Niatilah untuk Menuntut Ilmu Syar'i

Rasulullah ﷺ bersabda, “Barangsiapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah, maka Allah akan memahamkan dia dalam urusan agamanya.”
(HR. Bukhari no. 71 dan Muslim no. 2436)
Kajian Islam

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Madrasah Ramadhan - Tarbiyah Sunnah
🎙️ Bersama Ustadz Abu Haidar As-Sundawy 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
📌 Masjid Umar bin Khathab Ma'had Tarbiyah Sunnah Bandung Barat
🗓️ Bandung, 29 Ramadhan 1446 / 29 Maret 2025



Kitab Miftah Daris Sa'adah: Poin ke-81 
Karya Ibnul Qayyim al-Jauziyah Rahimahullah

Poin#81: Keutamaan ilmu itu diketahui dari mengetahui lawannya. Bagian-5

Al-Qur'an telah menjelaskan bahwa kekafiran ada beberapa jenis.

  • Pertama, kekafiran yang disebabkan oleh ketidaktahuan, kesesatan, dan karena mengikuti orang-orang terdahulu. Ini terjadi pada sebagian besar pengikut dan orang awam.

Note: Sebagaimana yang diceritakan Allah tentang orang-orang musyrik yang berkata kepada Rasulullah ﷺ  "Apakah engkau datang untuk memalingkan kami dari apa yang kami dapatkan pada bapak-bapak kami," dan firman-Nya, "Tapi kami mengikuti apa yang kami dapatkan dari bapak-bapak kami."

  • Kedua, Kufur juhud dan In'ad, kekafiran karena membangkang, menentang, dan menyalahi kebenaran, seperti kekafiran yang telah disebutkan sebelumnya. Kekafiran semacam ini sering terjadi pada mereka yang memiliki kedudukan dalam keilmuan, jabatan kekuasaan atau mereka yang sumber kehidupannya tergantung pada kaumnya yang kafir. Sehingga, mereka takut kehilangan jabatan mereka dan dengan sengaja mengutamakan kekafiran atas keimanan.

Catatan: Biasanya kelompok ini orang-orang yang memiliki kedudukan atau jabatan pada kelompoknya sehingga gengsi untuk mengakui kebenaran. Seperti paman Nabi ﷺ, Fir'aun, Heraclius, dll.

  • Ketiga, Kufur i'radh, kekufuran karena berpaling dari apa yang dibawa Rasul, enggan melihatnya, tidak mencintai dan tidak membantu beliau. Tetapi ia juga tidak membenci dan tidak memusuhi beliau. Dia hanya berpaling untuk mengikuti dan memusuhinya.

Sebagian besar ahli kalam mengingkari dan tidak mengakui jenis kedua dan ketiga dari kekafiran ini. Mereka hanya menerima jenis pertama, dan menurut mereka jenis kedua dan ketiga termasuk dalam makna jenis pertama, bukan jenis kekafiran tersendiri. Jadi menurut ahli kalam, tidak ada kekafiran kecuali karena kebodohan dan ketidaktahuan.

Jika kita merenungkan Al-Qur'an, as-Sunnah, dan sejarah para nabi dalam aktivitas dakwah mereka serta apa yang terjadi pada diri mereka, maka kita dapat memastikan kesalahan pendapat para ahli ilmu kalam. Kita akan mengetahui bahwa pada umumnya umat-umat terdahulu kafir terhadap seruan para rasul, walaupun mereka yakin dan sangat mengetahui akan kebenaran seruan dan risalah yang dibawa para rasul.

Al-Qur'an penuh dengan keterangan tentang orang-orang musyrik dan para penggembah berhala, bahwa mereka mengakui akan adanya Allah dan hanya Dia Tuhan serta Pencipta mereka. Mereka juga mengakui Dialah pemilik bumi dan seisinya, Pemilik langit, Tuhan 'Arsy yang agung, Sang Penolong, Yang menundukkan matahari dan bulan, Yang menurunkan hujan dan mengeluarkan tumbuh-tumbuhan. Hal ini Al-Qur'an serukan kepada mereka berdasarkan pengakuan mereka atas kebenaran terhadap apa yang diserukan para rasul.

Jadi tidak bisa dikatakan bahwa umat terdahulu tidak mengakui sama sekali bahwa mereka memiliki Tuhan dan Pencipta. Ini merupakan kebohongan besar. Kekafiran itu sendiri terjadi karena kebodohan. Namun kekafiran yang lebih besar lagi adalah karena pengingkaran terhadap kebenaran dan anggapan bahwa hal itu bukan suatu kekafiran.

Menurut kelompok kedua ini, hati mempunyai dua kewajiban, dan ia tidak beriman kecuali dengan memenuhi dua hal tersebut. Yaitu,
- Kewajiban mengetahuhi
- Kewajiban mencintai, tunduk, dan berserah diri.

Jadi seseorang tidak beriman kecuali dengan mengetahui dan meyakini, sebagaimana ia juga tidak beriman jika tidak mencintai, tunduk dan berserah diri. Apabila dia tidak mencintai, tidak tunduk, dan tidak berserah diri padahal ia mengetahui-Nya, maka kekafirannya lebih besar dari orang yang kafir karena ketidaktahuan. Hal ini disebabkan apabila seseorang yang tidak tahu menjadi tahu, maka kemungkinan besar ia akan patuh dan taat. Sedangkan orang yang tahu namun ia menentang, maka tidak ada obat baginya.

Allah ﷻ berfirman,

كَيْفَ يَهْدِى ٱللَّهُ قَوْمًا كَفَرُوا۟ بَعْدَ إِيمَٰنِهِمْ وَشَهِدُوٓا۟ أَنَّ ٱلرَّسُولَ حَقٌّ وَجَآءَهُمُ ٱلْبَيِّنَٰتُ ۚ وَٱللَّهُ لَا يَهْدِى ٱلْقَوْمَ ٱلظَّٰلِمِينَ

"Bagaimana Allah akan menunjuki suatu kaum yang kafir sesudah mereka beriman serta mereka telah mengakui bahwa Rasul itu (Muhammad) benar-benar rasul dan keterangan-keterangan pun telah datang kepada mereka? Allah tidak menunjuki orang-orang yang zalim." (Ali- 'Imran: 86)

Kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya tidak akan terwujud kecuali dengan mengetahui Allah dan Rasul-Nya. Tidak diragukan lagi bahwa kecintaan itu dilatarbelakangi oleh pengetahuan tersebut, karena tidak semua orang yang mengenal Rasulullah mencintainya, sebagaimana telah dijelaskan terdahulu.

Menurut mereka, kebencian seseorang yang merasa iri terhadap orang lain membuatnya memusuhi orang lain tersebut dan selalu berusaha untuk menyakitinya dengan cara apa pun, meskipun dia mengetahui keutamaan orang tersebut dan tahu bahwa tidak ada yang membuatnya memusuhinya kecuali kebaikan dan kelebihan orang itu. Karena itu, ada yang mengatakan bahwa hasad (iri) adalah musuh kebaikan dan akhlak mulia.

Jadi bukannya ketidaktahuan akan keutamaan dan kelebihan orang dibenci yang membuat seseorang tidak suka kepadanya. Tetapi, yang membuatnya bersikap demikian adalah tidak tercapainya ambisi dan keinginannya.

Hal ini sebagaimana yang dialami para rasul dan para pewarisnya dengan para penguasa yang merasa bahwa kekuasaan mereka terampas dan diambil alih. Mereka memusuhi para rasul dan menghalangi orang-orang untuk mengikutinya karena mengira bahwa kekuasaan mereka itu akan kekal dan tidak akan berpindah kepada orang lain.

Akan tetapi, sunnatullah tetap berlaku bagi mereka. Mereka akan kehilangan kekuasaan di dunia dan di akhirat, dan Allah akan merendahkan mereka di mata manusia sebagai imbalan bagi mereka. Allah berfirman,

وَمَا رَبُّكَ بِظَلَّٰمٍ لِّلْعَبِيدِ

Dan sekali-kali tidaklah Tuhanmu menganiaya hamba-hamba-Nya. (Fushshilat: 46)

Demikianlah argumentasi dan dalil-dalil kedua kelompok di atas.

•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ

“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم