang Mu'tah ( Jumadil Ula - 8 H / Agustus-September 629M) terjadi di Mu'tah, sebuah desa di kawasan Balqa’, wilayah Syam (kini termasuk Yordania). Termasuk perang ghaswah, yaitu pertempuran yang diikuti dan dipimpin langsung oleh Nabi Muhammad ﷺ. Karena jumlah kaum muslimin yang diberangkatkan pada waktu itu cukup besar sekitar 3000 pasukan.
Lawan dari ghazwah adalah sariyyah, yaitu pertempuran yang tidak dihadiri langsung oleh Nabi.
Latar belakang terjadinya perang ini bermula ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus Al-Harits bin Umair Al-Azdi untuk membawa surat dakwah kepada penguasa Bashrah. Namun di tengah jalan, ia dihadang oleh Syurahbil bin Amr Al-Ghassani. Utusan Rasulullah tersebut ditangkap, diikat, dan dibunuh. Ketika mendengar kabar itu, Rasulullah sangat marah karena tindakan membunuh utusan merupakan pelanggaran berat. Karena delegasi tidak boleh didzalimi.
Bukti Nabi ﷺ tidak Membunuh Delegasi
Buktinya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak membunuh utusan nabi palsu yaitu Musailamah Al-Kadzdzab. Karena Islam memang agama yang adil walaupun terhadap orang kafir sekalipun sekelas nabi palsu dan pengikutnya. Dari Nu’aim bin Mas’ud Al-Asyja’i radhiallahu ‘anhu, ia berkata,
ﺳَﻤِﻌْﺖُ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻳَﻘُﻮﻝُ ﻟَﻬُﻤَﺎ ﺣِﻴﻦَ ﻗَﺮَﺁ ﻛِﺘَﺎﺏَ ﻣُﺴَﻴْﻠِﻤَﺔَ « ﻣَﺎ ﺗَﻘُﻮﻻَﻥِ ﺃَﻧْﺘُﻤَﺎ » ﻗَﺎﻻَ ﻧَﻘُﻮﻝُ ﻛَﻤَﺎ ﻗَﺎﻝَ. ﻗَﺎﻝ ﺃَﻣَﺎ ﻭَﺍﻟﻠَّﻪِ ﻟَﻮْﻻَ ﺃَﻥَّ ﺍﻟﺮُّﺳُﻞَ ﻻَ ﺗُﻘْﺘَﻞُ ﻟَﻀَﺮَﺑْﺖُ ﺃَﻋْﻨَﺎﻗَﻜُﻤَﺎ
“Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda kepada kedua utusan (Musailamah Al-Kadzdzab) ketika keduanya membacakan surat Musailamah: “Apa yang kalian yakini?”. Keduanya menjawab, “Kami meyakini seperti yang dia (Musailamah) katakan”. Beliau bersabda, “Demi Allah, kalaulah tidak ada ketentuan bahwa para utusan (delegasi) tidak boleh dibunuh, pastilah aku akan memenggal kalian” (HR. Abu Dawud dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani).
Kemudian Nabi ﷺ mempersiapkan dan mengirim pasukan untuk memberi balasan, dan menunjuk Zaid bin Al-Haritsah sebagai panglima. Beliau juga bersabda, “Jika Zaid terbunuh, maka Ja’far yang menggantikannya. Jika Ja’far juga terbunuh, maka Abdullah bin Rawahah yang akan memimpin.”
Zaid bin Haritsah adalah seorang bekas budak yang kemudian dimerdekakan dan diangkat menjadi anak oleh Nabi ﷺ Muhammad. Ia adalah salah satu pemeluk Islam paling awal dari kalangan hamba sahaya. Yang dinikahkan dengan Ummu Aiman (Yang sudah membantu keluarga Nabi ﷺ, setelah ibunda Nabi, Aminah, wafat. Ia adalah budak ayah Nabi, Abdullah, dan dimerdekakan oleh Nabi setelah menikah dengan Khadijah ). Pernikahan keduanya menghasilkan keturunan Usamah bin Zaid.
Maka, sebagian sahabat tidak sependapat sebab latar belakang Zaid. Sementara Ja’far bin Abi Thalib setuju karena beliau adalah keponakan Nabi ﷺ dan Abdullah bin Rawahah juga tidak mempermasalahkan, karena beliau adalah penyair Nabi ﷺ dan pejuang yang tangguh.
Mereka, berpendapat bahwa Ja’far bin Abi Thalib lebih tepat. Keputusan ini menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menilai seseorang berdasarkan status sosial, keturunan, atau latar belakangnya, melainkan berdasarkan kualitas iman dan takwa.
Ketika pasukan para sahabat akan berangkat ke medan pertempuran, maka Rasulullah ﷺ menyampaikan kalimat perpisahan, sekaligus pesan agar mendatangi tempat Harits bin Umair dibunuh dan berpesan agar dakwahkan dulu agar mereka masuk ke dalam Islam sebelum diperangi.
Anas bin Malik Radhiyallahu anhu berkata :
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ انْطَلِقُوا بِاسْمِ اللَّهِ وَبِاللَّهِ وَعَلَى مِلَّةِ رَسُولِ اللَّهِ وَلَا تَقْتُلُوا شَيْخًا فَانِيًا وَلَا طِفْلًا وَلَا صَغِيرًا وَلَا امْرَأَةً وَلَا تَغُلُّوا وَضُمُّوا غَنَائِمَكُمْ وَأَصْلِحُوا وَأَحْسِنُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
Bahwa Rasūlullāh ﷺ berkata, “Pergilah dengan nama Allah, di atas agama Rasulullah, dan janganlah membunuh orang tua, anak kecil, dan wanita. Dan janganlah berkhianat (dalam pembagian ghanimah), dan kumpulkanlah rampasan perang kalian. Lakukanlah perbaikan dan berbuatlah kebaikan, sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan.””
Didalam riwayat lain Rasūlullāh ﷺ mengatakan, “Dan janganlah kalian melakukan mutslah (mencincang-cincang mayat).” (HR Abu Dawud no 2613 dan dinilai oleh Al-Arnauuth : Hasan lighoirihi)
Nasehat Nabi ﷺ menunjukkan bahwa Islam bukan agama perang dan dzalim, jelas bahwa pembunuhan tanpa hak sangat dilarang.
Dan kedzaliman yang menyebabkan hilangnya keberkahan di muka bumi diawali dengan pembunuhan yang dilakukan anak Adam (Qabil terhadap Habil).
Pembunuhan Habil oleh Qabil adalah peristiwa tragis pertama dalam sejarah manusia, di mana Qabil membunuh saudaranya sendiri karena rasa iri dan dengki, yang dipicu oleh penolakan kurban dan perbedaan jodoh yang diperintahkan Allah ﷻ Rabb semesta Alam.
Dijelaskan oleh Ibnu Jarir At-Thabari rahimahullah mengisahkan dalam Tarikh At-Thabari, Ibnu Abbas Radhiyallahu’anhuma berkata, Nabi Adam alaihi salam berkunjung ke Baitullah (Saat Habil terbunuh), maka Ibnu Abbas berpendapat bahwa Nabi Adam 'alaihissalam lah yang pertama kali membangun Ka'bah, dan pertama dan shalat serta thawaf di dalamnya.
Kemudian Adam diberitahu bumi akan dibunuhnya Habil dan dalam riwayat lain, Iblis yang memberitahu Hawa akan pembunuhan tersebut.
Dari sahabat Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu, dia berkata, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,
“Tidak ada satu jiwa pun yang terbunuh secara zhalim, kecuali bagi anak Adam (Qabil) yang pertama (melakukan pembunuhan), ia menanggung dosa perbuatannya, karena ia orang yang pertama melakukan pembunuhan.”
(HR. Al-Bukhari, no. 3335 dan Muslim, no. 1677).
Hadits ini menunjukkan bahaya dan besarnya dosa membunuh tanpa hak. Hadis ini juga sebagai peringatan dan ancaman bagi siapa saja yang menjadi penyebab, pemicu, pendorong sebuah kejahatan besar seperti membunuh bahwa dia kelak akan ikut juga menanggung dosa tersebut. Seperti yang terjadi dengan dua anak adam yang mana karena hasad pada diri Qabil, ia melawan saudaranya Habil dan membunuhnya
فطوعت له نفسه قتل أخيه فقتله فأصبح من الخسرين
“Maka hawa nafsu Qabil menjadikanya menggangap mudah membunuh saudaranya,sebab itu dibunuhnyalah, maka jadilah ia seorang diantara orang-orang yang merugi.” (QS. Al-Ma’idah : 30)
•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ
“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم