Niatilah untuk Menuntut Ilmu Syar'i

Rasulullah ﷺ bersabda, “Barangsiapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah, maka Allah akan memahamkan dia dalam urusan agamanya.”
(HR. Bukhari no. 71 dan Muslim no. 2436)
Kajian Aqidah

بِسْـمِ اللَّهِ الرحمن الرحيم

📚┃ Materi : Sirah Nabawiyah  - Perang Khaibar [Kitab "Arrohiq Al Makhtum" - Syaikh Syafiyur Rahman Al Mubaraktury رحمه الله تعالى]
🎙┃ Pemateri : Ustadz Iqbal Muammar hafizhahullah.
🗓┃ Hari, Tanggal : Ahad , 19 Oktober 2025 M / 27 Rabi’ul akhir 1447
🕌┃ Tempat : Masjid Al-Ikhlas - Safira Residence Singopuran



Ustadz mengawali kajian dengan mengingatkan kita untuk selalu bersyukur atas nikmat yang telah Allah Ta’ala berikan, baik yang disadari atau tidak, yang nampak atau tersembunyi, hingga diberi kesempatan untuk shalat subuh berjama'ah dan menuntut ilmu.

Melanjutkan pembahasan Shirah Nabi ﷺ setelah perjanjian Hudaibiyah. Telah dijelaskan: Pada perjanjian Hudaibiyah, tidak terjadi perang. Perjanjian Hudaibiyah adalah kesepakatan damai yang terjadi antara kaum Muslimin yang dipimpin oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kaum Quraisy Mekkah pada tahun 6 Hijriah (628 M). Perjanjian ini terjadi setelah kaum Muslimin dari Madinah melakukan perjalanan menuju Mekkah dengan niat untuk menunaikan ibadah umrah, namun mereka dicegah oleh kaum Quraisy.

Pada perjanjian ini, para sahabat merasa tidak diuntungkan dengan tidak ada perang selama 10 tahun, bahkan sekelas Umar bin Khathab Radhiyallahu’anhu pun masih belum paham. Padahal Allah ﷻ berfirman:

اِنَّا فَتَحْنَا لَكَ فَتْحًا مُّبِيْنًاۙ ۝١

Sesungguhnya Kami telah menganugerahkan kepadamu kemenangan yang nyata (Al-Fath Ayat 1).

Rasulullah menyetujui Perjanjian Hudaibiyah karena strateginya yang visioner untuk mencapai perdamaian jangka panjang, memungkinkan umat Islam untuk berdakwah lebih luas tanpa peperangan, dan akhirnya memenangkan kemenangan besar di kemudian hari. Perjanjian ini juga secara tidak langsung mengakui legitimasi pemerintahan Islam di Madinah oleh kaum Quraisy.

Alasan strategis Rasulullah menyetujui perjanjian ini:

  • Mendapatkan Gencatan Senjata 10 Tahun: Perjanjian ini mengakhiri ketegangan dan peperangan yang telah berlangsung lama antara kaum Muslimin dan kaum Quraisy, memberikan kedamaian dan keamanan selama satu dekade.
  • Membuka Peluang Dakwah yang Lebih Luas: Kondisi yang damai memberi kesempatan emas bagi Nabi Muhammad ﷺ untuk memperluas dakwah Islam ke seluruh Jazirah Arab dan bahkan ke luar negeri. Para duta Islam dikirim untuk menyebarkan ajaran, dan jumlah umat Islam pun bertambah secara signifikan.
  • Mengakui Legitimasi Pemerintahan Islam: Perjanjian ini secara tidak langsung mengakui status Nabi Muhammad sebagai pemimpin umat Islam dan Kota Madinah, yang merupakan pengakuan dari kaum Quraisy terhadap keberadaan dan kekuatan pemerintahan Islam.
  • Strategi Jangka Panjang: Keputusan ini menunjukkan kecerdasan strategi Nabi Muhammad, yang mengutamakan perdamaian dan kesabaran untuk mencapai tujuan yang lebih besar, yaitu kemenangan dan penyebaran Islam yang lebih luas, daripada konflik militer langsung yang bisa menimbulkan kerugian lebih besar.

Perang Khaibar

Khaibar, sebuah wilayah subur di utara Madinah, menjadi pusat kekuatan ekonomi dan militer komunitas Yahudi dengan benteng-benteng kokohnya. Namun, mereka berulang kali melanggar perjanjian dengan umat Islam, bahkan bersekongkol dalam Perang Ahzab untuk menghancurkan Madinah. Ancaman yang terus-menerus ini mendorong Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambil langkah tegas untuk menundukkan Khaibar demi keamanan umat Islam.

Tujuan: Mengalahkan dan mengamankan wilayah Madinah dari ancaman Yahudi yang sering berkonspirasi dan memprovokasi suku-suku Arab untuk memerangi kaum Muslimin.

Allah ﷻ berfirman dalam Surat Al-Ma’idah Ayat 13:

فَبِمَا نَقْضِهِم مِّيثَٰقَهُمْ لَعَنَّٰهُمْ وَجَعَلْنَا قُلُوبَهُمْ قَٰسِيَةً ۖ

(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, Kami kutuki mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu.

Yakni disebabkan pelanggaran orang-orang Yahudi terhadap perjanjian dengan Allah.

Strategi: Pasukan Muslim dipimpin langsung oleh Rasulullah ﷺ. Mereka menyerang benteng demi benteng. Strategi yang digunakan adalah dengan membagi pasukan dan menggunakan taktik penjebakan yang membuat pasukan Yahudi keluar dari benteng lalu dikepung.

Dalam Perang Khaibar, pasukan Muslim menyerang delapan benteng Yahudi, bukan delapan benteng secara bersamaan, melainkan satu per satu. Benteng-benteng utama yang dikuasai adalah Naim, Sha'b bin Mu'az, Zubair, Ubay, Nizar, Qomus, Watih, dan Salalim. Serangan ini berhasil menaklukkan benteng-benteng tersebut dan mengakhiri ancaman Yahudi di Jazirah Arab.

Kepemimpinan Ali bin Abi Thalib: Ali bin Abi Thalib memainkan peran istimewa dalam Perang Khaibar dan sebagai "pemegang panji kemenangan" bagi para sahabat. Karena sebelumnya diberikan kepada Abu Bakar dan Umar, tetapi belum berhasil.

Rasulullah ﷺ menyembuhkan mata Ali bin Abi Thalib yang sakit dengan ludahnya. Caranya adalah dengan menempelkan air ludah mulia beliau di tangannya, lalu dengan tangan tersebut, Rasulullah mengusap mata Ali hingga sembuh seketika.

Dari Abu Hazim ia berkata; telah mengabarkan kepadaku Sahal bin Sa'ad radliallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda pada waktu perang Khaibar: "Sungguh esok hari aku akan menyerahkan bendera komando ini kepada seorang laki-laki yang lewat tangannya Allah akan memenangkan peperangan ini. Dia adalah orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya dan Allah dan Rasul-Nya pun mencintainya." Sahal berkata; "Maka semalaman orang-orang memperbincangkan siapa diantara mereka yang akan diberikan kepercayaan itu." Keesokan harinya, orang-orang telah berkumpul di hadapan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan masing-masing berharap mendapat kepercayaan tersebut. Beliau bertanya: "Dimanakah Ali bin Abu Thalib?." Para sahabat menjawab; "Dia sedang sakit mata, wahai Rasulullah." Beliau bersabda; "Datangilah dan bawa dia kemari". Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam lalu meludahi matanya dan mendo'akannya. Seketika matanya sembuh seakan tidak ada bekas sakit sebelumnya. Akhirnya beliau menyerahkan bendera komando perang tersebut kepadanya. 'Ali berkata; "Wahai Rasulullah, "Aku akan memerangi mereka hingga mereka menjadi seperti kita." Beliau berkata; "Laksanakanlah dengan tenang hingga kamu singgah pada tempat tinggal mereka lalu ajaklah mereka menerima Islam dan kabarkan kepada mereka apa yang menjadi kewajiban mereka dari hak-hak Allah. Sungguh seandainya Allah memberi hidayah kepada seseorang lewat perantaraan kamu, hal itu lebih baik buatmu dari pada unta merah (harta yang paling baik)." (HR. Bukhari No. 3888).

Kondisi Stabil: Setelah perang Khaibar, kondisi perekonomian dan kehidupan kaum muslimin semakin stabil. Bahkan kaum Yahudi diperbolehkan mengusahakan tanah kaum muslimin untuk pertanian dengan ketentuan bahwa sebagian hasil panennya diberikan kepada kaum muslimin sebagai perjanjian damai (jizyah) setelah penaklukan Khaibar.

Aisyah Radhiyallahu Anha berkata, “Ketika Khaibar ditundukkan, kami berkata, ‘Sekarang kita dapat kenyang dengan kurma.’ ”Ibnu Umar Radhiyallahu Anhu juga mengatakan, “Kami belum pernah merasakan kenyang hingga kami menundukkan Khaibar.”

•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ

“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم