بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
🎙️ Bersama Ustadz Abu Haidar As-Sundawy 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
📌 Masjid Umar bin Khathab Ma'had Tarbiyah Sunnah Bandung Barat
🗓️ Bandung, 24 Ramadhan 1446 / 24 Maret 2025
Poin 69: Zat, Sifat-Sifat, Serta Nama-Nama Allah Diketahui dengan Ilmu
Sifat al-'Ilmu merupakan sifat yang paling umum dan paling luas obyeknya. Ilmu terkait dengan yang wajib dan yang mungkin terjadi, yang mustahil dan yang bisa terjadi, serta yang ada dan yang tidak ada. Zat Allah ﷻ suci, sifat-sifat-Nya dan nama-nama-Nya diketahui dengan ilmu. Hamba-hambaNya mengetahui sifat-sifat dan nama-nama-Nya melalui apa yang Dia ajarkan.
Sedangkan, sifat Qudrah dan Iradah memiliki obyek yang khusus. Sifat Qudrah hanya berhubungan dengan hal yang mungkin terjadi, tidak dengan hal yang mustahil dan wajib terjadi. Dari sisi ini sifat Qudrah lebih khusus daripada ilmu dan lebih umum dari sifat al-Iraadah. Sedangkan Iraadah hanya berhubungan dengan sebagian yang mungkin, yaitu hal yang ingin Allah ﷻ ciptakan. Dengan demikian, ilmu adalah lebih luas, lebih umum, dan lebih menyeluruh baik esensinya maupun objeknya.
Poin#70: Orang yang berilmu akan menjadi pemimpin dalam agama.
Allah ﷻ memberitahukan bahwa Dia menjadikan orang-orang yang berilmu sebagai para pemimpin yang memberi petunjuk atas perintah-Nya dan menjadi imam bagi orang-orang sesudah mereka.
Allah ﷻ berfirman,
وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا ۖ وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يُوقِنُونَ
"Dan Kami jadikan di antara mereka itu para pemimpin yang memberikan petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami." (as-Sajdah: 24)
Karakter imam: Sabar dan yakin.
Dalam tempat lain Allah ﷻ berfirman,
وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
"Dan orang-orang yang berkata, 'Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan anak-anak kami sebagai penyenang hati. Dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.' (al-Furqaan: 74)
Catatan:
- Do'a dalam ayat ini dikenal dengan Do'a Ibadurrahman.
- Imam dalam ayat ini maksudnya yang diikuti orang lain. Maka Imam Madzhab disebut sebagai Imam.
Artinya, jadikanlah kami imam yang menjadi panutan bagi orang-orang sesudah kami. Allah ﷻ memberitakan bahwa ketinggian derajat dalam agama diperoleh melalui kesabaran dan keyakinan penuh, dan itulah tingkatan ash-shiddiqiin yang paling tinggi. Keyakinan adalah kesempurnaan dan tujuan keimanan. Dengan kesempurnaan derajat ilmu, ketinggian derajat dalam agama akan terwujud. Allah ﷻ melimpahkannya kepada orang-orang yang Dia kehendaki.
Poin#71: Kebutuhan pada ilmu termasuk kebutuhan primer (dhoruri).
Kebutuhan manusia akan ilmu adalah darurat/penting melampaui kebutuhan tubuh kepada makanan, karena tubuh membutuhkan makanan sekali atau dua kali saja dalam sehari. Sedangkan, kebutuhan manusia kepada ilmu adalah sebanyak jumlah nafas mereka, karena dalam setiap tarikan nafas manusia membutuhkan ilmu yang menyertai keimanan. Jika satu tarikan nafas saja berpisah dari keimanan, maka mereka berada di ambang kebinasaan. Tidak ada jalan memperoleh keimanan kecuali dengan ilmu. Dengan demikian, kebutuhan manusia kepada ilmu melampaui kebutuhannya kepada makanan dan minuman.
Imam Ahmad telah menyebutkan penjelasan yang senada dengan ini dan berkata,
النَّاسُ أَحْوَجُ إِلَى العِلْمِ مِنْهُمْ إِلَى الطَّعَامِ وَالشَّرَابِ لِأَنَّ الطَّعَامَ وَالشَّرَابَ يَحْتَاجُ إِلَيْهِ فِي اليَوْم مَرَّةً اَوْ مَرَّتَيْنِ وَالعِلْمَ يَحْتَاجُ إِلَيْهِ كُلَّ وَقْت
"Manusia lebih membutuhkan ilmu daripada makanan dan minuman. Karena dalam sehari dia hanya membutuhkan makanan dan minuman sekali atau dua kali. Sedangkan dia membutuhkan ilmu setiap saat."
Poin#72: Orang yang berilmu bisa jadi sedikit beramal, tetapi mendapatkan pahala yang besar.
ِإِنَّ صَاحِبَ العِلْمِ أَقَلُّ تَعْبًا وَعَمَلا ًوَأَكْثَرُ أَجْرًا
“Sesungguhnya orang yang berilmu itu lebih sedikit capek dan amalnya. Namun, pahala orang yang berilmu itu lebih banyak.” (Miftah Daar As-Sa’adah, 1:297)
Hal ini dapat dianalogikan dengan para pekerja dan kuli di sebuah pabrik. Mereka harus melakukan pekerjaan-pekerjaan yang berat, sedangkan seorang pengarah hanya duduk memerintah, melarang, dan menunjukkan mereka cara bekerja. Walaupun demikian, gaji pengarah tersebut memperoleh imbalan berlipat ganda daripada gaji para pekerja. Nabi ﷺ telah mengisyaratkan makna ini ketika beliau bersabda, "Amal yang paling mulia adalah iman kepada Allah kemudian jihad." (HR Bukhari dan Muslim)
Di dalam jihad, seseorang mengorbankan jiwa dan menanggung beban yang sangat berat. Sedangkan, iman adalah pengetahuan, amalan, dan pembenaran dari hati. Walaupun demikian, iman adalah amalan yang paling mulia, padahal beban jihad jauh lebih berat dari keimanan tersebut. Hal ini disebabkan ilmu memberitahukan kadar dan derajat amal tersebut. Orang yang memiliki ilmu tidak memilih untuk dirinya kecuali pekerjaan yang terbaik. Orang yang bekerja tanpa ilmu menyangka bahwa keutamaan terdapat dalam banyaknya kesulitan.
Renungkanlah tentang Abu Bakar ash-shiddiiq. Dia adalah orang yang terbaik dalam umat ini, padahal kita ketahui ada orang yang lebih banyak amalan, lebih banyak menunaikan haji, berpuasa, shalat dan membaca Al-Qur'an daripada dia. Abu Bakr bin 'Ayyasy pernah berkata,
ِمَا سَبَقَكُمْ أَبُوْ بَكْرٍ بِكَثْرَةِ صَوْمٍ وَلاَ صَلاَةٍ وَلَكِنْ بِشَيْءٍ وَقَرَ فِي قَلْبِه
"Abu Bakar tidak melebihi kalian dalam puasa dan shalat, tetapi dia melampaui kalian dengan sesuatu yang terpatri di dalam hatinya."
"Sebagian orang menyandarkan ucapan ini kepada Rasulullah ﷺ sebagaimana yang dilakukan Abu Hamid al-Ghazali dalam kitab Ihya' 'Ulumiddiin (1/100). Karena itu, al-Hafizh al-Iraqi berkata dalam takhriij hadits ini, "Dikeluarkan oleh at-Tirmidzi dalam an-Nawadiir dari ucapan Abu Bakr bin Abdullah al-Muzani dan saya tidak mendapatinya sebagai hadits marfu'".
Hal ini sebagaimana diungkapkan dalam syair yang terkenal, "Tidak ada orang yang berjalan gemulai seperti dirimu, Engkau berjalan berlahan-lahan, namun engkau tiba paling awal."
Poin#73: Ilmu itu imam bagi amal
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,
ِإِنَّ العِلْمَ إِمَامُ العَمَلِ وَقَائِدٌ لَهُ وَالعَمَلُ تَابِعٌ لَهُ وَمُؤْتِمٌّ بِهِ فَكُلُّ عَمَلٍ لاَ يَكُوْنُ خَلْفَ العِلْمِ مُقْتَدِيًا بِهِ فَهُوَ غَيْرُ نَافِعٍ لِصَاحِبِهِ بَلْ مَضَرَّةٌ عَلَيْهِ كَمَا قَالَ بَعْضُ السَّلَفِ مَنْ عَبَدَ اللهَ بِغَيْرِ عِلْمٍ كَانَ مَا ِيُفْسِدُ أَكْثَرُ مِمَّا يُصْلِحُ وَألاَعْمَالُ إِنَّمَا تَتَفَاوَتٌ فِي القَبُوْلِ وَالرَّدِّ بِحَسَبِ مُوَافَقَتِهَا لِلْعِلْم وَمُخَالَفَتِهَا لَهُ فَالعَمَلُ المُوَافِقُ لِلْعِلْمِ هُوَ المَقْبُوْلُ وَالمُخَالِفُ لَهُ هُوَ المَرْدُوْد
“Sesungguhnya ilmu itu imam dan guide dari amal. Sedangkan amalan itu pengikut dan menjadikan amal sebagai imam. Setiap amal yang tidak berada di belakang ilmu, tidak mau mengikuti ilmu, maka amal itu tidak bermanfaat untuk pelakunya. Bahkan amalan tanpa didasari ilmu hanyalah mendatangkan mudarat. Sebagaimana sebagian salaf pernah berkata, ‘Siapa saja yang beribadah kepada Allah tanpa ilmu, amal tersebut lebih membawa kerusakan daripada mendatangkan kebaikan. Amal yang diterima itu tergantung pada kesesuaiannya dengan ilmu yang benar ataukah menyelisihi ilmu tersebut. Amal yang sesuai dengan ilmu yang benar itulah yang diterima. Sedangkan amal yang menyelisi ilmu yang benar, itulah amalan yang tertolak.”
Jadi ilmu adalah timbangan dan barometer amal. Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Mulk ayat 2:
ٱلَّذِى خَلَقَ ٱلْمَوْتَ وَٱلْحَيَوٰةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا ۚ وَهُوَ ٱلْعَزِيزُ ٱلْغَفُورُ
Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun,
Al-Fudhail bin Iyyad berkata, "Amal yang diterima adalah amal yang paling ikhlas dan paling benar." Lalu orang-orang bertanya kepadanya, "Wahai Abu Ali mengapa demikian?" Dia menjawab, "Suatu amal perbuatan meskipun dilakukan dengan ikhlas namun tidak benar, maka tidak diterima. Dan apabila amal itu benar namun tidak ikhlas, maka tidak diterima juga. Amal perbuatan tidak akan diterima hingga dilakukan dengan ikhlas dan dengan cara yang benar." Amal yang ikhlas adalah yang dilakukan karena Allah semata.
Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Kahfi ayat 110:
فَمَن كَانَ يَرْجُوا۟ لِقَآءَ رَبِّهِۦ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَٰلِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِۦٓ أَحَدًۢا
Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya".
Hanya amal yang demikianlah yang diterima Allah ﷻ. Yaitu, amal perbuatan yang sesuai dengan sunnah Rasulullah ﷺ yang dimaksudkan mencari ridha Allah semata. Seseorang tidak akan mampu menunaikan amal yang mempunyai kedua sifat itu itu kecuali dengan ilmu. Sebab, jika dia tidak mengetahui apa yang dibawa Rasulullah ﷺ, maka dia tidak mungkin mencarinya. Dan, apabila dia tidak mengenal yang dia sembah, maka tidak mungkin dia menuju kepada-Nya. Seandainya tidak karena ilmu, tentulah amalnya tidak akan diterima oleh Allah ﷻ. Jadi ilmu merupakan petunjuk menuju keikhlasan dan petunjuk dalam mencapai kebenaran.
Allah ﷻ berfirman,
اِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللّٰهُ مِنَ الْمُتَّقِيْنَ ٢٧
"Allah hanya akan menerima dan orang-orang yang bertakwa." (al-Maaidah: 27)
Penafsiran yang paling tepat terhadap ayat ini adalah bahwa Allah ﷻ hanya menerima amal perbuatan orang yang bertakwa. Ketakwaannya dalam perbuatannya tersebut adalah melakukannya demi Allah semata dan dengan mengikuti perintahNya. Semua ini dapat terwujud hanya dengan ilmu.
Jika kedudukan dan posisi ilmu adalah demikian adanya, maka dapat diketahui bahwa ilmu adalah sesuatu yang paling mulia dan utama. Wallaahu a'lam.
Poin#74: Orang yang beramal tanpa ilmu bagai orang yang berjalan tanpa ada petunjuk jalan.
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,
ِالعَامِلُ بِلاَ عِلْمٍ كَالسَّائِرِ بِلاَ دَلِيْلٍ وَمَعْلُوْمٌ أنَّ عَطَبَ مِثْلِ هَذَا أَقْرَبُ مِنْ سَلاَمَتِهِ وَإِنْ قُدِّرَ سَلاَمَتُهُ اِتِّفَاقًا نَادِرًا فَهُوَ غَيْرُ مَحْمُوْدٍ بَلْ مَذْمُوْمٌ عِنْدَ العُقَلاَءِ
“Orang yang beramal tanpa ilmu seperti seorang musafir tanpa petunjuk. Sehingga, dapat dimaklumi bahwa kebinasaan lebih dekat baginya daripada keselamatan. Walaupun dia bisa selamat secara kebetulan, tetapi itu jarang terjadi. Sehingga, walaupun selamat ia tidak mendapatkan pujian melainkan tercela menurut orang yang berilmu.”
Syaikh Islam Ibnu Taimiyah pernah berkata, "Orang yang tidak mengikuti petunjuk pasti akan tersesat, dan tidak ada petunjuk jalan kecuali Sunnah yang dibawa Rasulullah ﷺ"
Hasan al-Basri pernah berkata, "Orang beramal tanpa ilmu laksana orang yang salah jalan. Amal perbuatan seseorang tanpa berdasarkan ilmu lebih banyak salahnya daripada benarnya. Maka, tuntutlah ilmu dengan tidak meninggalkan ibadah dan lakukanlah ibadah dengan tidak meninggalkan ilmu.
Sesungguhnya ada satu kaum yang menunaikan ibadah namun mereka meninggalkan ilmu, akibatnya mereka memerangi umat Muhammad ﷺ.
- Catatan:
Kaum Khawarij adalah sekte pertama yang menyimpang dalam sejarah Islam. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bahkan berwasiat khusus mengenai kaum khawarij, beliau bersabda
تمرق مارقة على حين فرقة من أمتي يحقر أحدكم صلاته مع صلاتهم، وقراءته مع قراءتهم، يمرقون من الإسلام مروق السهم من الرمية، أينما لقيتموهم فاقتلوهم فإن في قتلهم أجراً لمن قتلهم
“Mereka keluar saat terjadi perpecahan di antara umatku. Salah seorang diantara kalian (sahabat Nabi) akan menganggap remeh shalatnya dibanding shalat mereka. Kalian menganggap remeh baca’an Al Qur’an kalian dibanding bacaan mereka. Mereka itu keluar dari agama ini sebagaimana keluarnya panah dari sasarannya. Di manapun kalian menemui mereka, bunuhlah mereka. Karena membunuh mereka itu berpahala bagi yang membunuhnya” (HR. Bukhari 3611)
Abdullah bin ‘Abbas berkata: Alasan Khawarij memerangi Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu’anhu :
- Pertama: ia telah menjadi hakim dalam urusan Allah, padahal Allah Ta’ala berfirman: “Sesungguhnya hukum itu hanyalah milik Allah” (QS. Al An’am: 57, Yusuf: 40).
- Kedua: ia memimpin perang (melawan pihak ‘Aisyah) namun tidak menawan tawanan dan tidak mengambil ghanimah. Padahal jika memang ia memerangi orang kafir maka halal tawanannya.
- Ketiga: Mereka menyampaikan perkataan yang intinya kaum Khawarij berpendapat bahwa Ali bin Abi Thalib telah menghapus gelar Amirul Mu’minin dari dirinya, dengan demikian ia adalah Amirul Kafirin.
(Diriwayatkan oleh Imam An Nasa-i dalam kitab Al Khasha-ish Amirul Mu’minin Ali bin Abi Thalib (190), dengan sanad yang hasan).
Seandainya mereka mau mencari ilmu, tentu mereka tidak melakukan apa yang telah mereka perbuat perbedaan antara posisi ilmu pada bagian ke tujuh puluh empat ini dengan yang sebelumnya adalah bahwa derajat ilmu pada bagian sebelumnya adalah sesuatu yang ditaati perintahnya, diikuti keputusannya, dan diteladani. Sedangkan, pada bagian ini ilmu adalah sebagai petunjuk dan pengarah dalam mencapai tujuan yang diinginkan.
•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ
“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم