Niatilah untuk Menuntut Ilmu Syar'i

Rasulullah ﷺ bersabda, “Barangsiapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah, maka Allah akan memahamkan dia dalam urusan agamanya.”
(HR. Bukhari no. 71 dan Muslim no. 2436)
Kajian Islam

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Kajian Masjid Al-Ukhuwah - Rodja
🎙 Bersama Ustadz Abu Haidar As-Sundawy 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
🗓 Bandung, 1 Muharram 1447 / 27 Juni 2025



Agama adalah Nasihat: Nasihat kepada Rasulullah ﷺ

Melanjutkan pembahasan Agama adalah nasihat.

عَنْ أَبِي رُقَيَّةَ تَمِيْمٍ بْنِ أَوْسٍ الدَّارِي رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ قَالَ الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ قُلْنَا : لِمَنْ ؟ قَالَ للهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُوْلِهِ وَلِأَئِمَّةِ المُسْلِمِيْنَ وَعَامَّتِهِمْ – رَوَاهُ مُسْلِمٌ

Dari Abu Ruqayyah Tamim bin Aus Ad-Daari radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Agama adalah nasihat", Kami bertanya, “Untuk siapa?” Beliau menjawab, “Bagi Allah, bagi kitab-Nya, bagi rasul-Nya, bagi pemimpin-pemimpin kaum muslimin, serta bagi umat Islam umumnya.”  [HR. Muslim, no. 55]

Nasihat adalah memberi nush kepada orang lain. Nush adalah seseorang menginginkan kebaikan bagi saudaranya, mengajak untuk melakukan kebaikan, menjelaskan dan memberikan dorongan untuk melakukan kebaikan tersebut.

  1. Nasehat kepada Allah ﷻ maknanya menunaikan hak-hak Allah baik itu hak yang wajib maupun yang sunnah, marah jika hak-hak Allah ﷻ dilanggar dan membela Syari'at Nya dan mendakwahkannya.
  2. Nasihat bagi kitab Allah mencakup:
  • Membela Al-Qur’an dari yang menyelewengkan dan mengubah maknanya,
  • Membenarkan setiap yang dikabarkan tanpa ada keraguan.
  • Menjalankan setiap perintah dalam Al-Qur’an.
  • Menjauhi setiap larangan dalam Al-Qur’an.
  • Mengimani bahwa hukum yang ada adalah sebaik-baik hukum, tidak ada hukum yang sebaik Al-Qur’an.
  • Mengimani bahwa Al-Qur’an itu kalamullah (firman Allah) secara huruf dan makna, bukan makhluk.

Kemudian, Nasihat kepada Rasulullah ﷺ adalah melakukan kebaikan kepada beliau dengan cara-cara yang disyariatkan, bersikap dengan sebaik baik sikap kepada beliau dan nasehat ini mencakup beberapa poin:

1. Mengimani kebenaran Risalah Nabi ﷺ

Keyakinan ini berarti seseorang mengakui bahwa Nabi Muhammad adalah pilihan Allah untuk menyampaikan wahyu dan ajaran Islam kepada seluruh umat manusia baik kepada bangsa manusia atau jin, baik orang Arab atau ajam.

Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat An-Nisa Ayat 79:

وَأَرْسَلْنَٰكَ لِلنَّاسِ رَسُولًا ۚ وَكَفَىٰ بِٱللَّهِ شَهِيدًا

Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi.

Dalam Surat Al-Furqan Ayat 1:

تَبَارَكَ ٱلَّذِى نَزَّلَ ٱلْفُرْقَانَ عَلَىٰ عَبْدِهِۦ لِيَكُونَ لِلْعَٰلَمِينَ نَذِيرًا

Maha suci Allah yang telah menurunkan Al Furqaan (Al Quran) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam,

Makna Al-Furqan maknanya Al-Qur’an dan hambaNya adalah Nabi Muhammad ﷺ, seluruh alam maksudnya jin dan manusia.

Dalam Surat Al-Anbiya Ayat 107:

وَمَآ أَرْسَلْنَٰكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَٰلَمِينَ

Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.

2. Membenarkan seluruh perkara yang beliau kabarkan baik yang telah terjadi, sedang terjadi maupun yang akan terjadi.

Menolak segala bentuk keraguan atau penyangkalan terhadap kebenaran risalah yang dibawa oleh Nabi Muhammad dan mempercayai bahwa Nabi Muhammad selalu menyampaikan wahyu dan ajaran Allah dengan jujur dan tanpa ada penyelewengan. Kejujuran Nabi adalah jaminan bahwa ajaran Islam yang disampaikannya adalah benar.

Maka, segala kisah yang beliau sampaikan baik masuk akal maupun tidak, wajib kita benarkan, seperti pada kisah sahabat yang mengambil ghanimah emas sebesar kepala sapi, berita dan kisah Dajjal, bahkan urusan akhirat baik yang masuk akal maupun tidak.

3. Ittibâ kepada beliau dan mengikuti tuntunannya.

Dalam bentuk tidak menambah, mengurangi apalagi merubah syari'at yang beliau bawa.

Dan ini akan ditanya di alam kubur sejauh mana ittibâ kita Nabi ﷺ, karena selain beliau tidak bisa diikuti kecuali perantara yang mengajarkan kita dalam mengetahui sunnah-sunnah Nabi ﷺ, yaitu para ulama.

Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-anbiya ayat 7:

فَسْـَٔلُوٓا۟ أَهْلَ ٱلذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui.

Dalam hal dunia saja kita percaya kepada ahlinya, apalagi dalam urusan akhirat, yaitu keselamatan agama kita.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا ضُيِّعَتِ اْلأَمَانَةُ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ. قَالَ: كَيْفَ إِضَاعَتُهَا يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: إِذَا أُسْنِدَ اْلأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ.

‘Jika amanah telah disia-siakan, maka tunggulah hari Kiamat,’ dia (Abu Hurairah) bertanya, ‘Wahai Rasulullah, bagaimanakah menyia-nyiakan amanah itu?’ Beliau menjawab, ‘Jika satu urusan diserahkan kepada bukan ahlinya, maka tunggulah hari Kiamat!’” [HR Bukhari]

4. Membela dan melindungi kemurnian syariatnya.

Seperti mengganti uang pada syariat kurban. Hal ini bisa menghilangkan syariat kurban. Demikian juga pada syariat umrah atau haji.

Karena dalam syariat kurban, umrah dan haji, tidak hanya urusan sedekah, tetapi ada yang jauh lebih besar, yaitu mentauhidkan Allah ﷻ.

قُلْ  اِنَّ  صَلَا تِيْ  وَنُسُكِيْ  وَ  مَحْيَايَ  وَمَمَا تِيْ  لِلّٰهِ  رَبِّ  الْعٰلَمِيْنَ

“Katakanlah (Muhammad), Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan seluruh alam,” (QS. Al-An’am 6: Ayat 162)

Maka, kurban adalah urusan tauhid, hingga ada yang masuk neraka meskipun berkurban hanya dengan seekor lalat.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

ﺩَﺧَﻞَ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔَ ﺭَﺟُﻞٌ ﻓِﻲْ ﺫُﺑَﺎﺏٍ , ﻭَﺩَﺧَﻞَ ﺍﻟﻨَّﺎﺭَ ﺭَﺟُﻞٌ ﻓِﻲْ ﺫُﺑَﺎﺏٍ، ﻗَﺎﻟُﻮْﺍ : ﻭَﻛَﻴْﻒَ ﺫَﻟِﻚَ ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮْﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ؟ ﻗَﺎﻝَ : ﻣَﺮَّ ﺭَﺟُﻼَﻥِ ﻋَﻠَﻰ ﻗَﻮْﻡٍ ﻟَﻬُﻢْ ﺻَﻨَﻢٌ ﻻَ ﻳَﺠُﻮْﺯُﻩُ ﺃَﺣَﺪٌ ﺣَﺘَّﻰ ﻳُﻘَﺮِّﺏَ ﻟَﻪُ ﺷَﻴْﺌًﺎ، ﻓَﻘَﺎﻟُﻮْﺍ ﻷَﺣَﺪِﻫِﻤَﺎ : ﻗَﺮِّﺏْ، ﻗَﺎﻝَ : ﻟَﻴْﺲَ ﻋِﻨْﺪِﻱْ ﺷَﻲْﺀٌ ﺃُﻗَﺮِّﺏُ، ﻗَﺎﻟُﻮْﺍ ﻟَﻪُ : ﻗَﺮِّﺏْ ﻭَﻟَﻮْ ﺫُﺑَﺎﺑًﺎ، ﻓَﻘَﺮَّﺏَ ﺫُﺑَﺎﺑًﺎ ﻓَﺨَﻠُّﻮْﺍ ﺳَﺒِﻴْﻠَﻪُ ﻓَﺪَﺧَﻞَ ﺍﻟﻨَّﺎﺭَ، ﻭَﻗَﺎﻟُﻮْﺍ ﻟِﻶﺧَﺮِ : ﻗَﺮِّﺏْ، ﻓَﻘَﺎﻝَ : ﻣَﺎ ﻛُﻨْﺖُ ﻷُﻗَﺮِّﺏَ ﻷﺣَﺪٍ ﺷَﻴْﺌًﺎ ﺩُﻭْﻥَ ﺍﻟﻠﻪِ ﻓَﻀَﺮَﺑُﻮْﺍ ﻋُﻨُﻘَﻪُ ﻓَﺪَﺧَﻞَ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔَ

“Ada seseorang yang masuk surga karena seekor lalat dan ada yang masuk neraka karena seekor lalat pula.” Para sahabat bertanya: “Bagaimana itu bisa terjadi ya Rasulullah ﷺ? Rasul menjawab: “Ada dua orang berjalan melewati sebuah kaum yang memiliki berhala, yang mana tidak boleh seorangpun melewatinya kecuali dengan mempersembahkan sesuatu untuknya terlebih dahulu, maka mereka berkata kepada salah satu di antara kedua orang tadi: “Persembahkanlah sesuatu untuknya!” Ia menjawab: “Saya tidak mempunyai apapun yang akan saya persembahkan”, mereka berkata lagi: “Persembahkan untuknya walaupun seekor lalat!” Maka iapun mempersembahkan untuknya seekor lalat, maka mereka membiarkan ia untuk meneruskan perjalanannya, dan iapun masuk ke dalam neraka. Kemudian mereka berkata lagi kepada seseorang yang lain: “Persembahkalah untuknya sesuatu!” Ia menjawab: “Aku tidak akan mempersembahkan sesuatu apapun untuk selain Allah, maka merekapun memenggal lehernya, dan iapun masuk ke dalam surga” (HR. Ahmad).

Akhirnya, banyak penambahan agama dengan alasan bid'ah hasanah, padahal setiap bid'ah pasti semuanya dinilai baik. Tetapi, masalahnya adakah contoh dari Nabi ﷺ atau sahabat melakukannya? Maka, perlu diluruskan segala hal yang berkaitan dengan bid'ah untuk menjaga kemurnian agama ini.

Imam Malik rahimahullahu berkata, apa yang tidak menjadi bagian dari agama bagi para Nabi ﷺ dan sahabat, maka bukan bagian dari agama sampai hari kiamat.

Jika semua orang diperbolehkan berekreasi dalam agama, maka akan hilang kemurnian agama ini. Karena agama bukan kreasi manusia, tetapi syari'at Allah ﷻ yang dibawa Rasul-Nya. Maka, apa yang disampaikan Rasulullah ﷺ adalah wahyu yang telah Allah ﷻ jaga, bahkan Nabi ﷺ diancam Allah ﷻ jika menyelewengkan kerasulannya.

Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Haqqah Ayat 44-48:

وَلَوْ تَقَوَّلَ عَلَيْنَا بَعْضَ ٱلْأَقَاوِيلِ. لَأَخَذْنَا مِنْهُ بِٱلْيَمِينِ. ثُمَّ لَقَطَعْنَا مِنْهُ ٱلْوَتِينَ. فَمَا مِنكُم مِّنْ أَحَدٍ عَنْهُ حَٰجِزِينَ

Seandainya dia (Muhammad) mengadakan sebagian perkataan atas (nama) Kami, Niscaya benar-benar Kami pegang dia pada tangan kanannya. Kemudian benar-benar Kami potong urat tali jantungnya. Maka sekali-kali tidak ada seorangpun dari kamu yang dapat menghalangi (Kami), dari pemotongan urat nadi itu.

Maka, urusan syariat agama tidak ada ruang untuk berkereasi, kecuali dalam urusan dunia yang dapat menopang dakwah agama.

5. Menghormati, mengagungkan dan mencintai para sahabat Nabi ﷺ.

Karena sahabat adalah orang yang terdekat Nabi ﷺ yang menyerap seluruh attitude, karakter Rasulullah ﷺ dan lewat mereka agama ini bisa sampai ke kita sekarang.

Dalam sebuah hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

المرء على دين خليله فلينظر أحدكم من يخالل

“Agama Seseorang sesuai dengan agama teman dekatnya. Hendaklah kalian melihat siapakah yang menjadi teman dekatnya.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Silsilah Ash-Shahihah, no. 927)

Mereka para sahabat adalah pelaku syariat pertama kali diturunkan, sekaligus saksi kebaikan manusia terbaik, maka merekalah umat terbaik.

Para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang bertemu dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan beriman kepada beliau, dan mati dalam keadaan muslim. Mereka adalah generasi terbaik dari umat ini.

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS. Ali ‘Imran: 110).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ

"Sebaik-baik manusia ialah pada generasiku, kemudian generasi berikutnya, kemudian generasi berikutnya.” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 3651, dan Muslim, no. 2533)

Dahulu, para sahabat radhiyallāhu ‘anhum selain membaca Al-Qur’an dan mengilmui, mereka juga mengamalkan.

Berkata ‘Abdullah Ibnu Mas’ud radhiyallāhu ‘anhu,

كَانَ الرَّجُلُ مِنَّا إِذَا تَعَلَّمَ عَشْرَ آيَاتٍ لَمْ يُجَاوِزْهُنَّ حَتَّى يَعْرِفَ مَعَانِيَهُنَّ وَالْعَمَلَ بِهِنَّ

“Dahulu seseorang dari kalangan kami (yaitu para sahabat) apabila mempelajari 10 ayat maka dia tidak meninggalkannya sehingga mempelajari maknanya dan beramal dengannya."

Maka, hafalan saat itu adalah cerminan dari ilmu dan amal. Dan tradisi ini diwariskan pada tiga generasi.

Karenanya, siapa yang mengikuti agama para sahabat dijamin Allah ﷻ pasti selamat. Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat At-Taubah Ayat 100:

وَٱلسَّٰبِقُونَ ٱلْأَوَّلُونَ مِنَ ٱلْمُهَٰجِرِينَ وَٱلْأَنصَارِ وَٱلَّذِينَ ٱتَّبَعُوهُم بِإِحْسَٰنٍ رَّضِىَ ٱللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا۟ عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّٰتٍ تَجْرِى تَحْتَهَا ٱلْأَنْهَٰرُ خَٰلِدِينَ فِيهَآ أَبَدًا ۚ ذَٰلِكَ ٱلْفَوْزُ ٱلْعَظِيمُ

Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.

Ketika Umar berkhutbah, ia menyampaikan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

مَنْ أَرَادَ بُحْبُوحَةَ الْجَنَّةِ فَلْيَلْزَمِ الْجَمَاعَةَ

“Siapa yang menginginkan tempat yang mulia di surga, maka ikutilah al-jama’ah.” (HR. Tirmidzi no. 2165. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Dalam hadits disebutkan,

إِنَّ أُمَّتِى لَا تَجْتَمِعُ عَلَى ضَلاَلَةٍ

“Sesungguhnya umatku tidak akan mungkin bersepakat dalam kesesatan.” (HR. Ibnu Majah no. 3950. Sanad hadits ini dha’if jiddan)

Dua hadits di atas menunjukkan dua hal yaitu:

  • wajib mengikuti al-jama’ah yaitu yang disepakati kaum muslimin dan diharamkan untuk meninggalkan dan menyelisihinya.
  • selamatnya umat ini dari kesalahan dan kesesatan.

Abdullah Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu mengatakan,

إِنَّ اللهَ نَظَرَ فِي قُلُوْبِ الْعِبَادِ فَوَجَدَ قَلْبَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَيْرَ قُلُوْبِ الْعِبَادِ، فَاصْطَفَاهُ لِنَفْسِهِ فَابْتَعَثَهُ بِرِسَالَتِهِ، ثُمَّ نَظَرَ فِي قُلُوْبِ الْعِبَادِ بَعْدَ قَلْبِ مُحَمَّدٍ، فَوَجَدَ قُلُوْبَ أَصْحَابِهِ خَيْرَ قُلُوْبِ الْعِبَادِ فَجَعَلَهُمْ وُزَرَاءَ نَبِيِّهِ يُقَاتِلُوْنَ عَلَى دِيْنِهِ، فَمَا رَأَى الْمُسْلِمُوْنَ حَسَنًا فَهُوَ عِنْدَ اللهِ حَسَنٌ، وَمَا رَأَوْا سَيِّئًا فَهُوَ عِنْدَ اللهِ سَيِّئٌ

“Sesungguhnya Allah memperhatikan hati para hamba-Nya. Allah mendapati hati Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah hati yang paling baik, sehingga Allah memilihnya untuk diri-Nya dan mengutusnya sebagai pembawa risalah-Nya. Kemudian Allah melihat hati para hamba-Nya setelah hati Muhammad. Allah mendapati hati para sahabat beliau adalah hati yang paling baik. Oleh karena itu, Allah menjadikan mereka sebagai para pendukung Nabi-Nya yang berperang demi membela agama-Nya. Apa yang dipandang baik oleh kaum muslimin (para sahabat), pasti baik di sisi Allah. Apa yang dipandang buruk oleh mereka, pasti buruk di sisi Allah.” (Diriwayatkan oleh Ahmad dalam al-Musnad, I/379, no. 3600. Syaikh Ahmad Syakir mengatakan bahwa sanadnya shohih).

Maka, sungguh keterlaluan orang-orang yang menghujat para sahabat, Allah telah meridhai mereka. Sehingga, bila mencela mereka, berarti menunjukkan ketidak ridhaan kepada mereka.

•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ

“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم