بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
KUNCI-KUNCI SUKSES MEMBINA RUMAH TANGGA
Diantara perkara yang harus diperhatikan setelah pernikahan yaitu berusahalah mengenali karakter pasanganmu semampumu. Apa saja yang disukainya dan apa saja yang dibencinya. Sebab, dengan mengenali sifat dan karakter suami, akan tergambar di hadapanmu langkah-langkah yang jelas yng harus engkau ambil dalam bermuamalah dengannya. Jadilah engkau seperti istri Syuraih al-Qadhi...
Syuraih al-Qadhi menceritakan pengalamannya:
Ketika aku menikahi Zainab binti Hudair aku berkata dalam hati: Aku telat menikah dengan seorang wanita Arab yang paling keras dan paling kaku tabiatnya. Aku teringat tabiat wanita-wanita bani Tamim dan kerasnya hati mereka. Aku berkeinginan untuk menceraikannya. Kemudian aku berkata (dalam hati), “Aku pergauli dulu (yaitu menikah dan berhubungan dengannya), jika aku dapati apa yang aku suka, aku tahan ia. Dan jika tidak, aku ceraikan ia.”
Kemudian datanglah wanita-wanita bani Tamim mengantarkannya. Dan setelah ditempatkan dalam rumah, aku berkata, “Wahai fulanah, sesungguhnya menurut Sunnah apabila seorang wanita masuk menemui suaminya hendak si suami shalat dua rakaat dan si istri juga shalat dua rakaat".
Akupun bangkit mengerjakan shalat kemudian aku menoleh ke belakang ternyata ia ikut shalat di belakangku. Seusai shalat para budak-budak wanita pengiringnya datang dan mengambil pakaianku dan memakaikan padaku pakaian tidur yang telah dicelup dengan za'faran.
Dan tatkala rumah sudah kosong, aku mendekatinya dan aku ulurkan tanganku kepadanya. Ia berkata, “Tahan dulu (sabar dulu).”
Aku berkata dalam hati, “Satu malapetaka telah menimpa diriku.” (yakni-musibah telah menimpa dirinya)
Lalu ia memuji Allah kemudian menlanjutkan shalawat atas Nabi ﷺ, lalu berkata, “Aku adalah seorang wanita Arab. Demi Allah, aku tidak pernah melangkah kecuali pada perkara yang diridhai Allah. Dan engkau adalah lelaki asing, aku tidak mengenali perilakumu (yakni aku belum mengenal tabiatmu). Beritahukan kepadaku apa saja yang engkau suka hingga aku akan melakukannya dan apa saja yang engkau benci hingga aku bisa menghindarinya.”
Aku berkata kepadanya, “Aku suka begini dan begin (Syuraih menyebutkan satu persatu perkataan, perbuatan, makanan dan segala sesuatu yang disukainya). Dan aku benci begini dan begini (Syuraih menyebutkan semua perkara yang ia benci).”
la berkata lagi, “Beritahukan kepadaku siapa saja anggota keluargaku yang engkau suka bila ia mengunjungimu?”
Aku (Syuraih) berkata, “Aku adalah seorang qadhi, aku tidak suka mereka (anggota keluargamu) membuatku bosan.”
Maka akupun melewati malam yang paling indah, dan aku tidur tiga malam bersamanya. Kemudian aku keluar menuju majelis para hakim, dan aku tidak melewati satu hari melainkan hari itu lebih baik daripada hari sebelumnya.
Tibalah waktu-kunjungan mertua. Yaitu genap satu tahun (setelah berumnah tangga).
Aku masuk ke dalam rumahku. Aku dapati seorang wanita tua sedang menyuruh dan melarang.
Aku bertanya, “Hai Zainab siapa wanita ini?” Istriku menjawab, “Ia adalah ibuku. Marhaban." sahutku. la (ibu mertua) berkata, “Bagaimana keadaanmu hai Abu Umayyah?”
“Alhamdulillah, baik-baik saja,” jawabku.
“Bagaimana keadaan istrimu?” tanyanya.
Aku menjawab, “Istri yang paling baik dan teman yang paling serasi. la mendidik dengan baik dan membimbing adab dengan baik pula.”
la berkata, “Sesungguhnya seorang wanita akan terlihat dalam kondisi yang paling buruk tabiatnya kecuali pada dua keadaan: Apabila sudah punya kedudukan di sisi suaminya dan apabila telah melahirkan anak. Apabila engkau melihat sesuatu yang tak mengenakkan padanya — pukul saja. Karena, tidaklah kaum lelaki memperoleh sesuatu yang lebih buruk dalam rumahnya selain wanita warhaa' (yaitu wanita yang tak punya kepandaian dalam melakukan tugasnya).”
Syuraih berkata, “Ibu mertuaku datang setiap tahun sekali kemudian ia pergi sesudah bertanya kepadaku tentang apa yang engkau sukai datang kunjungan keluarga istrimu ke rumahmu?”.
Aku menjawab-pertanyaannya, “Sekehendak mereka?” yaitu sesuka mereka saja.
Aku hidup bersamanya selama dua puluh tahun, aku tidak pernah sekalipun mencelanya dan aku tidak perah marah terhadapnya.
Demikianlah gambaran kesuksesan seorang istri yang mampu bergaul sebaik-baiknya dengan suami. Ia berusaha mengenali karakter suami sejak awal pernikahan. Sehingga dapat membantunya dalam menentukan sikap yang tepat dan tidak menyusahkan.
Jangan Lupakan Makna Kepemimpinan Dalam Tangga Rumah
Seperti kata pepatah, bahtera yang memiliki dua nahkoda pasti akan tenggelam. Demikian juga bahtera rumah tangga. Agar bahtera dan segenap orang yang menumpanginya selamat sampai tujuan maka tidak boleh ada dua orang nahkoda.
Dan ingatlah bahwa nahkoda bagi bahtera rumah tangga adalah suami. Dialah pemimpin dalam rumah tangga.
Allah ﷻ berfirman:
ٱلرِّجَالُ قَوَّٰمُونَ عَلَى ٱلنِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَآ أَنفَقُوا۟ مِنْ أَمْوَٰلِهِمْ ۚ
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (QS. An-Nisaa' : 34)
Makna kepemimpinan yang dimaksud di sini adalah kepemimpinan dalam tanggung jawab. Lelaki adalah pemimpin pertama dalam urusan rumah tangga, ia ibarat nakhoda kapal atau panglima dalam rumah tangga. Karena itu hendaknya suami dan istri memahami peran dan kedudukannya masing-masing. Istri harus memahami perannya dan suami juga harus memihami perannya. Suami bertanggung jawab mensukseskan mahligai rumah tangganya yang diibaratkan seperti sebuah perusahaan, yang mana kedua belah pihak telah menanamkan modal berharga yaitu hidup mati mereka berdua.
Keduanya sama-sama bercita-cita dapat meraup laba yang tertinggi. Sungguh sebuah laba yang mulia, itulah laba maknawi. Yaitu lahirnya generasi anak-anak yang shalih, yang diasuh oleh ayah dan ibu yang berbahagia dan taat kepada Allah. Keluarga muslim yang mampu membangun masyarakat, kemudian dari situ mereka dapat meraih kesuksesan besar yaitu Surga. Hendaknya mereka berdua melaksanakan tugas dan tanggung jawab masing-masing. Menunaikan amanah yang telah Allah titipkan kepadanya. Dan hal itu tidak akan terealisasi kecuali dengan melaksanakan apa yang telah kami sebutkan tadi.
Dalam membina kehidupan rumah tangga ini pemimpin harus bertindak sebagai pemimpin dan bawahan harus berlaku sebagai bawahan.
Rasulullah ﷺ telah bersabda:
إذا خرج ثلاثة في سفر فَلْيُؤَمِّرُوا أحدهم
“Jika kamu berjumlah tiga orang maka tunjuklah salah seorang menjadi amir (pemimpin)". Hadits ini diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dari hadits Abdullah bin Mas'ud Radhiyallahu’anhu dan dihasankan oleh Al-Iraqi dalam Takhrij al-Ihyaa'.
Tetapi, bukan berarti seorang istri tidak memiliki peran sama sekali. Bahkan istri memiliki peran yang lebih besar dan lebih agung. Yaitu mendukung suami dalam setiap keputusan yang telah dibuatnya serta membantunya dan menuntun tangannya kepada kondisi yang aman.
Istrilah yang harus tetap berdiri di samping suami dalam menghadapi kondisi-kondisi yang sulit.
Istrilah yang harus mendidik anak-anaknya dan memperhatikan keadaan mereka. Bahkan istri memiliki tanggung jawab yang lebih besar.
Istrilah yang harus menjadi sumber kedamaian dan ketenangan bagi suaminya, bahkan istri harus bisa berperan sebagai pakaian bagi suaminya.
Istri harus selalu bermusyawarah dan membantu suami, melaksanakan pengarahan-pengarahan yang diberikan suami hingga kebaikan dapat dinikmati oleh semua anggota keluarga.
Jangan hiraukan bisikan dan propaganda orang-orang di luar Islam. Sebab musuh-musuh Islam mengetahui bahwa kehancuran rumah tangga muslim merupakan sebab kehancuran umat Islam. Apabila nilai-nilai Islami dalam rumah tangga sudah hilang maka keluarga akan hancur dan para pemuda akan menyimpang akibat keretakan dalam rumah tangga.
Tidak heran jika mereka sangat gencar menyerukan slogan-slogan yang bertujuan merancukan makna kepemimpinan dalam rumah tangga. Seperti slogan emansipasi wanita, isu gender dan lain sebagainya.
Mereka berusaha keras mengeluarkan para istri dari rumah. Sehingga tugas utamanya dalam rumah tangga terbengkalai dan yang lebih memprihatinkan lagi adalah hilangnya sakinah, mawaddah dan kedamaian dalam rumah tangga.
Saudariku...
Kita adalah wanita muslimah. Dan sebagai seorang muslimah kita harus benar-benar yakin bahwa tidak ada solusi bagi setiap permasalahan kecuali Islam. Islam adalah satu-satunya jalan menuju kesuksesan dan kunci meraih kebahagiaan dunia dan akhirat. Siapa saja yang memilih jalan selain Islam niscaya ia akan menuai kegagalan dan menelan kekecewaan.
Rebut Hati Suamimu Dengan Bersegera Menaatinya.
Kata-kata hikmah menyebutkan, “Sebaik-baiknya istri adalah yang taat, mencintai, bijak, subur lagi penyayang, pendek lisan (tak cerewet) dan mudah diatur.”
Saudariku...
Ketaatanmu kepada suami dalam perkara yang ma'ruf dan kecintaanmu kepadanya akan mengangkat kedudukanmu di sisi Allah ﷻ. Ingatlah selalu sabda Nabi ﷺ :
Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bertutur,
“إِذَا صَلَّتْ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا؛ قِيلَ لَهَا ادْخُلِي الْجَنَّةَ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ”.
“Jika seorang wanita menunaikan shalat lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya dan menaati suaminya; niscaya akan dikatakan padanya: “Masuklah ke dalam surga dari pintu manapun yang kau mau”. (HR. Ahmad dari Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu’anhu dan dinyatakan hasan oleh Syaikh al-Albany).
Ketaatanmu kepada suami akan mendatangkan kebahagiaan dan ketenangan bagimu. Sebab, suamimu pasti akan sangat gembira tatkala melihatmu bersegera menaatinya, tidak bermalas-malasan dalam menunaikan apa yang dikehendakinya, sehingga iapun terdorong untuk menaatimu dan menuruti keinginanmu yang syar'i.
Bahkan terkadang sampai pada taraf kalian berdua senantiasa memahami apa yang diingini oleh pasangannya tanpa perlu saling mengutarakannya. Karena itu seorang ibu pernah memberikan nasehat kepada puterinya di saat pernikahan puterinya itu, “Jadilah engkau seperti budak wanita bagi suamimu, niscaya ia akan menjadi seperti budak bagi dirimu.”
Termasuk dalam makna menaati suami adalah engkau benar-benar mengharapkan ridhanya dan berusaha untuk meraihnya. Dan ketahui juga, apabila engkau bersungguh-sungguh melakukannya berarti engkau telah menempuh jalan menuju Surga.
Mungkin sekali setan akan menghembuskan ke dalam hatimu bisikan, “Aku juga punya kehormatan dan harga diri!” Apalagi ketika ada masalah diantara kalian berdua. Lalu kata-kata yang menipu ini mendorongmu untuk mencari pembenaran atas kesalahan-kesalahanmu.
Coba renungkan dalam-dalam..!
Kehormatan dan harga diri apakah yang harus dipertahankan antara sepasang suami istri? Sesungguhnya kehormatan mereka adalah satu. Permohonan maafmu kepada suami sama sekali tidak akan mengurangi harga dirimu. Bahkan akan menambah kehormatan dan harga dirimu di sisi suami. Bahkan permintaan maafmu -sekalipun sebenarnya engkau tidak bersalah akan membuatnya malu terhadap dirinya sendiri. Dan akan membuatnya insyaf, sadar dan mengoreksi diri.
•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•
Buku: Surat Terbuka untuk Para Istri
Penulis: Abu Ihsan al-Atsari & Ummu Ihsan Choiriyah Hafidzahumallah
Pustaka Darul Ilmi
Cetakan Ketiga 2011
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ
“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم