Hukum Menerangi Makam-Makam Para wali dan Bernadzar Di Sana
15 Jan 2010- Details
- Penulis: admin
- Dibaca: 4763 kali.
Apakah hukum Menerangi para wali makam-makam para wali dan bernadzar di sana?
Jawab:
Menerangi makam-makam para wali dan Nabi, yakni yang dimaksud sipenanya adalah kuburan mereka, maka melakukannya ini adalah diharamkan, terdapat hadits yang shahih bersumber dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau melaknat pelakunya, karena menyinari kuburan-kuburan semacam ini tidak boleh dan pelakunya dilaknat melalui lisan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri.
Jadi, berdasarkan hal ini pula, bila seorang bernadzar untuk menerangi kuburan tersebut, maka nadzarnya itu haram hukumnya sebab Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda,
Dia Tidak boleh menepati nadzar ini akan tetapi apakah dia wajib membayar kaffarat pelanggaran sumpah karena tidak menepati nadzarnya tersebut ataukah tidak wajib?
Disini terdapat perbedaan pendapat dikalangan ulama. Pendapat yang lebih berhati-hati adalah harus membayarnya dedengan kaffarat pelanggaran sumpah karena dia tidak menepati nadzarnya ini, wallahu a’lam.
Kumpulan Fatwa tentang Aqidah dari Syaikh Ibnu Utsaimin, hal. 28. (Fatwa-Fatwa terkini jilid 1 hal 81-82)
Selengkapnya: Hukum Menerangi Makam-Makam Para wali dan Bernadzar Di Sana
Hukum Orang yang Meninggalkan Shalat
12 Des 2009- Details
- Penulis: Fatwa Ulama
- Dibaca: 11885 kali.
Apa yang harus dilakukan oleh seseorang, apabila ia telah menyuruh keluarganya untuk mengerjakan shalat namun mereka tidak memperdulikannya, apa ia tetap tinggal bersama mereka dan bergaul dengan mereka atau keluar dari rumah tersebut?
Jawaban:
Jika keluarganya tidak mau melaksanakan shalat selamanya, berarti mereka kafir, murtad, keluar dari Islam, maka ia tidak boleh tinggal bersama mereka. Namun demikian ia wajib mendakwahi mereka dan terus menerus mengajak mereka, mudah-mudahan Allah memberi mereka petunjuk, karena orang yang meninggalkan shalat hukumnya kafir berdasarkan dalil dari al-Kitab dan as-Sunnah serta pendapat para sahabat dan pandangan yang benar.
Dalil dari al-Qur’an adalah firman Allah tentang orang-orang musyrik,
“Jika mereka bertaubat, mendirikan shalat dan menuaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama.” (At-Taubah: 11).
Artinya, jika mereka tidak melakukan itu, berarti mereka bukanlah saudara-saudara kita. Memang persaudaraan agama tidak gugur karena perbuatan-perbuatan maksiat walaupun besar, namun persaudaraan itu akan gugur ketika keluar dari Islam.
Dalil dari as-Sunnah adalah sabda Nabi shollallaahu’alaihi wasallam,
“Sesungguhnya (pembatas) antara seseorang dengan kesyirikan dan kekufuran adalah meninggalkan shalat.”[1]
Disebutkan pula dalam Shahih Muslim sabda beliau dalam hadits Buraidah rodhiallaahu’anhu dan kitab-kitab Sunan,
“Perjanjian (pembatas) antara kita dengan mereka adalah shalat, maka barangsiapa yang meninggalkannya berarti ia telah kafir.”[2]
Hukum Sholat di Masjid yang Terdapat Kuburan
06 Sep 2009- Details
- Penulis: admin
- Dibaca: 10368 kali.
Pertanyaan : Apakah sah shalat di masjid yang terdapat kuburan di dalamnya?
Asy-Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah menjawab :

“Allah melaknat Yahudi dan Nashara, (karena) mereka telah menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai masjid-masjid.” [1])
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha mengatakan : ‘Beliau memperingatkan (umatnya) dari perbuatan mereka.’ [2]) Muttafaqun ‘alaihi.
Nabi – ‘alaihish shalatu was salam – juga berkata, ketika Ummu Salamah dan Ummu Habibah menceritakan kepada beliau tentang Kanisah (gereja) di Habasyah yang di dalamnya terdapat gambar-gambar, kata beliau :
“Mereka, apabila meninggal seorang yang shalih dari mereka, maka mereka membangun masjid di atas kuburannya dan membuat/menggambar gambar-gambar tersebut. Mereka adalah sejelek-jelek makhluk di sisi Allah.” [3])
Muttafaqun ‘ala shihhatihi
Beliau juga bersabda :
“Ketahuilah bahwa sesungguhnya orang-orang sebelum kalian telah menjadikan kuburan-kuburan para nabi dan orang-orang shalih mereka sebagai masjid-masjid. Maka ketahuilah, janganlah kalian menjadikan kuburan-kuburan sebagai masjid-masjid, karena sesungguhnya aku melarang kalian dari perbuatan tersebut.”
Diriwayatkan Al-Imam Muslim dari shahabat Jundub bin ‘Abdillah Al-Bajalil. [4])
Jadi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang menjadikan kuburan sebagai masjid, dan melaknat orang yang melakukan perbuatan tersebut serta memberitakan bahwa mereka adalah sejelek-jelek makhluk. Maka wajib untuk menjauhi perbuatan tersebut.
JUMLAH NAMA DAN SIFAT ALLAH
17 Jun 2009- Details
- Penulis: admin
- Dibaca: 7106 kali.
Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan
Pertanyaan
Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan ditanya : Apakah ada ketetapan di dalam syari’at tentang pembatasan jumlah al-asma al-husna (nama-nama Allah yang baik) ? Apakah mungkin menyebutkannya ? Dan apa pula nama Allah yang teragung ?
Jawaban.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Artinya : Hanya milik Allah asma al-husna, maka bermohonlah kepadaNya dengan menyebut asmaa-ul husan itu” [Al-A’raf : 180]
“Artinya : Dia mempunyai al-asma-ul husna (nama-nama yang baik)” [Thaha : 8]
Nama-nama Allah yang husna (baik) tidak diketahui berapa jumlahnya, kecuali hanya Allah sajalah yang mengetahuinya. Di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah tidak terdapat pembatasan atas hal itu. Tetapi mungkin saja menentukan jumlah yang tedapat dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Sebagian ulama telah menghimpun sebagian besarnya di dalam kitab. Beberapa diantaranya telah disusun, seperti Ibnul Qayyim di dalam Kitab “Nuniyah” demikian pula Syaikh Husain bin Alu Syaikh di dalam manzhum (bait-bait)nya “ Al-Qaul al-Usna Fi Nazhmi al-Asma al-Husna” yang telah dicetak dan tersebar.
Makna Sabda Nabi SAW, "Berpakaian tapi telanjang"
19 Apr 2009- Details
- Penulis: admin
- Dibaca: 21516 kali.
TANYA:
Apakah makna sabda Nabi SAW, "Berpakaian tapi telanjang?" (Muslim, bab Pakaian: 2128)
JAWAB:
Adapun makna sabda Nabi SAW, "Berpakaian tapi telanjang," yakni wanita-wanita tersebut memakai pakaian, akan tetapi pakaian mereka tidak tertutup rapat (menutup seluruh tubuhnya atau auratnya).
Para ulama berpendapat bahwa di antara yang termasuk berpakaian tapi telanjang, yaitu pakian tipis, sehingga terlihat kulit yang terbungkus di belakangnya, sehingga secara lahiriyah pemakainya terlihat berpakaian, tetapi pada hakikatnya telanjang. Juga termasuk pakaian transparan, yaitu pakaian yang tebal, tetapi pendek (mini), pakaian yang ketat sehingga menempel pada kulit dan memperlihatkan lekuk tubuh pemakainya, sehingga seakan-akan tidak berpakaian. Semua pakaian tersebut termasuk jenis pakaian telanjang. Makna tersebut, jika yang dimaksud adalah pakaian transparan dalam pengertian inderawi.
Selengkapnya: Makna Sabda Nabi SAW, "Berpakaian tapi telanjang"